Ibarat pertempuran, saat ini banteng pertahahan telah jebol satu persatu. Mulai dari hanya terserang secara perorangan, keluarga, RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Musuh  Covid-19 sudah terlalu jauh melakukan intervensi hingga menerjang kaum lemah dan wilayah-wilayah yang minim informasi dan tenaga medis. Inilah peperangan melawan makluk Ghoib yang kita tidak tahu sampai kapan peperangan ini berakhir dan seberapa banyak korban yang akan musuh inginkan.
2,5 bulan waktu emas dan kesempatan berharga yang lenyap karena musuh sudah memasuki wilayah-wilayah strategis Indonesia. Kini sudah tidak terhitung berapa besar kerugian material dan non material selama Covid-19 menghantui. Bahkan sebagian pengamat dunia dan medis mempresdiksi, serangan Covid-19 di Indoensia akan berlangsung lama dan memakan korbang mengerikan jika model perlawananya tidak sistematis, cepat dan akurat karena sebagian besar dari penduduk Indonesia tidak terbiasa untuk mengikuti protokolor tertib dan patuh (baik untuk karantina, lock down dan social distancing). Pemerintah harus menanggung beban yang sangat berat jika pilihan lock down dan karantina nasional dilakukan karena tidak cukup anggaran untuk memenuhi kebutuhan logistic masyarakat dan kompensasi biaya operasional sektor riil (pasar).
Tidak ada waktu untuk meratap, menyesali dan saling menyalahkan, ini adalah pekerjaan rumah rakyat, bangsa dan negara. Pada saat pelik saat ini dibutuhkan jiwa rela berkorban, bekerjasama, terbuka dan menjadi satu kesatuan anak bangsa. Tidak ada lagi kesempatan untuk mencuri dan menciptakan panggung popularitas dab pencitraan politik karena cara-cara itu sia-sia dan tidak menyelesaikan masalah. Rakyat saat ini sedang dihantui masalah besar yaitu kepastian kematian, ketidakpastian penghasilan dan ancaman masa depan. Negaralah yang paling bertanggungjawab atas musibah ini karena itu amanah UUD 1945. Jangan abaikan hak rakyat, karena rakyat hamper 1 bulan sudah menahan diri untuk mengurangi makan, minum, tidur, berinteraksi dan bergerak. Sungguh! inilah ujian nasionalisme dan kecintaan sesungguhnya pemimpin terhadap rakyatnya serta ujian kesabaran rakyat terhadap pemimpinnya.
Kami tidak tahu, sampai kapan langkah, bicara dan mobilisasi kami tertahan oleh Covid-19. Dunia begitu sangat sempit dan runyam, begitu halnya dengan suasana sosial, pendidikan dan ekonomi seolah mati suri dan menjauh dari kehidupan kami. Apakah ini sebuah isyarat, agar manusia menyadari akan keangkuhan dan ketamakkanya karena dunia telah lama memanjakanya. Tidak sedikitpun Tuhan menghalau keinginan manusia, bahkan manusia bebas untuk melakukan apa saja sekehendak keinginan dan hawa nafsunya. Namun kita, manusia harus berhenti dan bertekuk lutut dan menunjukkan kelamahan yang sesungguhnya. Kematian yang mencekam selalu menghantui sepanjang hidupnya.
Tidak ada jalan lain untuk keluar dari cekaman ini, kecuali tetap melakukan ikhtiar, bersabar dan berdoa sepanjang waktu kepadaNYA. Harapan dan keinginan kami terganjal dan entah sampai kapan berdiam di rumah. Ini adalah ujian bagi orang-rang yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhanya, namun menjadi bencana dan petaka bagi mereka yang mencintai dan menuhankan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H