Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Terobosan Baru Bendung Impor Gula

12 Juli 2017   10:11 Diperbarui: 13 Juli 2017   04:05 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia pada masanya pernah mengalami kejayaanya dalam hal produksi tebu dan tingginya rendemen terutama pada masa penjajahan Belanda beberapa abad yang lalu. Hal ini menjadi menarik jika dikaitkan dengan realita saat ini dimana permasalahan kebutuhan gula sangat tergantung dari impor karena supply domestik tidak mampu memenuhi kebutuhan. Banyak kendala yang telah diungkap dan menjadi bahan diskusi banyak pihak baik perguruan tinggi, praktisi bahkan pemerintah sehingga mengarah pada titik pemecahan kendala tersebut hingga berujung pada langkah strategis mencapai swasembada(stop import) dan beralih menjadi eksportir dunia. 

Gula dengan komoditas tebunya tidak bisa pandang masalah sederhana untuk dimasa mendatang karena sangat berpengaruh pada eksistensi petani dan menimbulakn inflasi jika masalah di pertebuan tidak segera di selesaikan dengan baik dan tepat. Pesatnya perkembangan kebutuhan gula sementara peningkatan produksi relatif belum seimbang menjadikan Indonesia sebagai importir gula baik untuk gula kristal mentah (raw sugar) maupun gula industri (refined sugar). 

Pengembangan industri gula (pengolahan tebu) harus dilakukan secara terpadu mulai dari perkebunan, pengolahan, pemasaran dan distribusi yang didukung oleh pemangku kepentingan termasuk lembaga pendukung seperti litbang, SDM, keuangan/perbankan dan transportasi. Industri gula di Indonesia terdiri dari beberapa industri yaitu 59 pabrik gula (PG) dan 8 pabrik gula rafinasi (PGR).

Prospek industri gula nasional pada tahun 2016 tidak berbeda jauh dengan kondisi tahun 2015. Kebutuhan gula nasional setiap tahunnya masih akan terus bertambah, seiring dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat dan pertumbuhan sektor makanan dan minuman. Kebutuhan gula tahun 2016 adalah 5,69 juta ton namun produksi gula diprediksi akan berada di kisaran 5,5 juta ton. Pertumbuhan produksi gula tidak melaju cepat dibandingkan dengan tahun 2015 yang sebesar 5,3 juta ton. Produksi gula Indonesia menurun akibat adanya pengaruh cuaca ekstrim, yaitu El Nino sepanjang tahun 2015. 

Hal ini mengakibatkan Indonesia mengalami kekurangan produksi gula dibandingkan kebutuhan konsumsi. Kekurangan kebutuhan gula diatasi dengan melakukan impor gula. Sebagian besar gula yang diimpor adalah gula rafinasi, yaitu gula untuk memenuhi permintaan kebutuhan industri makanan dan minuman. Selama ini Indonesia banyak mengimpor gula dari Thailand, selain dari Australia dan Brazil.

Dari sisi produksi, produsen terbesar gula di dunia adalah Brazil dengan total produksi 36 juta ton per tahun. Produksi Indonesia hanya sebesar 2,25 juta ton per tahun atau sebesar 1,3% dari total produksi gula dunia. Produksi gula di Indonesia masih rendah dibandingkan potensi yang ada. Target swasembada yang dicanangkan pemerintah belum dapat berjalan dengan baik. Selain pengaruh El Nino, tidak adanya penambahan kapasitas produksi gula dan areal lahan tebu adalah alasan utama kenapa produksi gula Indonesia kecil.

Faktor resiko penting di industri gula adalah kondisi cuaca ekstrim yang bisa mengancam hasil panen tebu. Cuaca (agroklimat) ekstrim dan kekeringan berlangsung sejak tahun lalu akan memberikan pengaruh pada capaian produksi gula tahun 2016. Rendemen tahun ini diperkirakan turun dibanding 2015 akibat gangguan cuaca. Pada 2015 secara nasional tingkat rendemen sebesar 8.28% disebabkan iklim kering, sehingga proses pembentukan gula dalam tanaman tebu lebih cepat. Pada tahun 2016, cuaca ekstrim diperkirakan akan terjadi pada musim kering Nino) sekitar pertengahan sampai akhir tahun.

Produktivitas adalah faktor penting yang menentukan kinerja perkebunan gula. Produktivitas gula di Indonesia sebesar 5,2 ton gula per hektar. Dengan asumsi tingkat rendemen 7,5% maka dapat dihasilkan gula sejumlah 2,55 juta ton per tahun. Sampai dengan tahun 2015, areal perkebunan tebu adalah 487 ribu. Padahal dengan memperluas areal, minimal menjadi 700 ribu hektar, swasembada gula akan dapat tercapai. Perluasan lahan ini adalah kendala utama peningkatan produksi gula nasional. 

Dengan luas areal tanaman tebu 487 ribu hektar dan tingkat produktivitas sekarang hanya menghasilkan sekitar 5 ton gula per tahun. Faktor lain yang menentukan kinerja perkebunan adalah kapasitas produksi. Saat ini, Indonesia mempunyai 62 pabrik gula dengan kapasitas produksi 213 ribu TCD. Dengan meningkatkan kapasitas produksi dan meremajakan mesin-mesin produksi gula, dapat memproduksi gula lebih banyak per tahunnya.

LangkahSwasembada dan Menjadi Eksportir Gula. 

Karena masalah utamanya pada rendahnya produksi, pemerintah melalui Kementerian pertanian memiliki tanggungjawab penuh dan berat dalam membangun swasembada gula nasional hingga mampu menjadi eksportir dalam konteks sebagai negara lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Berbagai program dan kegiatan telah di tempuh oleh pemerintah sebelumnya, namun diperlukan penyempurnaan dan langkah-langkah yang efektif dan operasional. Program peningkatan produksi tebu menjadi suatu kewajiban yang tidak terelakkan untuk menompang pemenuhan kebutuhan yang harus tereskalasi sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan makin beragamnya industri makanan dan minuman masyarakat yang menggunakan gula sebagai unsur pemanis berkalori.

Meskipun sejumlah permasalahan di atas masih menghadang perkembangan indsutri gula nasional, namun tidak menyurutkan komitmen pemerintah untuk terus melakukan perbaikan internal sehingga mampu menjadikan Indoensia di masa mendatang sebagai negara yang memiliki industri gula berbasis tebu terkemuka. Untuk itu, dibutuhkan strategi yang akan dilakukan untuk mencapai swasembada dan ekspor komoditas gula secara berkesinambungan.

Adapun strategi yang ditempuh pemerintah melalui Kementerian Pertanian adalah: (1) pada tahun 2016-2019 dilakukan penguatan pada sektor onfarm dengan melakukan deregulasi lahan tanaman tebu yang selama ini menjadi hambatan utama dalam meningkatkan produksi dimana rasio kebutuhan gula dan tingkat produksi tidak memadai dimana luasan tanam menjadi salah satu faktor penting dalam memacu produksi, (2) pemanfaatan lahan Perhutani/off farm untuk ditanami tebu, (3) revitalisasi dan amalgamasi (revitalisasi) pabrik gula (PG) baik milik pemerintah/BUMN dan swasta dan (4) perbaikan dan pengembangan infrastruktur dalam rangka mendukung swasembada gula nasional.

Pada periode tahun 2020-2024 pemerintah melakukan masih melakukan penguatan on farm melalui: (1) optimalisasi pemanfaatan lahan Perhutani untuk usataha tani tebu, (2) peningkatan produksi dan produktivitas pada areal PG existing, sementara pada bagian off farm pemerintah melakukan langkah: (1) optimalisasi pada 18 PG swasta existing, (2) pembangunan PG baru, dan (3) pengembangan industri hilir; co generation dan pengembangan bio etanol.

Kemudian pada tahun 2025-2034 pemerintah memfokuskan kegiatanya pada on farm dalam aktivitas: (1) pemanfaatan lahan secara maksimal (optimal-sub optimal) dengan ditunjang riset berteknologi tinggi, (2) perluasan dan pemanfaatan lahan Perhutani/Inhutani, (3) peningkatan produksi dan produktivitas areal PG existing, sementara pada wilayah off farm di fokuskan pada pengembangan dan penguatan infrastuktur pendudkung swasembada tebu, (2) melakukan pengurangan import dengan cara penetrasi eksport ke pasar dunia, dan (3) optimalisasi pemanfaatan co generation dan bio etanol. Langkah terhakhir menuju eksport pada tahun 2035-2045 adalah memaksimalkan aktivitas: (1) teknologi melalui berbagai pendekatan riset, (2) pemantapan SDM dan kelembagaan, (3) pemanfaatan energi listrik dan athanol, dan (4) melakukan peningkatan pasar ekspor industri hilir berbasis tebu.

Empat tahapan strategi menempuh swasembada dan eksport tersebut akan dilakukan oleh pemerintah tentu dengan melibatkan seluruh stake holder dalam upaya mempercepat target tersebut diperlukan koordinasi dan sinergisitas lintas sektoral baik dalam bentuk kegiatan/program dan anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun