Program peningkatan produksi gula nasional yang penganggarannya meningkat secara nyata sejak tahun 2013, ternnyata serapannya masih terbatas dan penjabaran kegiatannya masih kurang proporsional. Â Pelaksanaan program ini pada tahun 2015 tidak optimal terserap, yakni hanya 47,9%. Sedangkan anggaran pada tahun sebelumnya, pada tahun 2014 yang hanya 350 M rupiah juga hanya terserap 79,7%.Â
Dari sisi proporsinya penganggaran Program Peningkatan Produksi Gula tahun 2015 yang diluncurkan sebesar 1,4 T rupiah (sesudah direvisi dari 1,7 T), sebanyak 42,5% diarahkan pada bantuan peralatan, 25 % ke rintisan benih, dan 11% rawar ratoon. Tidak terdapat penganggaran yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik bagi usaha tani tebu di lahan kering.  Di sisi lain, Blothong sisa pengolahan di PG yang biasanya digunakan sebagai pupuk organik  hanya mampu memenuhi kebutuhan pertanaman tebu, terutama yang ada di bawah pengelolaan PG, tidak lebih dari 50. 000 ha. Berarti ada 250 ribu ha pertanaman tebu lagi yang belum terpenuhi kebutuhan pupuk organiknya.
Pencabutan kebijakan gula sebagai komoditas strategis Kementan pada tahun 2016 diharapkan tidak menyurutkan usaha peningkatan produksi gula nasional, terutama melalui pengembangan teknis budidaya. Hal ini mengingat kebutuhan gula nasional masih cukup besar dan keinginan politik pemerintah untuk menekan impor perlu dijadikan pertimbangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H