Sebagian petani yang mengerti tentang rendemen tidak serta merta menerapkan kepras tebu yang 3 kali untuk mendapatkan rendemen yang tinggi. Petani cenderung membiarkan tanaman tebunya tumbuh hingga panen ulang. Hal ini dikarenakan petani tebu yang ada selalu mengalami kesulitan dalam permodalan.
Program pengkreditan yang di tetapkan oleh pemerintah sebenarnya sudah lama muncul seperti kredit usaha tani dan kredit ketahanan pangan. Namun itu semua hanya sebatas program yang belum terealisasi. Kredit ketahanan pangan yang dicanangkan untuk usaha tani tebu belum bisa dimanfaatkan oleh petani tebu yang ada. Karena sumber yang digunakan berasal dari bank maka jika ada kerugian di tanggung oleh petani hai ini yang membuat petani merasa di rugikan. Dari kredit yang diberikan pemerintah kelihatannya hanya setengah-setengah dalam membantu petani. Seharusnya pemerintah membuat kebijakan yang meringankan petani seperti melalui koperasi simpan pinjam yang pangembaliannya berdasarkan dari hasil produksi tanaman.
Intitusi perusahaan Pemerintah (BUMN) maupun swasta yang saling memperebutkan mempersoalkan kepentingan masing-masing dengan kurang memperhatikan keberadaan para petani yang mendukungnya namun hanya memperalatnya. Upaya program pemerintah dalam hal ini sudah cukup bagus. Namun yang menjadikannya masalah adalah kondisi para pelaksana, dalam hal ini instansi perusahaan pemerintah (BUMN) yang seharusnya mampu menganalisa permasalahan dan memberi solusi yang tepat, namun tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.Â
Karena disebabkan oleh sistem cara kerja model KKN yang masih belum bisa ditinggalkan. Dilain pihak dengan telah terbentuknya suatu jaringan usaha yang terorganisasi dalam wadah Asosiasi petani namun yang menurut kami masih belum cukup karena hanya ada satu pilihan serta belum mewakili secara baik dan benar. Yang mana harapan kami petani tebu supaya hasil usaha yang diperoleh, dapat digunakan untuk membiayai kegiatan Asosaisi petani yang sifatnya non profit oriented dan bermanfaat ekonomi yang besar bagi petani tebu itu sendiri untuk meningkatkan taraf kehidupannya.
Akibat dari kualitas rendemen tebu Indonesia yang rendah, pemerintah mengeluarkan kebijakan mengimpor gula mentah (row sugar) tanpa biaya bea agar pabrik-pabrik tebu yang ada di Indonesia tidak gulung tikar. Namun, dalam kebijakan ini menyusul masalah tebu lain, yaitu jatuhnya harga gula dalam negeri atau kalah bersaingnya gula dalam negeri dengan gula impor dan bocornya gula mentah (row sugar) yang tidak sehat dipasaran. Pemerintah kemudian mengatasi masalah jatuhnya harga gula nasional dengan cara menerapkan bea masuk pada setiap impor gula. Namun, kebijakan ini tidak dapat banyak membantu karena harga gula mentah (row sugar) hasil impor masih dirasa lebih menguntungkan daripada menggunakan gula mentah (row sugar) nasional.
Untuk mengatasi masalah gula nasional terhadap gula impor, diperlukan perbaikan dibeberapa bidang dan dukungan pemerintah dalam membuat kebijakan yang mendukung perbaikan gula nasional. Pertama, untuk meningkatkan produksi dan produktivitas gula Nasional diarahkan untuk memperbaiki komposisi perbandingan tanaman pertama (plant cane) dan tanaman keprasan (ratoon) menjadi seimbang, yaitu ratoon tidak lebih dari 3-4 kali. Untuk itu perlu diluncurkan program rehabilitasi tanaman ratoon panjang dengan istilah bongkar ratoon dengan dukungan penyediaan bibit tebu varietas unggul dalam jumlah yang cukup dan terjamin mutunya.
Bantuan program melalui dana APBN disalurkan dalam pola Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dengan model guliran yang diharapkan akan membantu petani merehabilitasi tanaman tebunya, serta pada saatnya terjadi penumpukan modal usaha dalam membangun kelembagaan usaha tani tebu rakyat yang lebih kokoh. Sehingga kualitas rendemen tebu nasional sedikit demi sedikit dapat memenuhi standar produksi gula murni dan tidak kalah dalam bersaing dengan gula impor.
Kedua, kebijakan mengenai penetapan bea masuk setiap produk gula impor sudah cukup baik, tetapi akan lebih baik lagi bila yang diimpor bukanlah gula mentah (row sugar) melainkan gula murni (pour sugar) dan mengurangi impor gula mentah (row sugar). Karena bila yang diimpor gula murni (pour sugar), maka tidak akan berpengaruh banyak terhadap hasil produksi gula mentah (row sugar) yang ada di Indonesia. Pemerintah harus membuat kebijakan yang mewajibkan setiap pabrik gula menggunakan gula mentah nasional, dan bila kekurangan baru dapat menggunakan gula mentah impor sampai gula kualitas gula mentah nasional sesuai dengan standar.
Ketiga, pemerintah harus mengembangkan sektor lain yang dirasa sudah cukup bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mendukung perubahan pada produksi gula mentah nasional. Sehingga tercipta keadaan yang saling mendukung dalam menciptakan kestabilan dalam sector agribisnis nasional. Namun, untuk bisa menyukseskan program ini, diperlukan kestabilan nasional dan keamanan nasional. Sehingga program ini dapat dijalankan dengan lancar. Selain itu, diperlukan pengawasan dalam pelaksanaannya agar tidak ada pihak-pihak yang mengganggu terlaksananya program ini. Bila program ini terlaksana maka akan dapat meningkatkan produktivitas gula nasional.
Kesimpulannya jika pemerintah menginginkan swasembada gula dan kesejahteraan petani tebu meningkat, maka langkah yang harus ditempuh pemerintah adalah: (1) Meningkatkat rendemen tebu dengan cara mangikuti standar panen ulang yang maksimal dilakukan 3-4 kali, (2) Â Pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung tentang kredit usaha tani tebu. Merangkul petani melalui koperasi simpan pinjam, dan (3) Peningkatan teknologi (bibit benih tebu unggul).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H