Sekitar tiga bulan yang lalu masyarakat Indonesia secara serentak menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih wakil-wakil  rakyat di lembaga yang terhormat DPR, DPRD dan DPD, pada saat yang bersamaan juga memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bhakti 2019-2024.
Kontestasi politik ini merupakan pendidikan demokrasi dalam pengertian politik sebenarnya atau bisa di sebut prosedural politik, yaitu warga bangsa Indonesia berpartisifasi dengan menggunakan hak pilihnya untuk menentukan nasib bangsanya, yang nantinya akan diwakilkan oleh orang-orang  yang terpilih dalam perhelatan politik tersebut.
Term demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh yang diperintah. Secara luas, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.Â
Pendidikan demokrasi harus sungguh berpijak pada pemahaman ini. Indonesia adalah negara demokrasi modern dengan berpijak pada Pancasila, bukan negara agama, negara kerajaan atau negara oligarki.
Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi diartikan sebagai upaya sistematis yang dilakukan Negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negaranya agar memahami, menghayati, megamalkan dan mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan perannya dalam masyarakat (winataputra, 2006 : 12)
Pendidikan demokrasi yang merupakan tuntutan dari terbentuknya masyarakat demokratis mengandung bahwa: Manusia memerlukan kebebasan politik, kebebasan intelektual, kesempatan untuk bersaing di dalam perwujudan diri sendiri, dan pendidikan yang mengakui hak untuk berbeda percaya kepada kemampuan manusia untuk membina masyarakat.
Di dalam pendidikan demokrasi, ada poin-poin penting yang perlu dikembangkan. Yang pertama adalah pemahaman tentang sejarah dan perkembangan konsep demokrasi itu sendiri. Ini sekaligus menegaskan perbedaan antara berbagai bentuk tata politik yang berkembang di dalam sejarah manusia.
Yang terpenting untuk dipahami, bahwa demokrasi bukan hanya tereduksi dalam pemilihan umum, melainkan soal menjalankan kehidupan berbangsa dengan berpijak pada nilai-nilai maupun hukum yang disepakati bersama secara rasional, terbuka dan bebas.
Pendidikan demokrasi dalam MPLSÂ
Peran lembaga pendidikan sangatlah penting dan strategis dalam proses pengembangan budaya demokrasi di kalangan generasi muda. sejarah telah membuktikan bahwa kaum terpelajar selalu menjadi pionir pergerakan perjuangan demokrasi.Â
Kaum Pelajar tercatat sebagai kekuasaan genuine dari gerakan reformasi di indonesia. ketulusan, semangat, dan keberpihakan pada nasib rakyat dan masa depan indonesia telah menjadikan pelajar secara umum sebagai agent of Change di indonseia yang selalu diperhitungkan dari masa ke masa.
Hari ini dan tiga hari kedepan, semua sekolah secara serentak juga tengah melaksanakan salah satu program yang diamanatkan dalam permendikbud Nomor 18 tahun 2016 yakni, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sebagai sarana adaptasi peserta didik baru di Lembaga pendidikan yang baru mereka pijak.
MPLS merupakan Kegiatan Pertama masuk Sekolah untuk mengenalkan berbagai program, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah, bagaimana cara belajar, penanaman konsep pengenalan diri serta pembinaan awal kultur sekolah.
MPLS merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, misalnya siswa dan guru mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga kebersihan kelas, kenyamanan kelas, terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang kondusif.
Daalam kegiatan tersebut bisa ditumbuhkan semangat persaudaraan antara siswa dan guru sebagai iklim pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun.Â
Interaksi guru dan siwa bukan sebagai subjek-objek, melainkan subjek-subjek yang sama-sama membangun karakter dan jatidiri. Profil guru yang demokratis tidak bisa terwujud dengan sendirinya tetapi membutuhkan proses pembelajaran. Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi.
Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara mewariskan semangat "ing madya mangun karsa" yang intinya berporos pada proses pemberdayaan.Â
Di sekolah guru membangkitkan semangat bereksplorasi, berkreasi dan berprakarsa di kalangan siwa agar kelak tidak menjadi manusia-manusia yang hanya tunduk pada komando. Dengan cara demikian, kelas akan menjadi magnet demokrasi yang mampu menggerakkan gairah siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai demokrasi dan keluhuran budi secara riil dalam kehidupan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H