Hal tersebut akan terwujud pada saat industrialisasi pertanian mampu tumbuh dan berkembang dengan baik sebagaimana sector industry yang lain. Salah satu langkah yang tepat untuk memulainya adalah dengan menciptakan transformasi agropreneur milenial.
Hal ini akan menjadi langkah awal untuk menepis situasi yang mengindikasikan bahwa generasi muda memiliki persepsi, motivasi yang rendah dan kapasitas pengelolaan bidang pertanian yang masih terbatas.
Generasi muda juga belum banyak memiliki pengalaman, karena walaupun sebagian mereka anak petani, belum tentu ikut terlibat dalam bidang pertanian. Generasi muda yang telah beraktivitas pada bidang pertanian juga lambat mencapai kemandirian dan belum diketahui keberlanjutan usaha pertaniannya.
Melalui strategi penguatan transformasi agropreneur muda dirumuskan melalui sistem alur input, process, output, outcome dan impact. Input dalam strategi penguatan transformasi agropreneur muda meliputi karakteristik agropreneur muda, dukungan eksternal dan peranan penyuluh pertanian.
Optimalisasi karakteristik individu agropreneur muda meliputi peningkatan pendidikan formal, akses TIK, persepsi dan motivasi generasi muda terhadap pertanian. Optimalisasi dukungan eksternal dapat ditempuh melalui penguatan dukungan pemerintah, dukungan keluarga, dukungan komunitas dan pasar.
Peranan penyuluh pertanian sebagai fasilitator, komunikator, motivator dan konsultan diselaraskan dengan menjadikan agropreneur muda sebagai sasaran penyuluhan.
Selanjutnya peningkatan kapasitas kewirausahaan agropreneur muda sebagai proses menuju terciptanya usaha pertanian yang tangguh dapat ditempuh melalui peningkatan kemampuan adaptasi, kepemimpinan, kemampuan mengelola usaha dan kemampuan menjalin kerja sama. Peningkatan kemandirian agroprener muda merupakan keluaran yang diharapkan dari penguatan transfromasi agropreneur muda.
Terjaganya keberadaan petani dan terwujudnya keberlanjutan usaha pertanian merupakan dampak yang diharapkan sebagai akibat dari proses transfromasi agropreneur muda ini.
Arah kebijakan lintas sektoral kedepanya harus menjadi perhatian seluruh Kementerian dalam upaya memacu industrialisasi pertanian melalui keterlibatan 20-30% petani melenial yang handal yang menempati diberbagai lini dengan kekuatan penguasaan teknologi dan infromasi.
Hal ini akan menjawab hambatan-hambatan teknis dan non teknis yang selama ini mencekam pertanian Indoensia yaitu lambatnya adopsi teknologi, belum kuatnya manajemen kelembagaan petani dan kurang besarnya akses dan responsipnya terhadap perubahan lingkungan eksternal.
Pendekatan pembangunan pertanian yang ikuti penguatan teknis dan SDM petani akan menjadi kunci kemandirian dan kemajuan pertanian Indonesia.