Kemiskinan selalu identik dengan keterbatasan ekonomi dan lemahnya tingkat ekonomi serta belum memadainya status sosial. Sebagian pendapat menyatakan, bahwa kemiskinan akan mengalami metamorfosa seiring dengan dorongan internal dan eksternal, namun secara umum dorongan internal lebih memicu terhadap taraf perubahan dibandingkan faktor eksternal. Berbagai pemikiran ekonomi dan pembangunan menyatakan, bahwa pendekatan ekternal melalui regulasi dan pertumbuhan ekonomi yang progresif akan lebih mampu mengubah keadaan mereka. Dua pendekatan tersebut relevan tidak ada yang diperdebatkan lagi, namun dalam kontek operasional perlu pendekatan tersendiri, apakah dorongan internal dulu atau eksternal sebaliknya.
Dari berbagai studi menyatkan bahwa perubahan individu, kelompok dan bangsa berawal dari tingkat pemikiran dan karakternya, dan 2 hal tersebut ditentukan dan dibentuk melalui proses pendidikan formal dan non formal secara kontiyu sehingga membentuk perubahan sikap jujur, bertanggungjawab, disiplin, pekerja keras dan memiliki tujuan/visi hidup. Perbandingan sederhana pada keluarga yang menginvestasikan hartanya untuk pendidikan anak dan untuk keperluan/pemenuhan hidupnya (logistik) secara empris menunjukkan, bahwa pendidikan yang lebih tinggi dan membangun karakter anak jauh lebih mampu merubah sikap dan taraf hidupnya di bandingkan dengan pendekatan fasilitas/logistik terhadap anak. Dengan demikian, pendekatan internal melalui pendidikan dan pembentukan mentalitas dan karakter jauh lebih penting dan mendesak daripada pendekatan eksternal.
Demikian halnya terkait memandang permasalahan kemiskinan di Indonesia, pemerintah harus melakukan pendekatan internal yaitu pembanguna mentalitas/karakter generasi muda dan membekali dengan skill melalui proses pendidikan  yang memadai. Hal ini sangat berpengaruh terhadap alokasi anggaran terhadap dunia pendididikan menuntut lebih besar dan memadai. Tentu dalam situasi sulit seperti sekarang ini, pemerintah perlu melibatkan pihak lain/stakeholder untuk mendukung dan terlibat dalam pembangunan dunia pendidikan baik jalur formal dan non formal disertai pembentukan karakter dan mentalitas generasi muda. Fokus pendidikan tersebut diarahkan pada daerah daerah yang sangat sulit mendapatkan informasi dan daerah yang secara ekonomi mengalami ketimpangan sosial dan ekonomi.
Strategi dan langkah yang dapat ditempuh dalam mencapai tahapan tahapan pembangunan SDM dalam upaya mengurangi kemiskinan dan membangun bangsa dan negara yang kuat secara mentalitas dan memiliki karakter adalah:
Pertama, Pemerintah mengidentifikasi seluruh perusahaan atau lembaga non pemerintah untuk mewajibkan mendirikan lembaga pendidikan formal dan non formal dan diprioritasnya bagi anak anak yang secara ekonomi kurang mampu atau dalam kondisi miskin. Pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab perusahaan atau lembaga nonpemerintah yang sudah mapan dan eksis baik secara bisnis dan kelembagaan. Namun dalam operasionalnya tetap mempertimbangkan faktor faktor ketentuan dari pemerintah atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kedua, selain menyiapkan lembaga pendidikan formal, pemerintah juga harus menyiapakan lembaga lembaga pendidikan non formal yang lebih mengarah pada penguasaan skill atau keahlian tertentu dan spesifik. Upaya ini perlu ditempuh untuk meberikan ruang dan kesempatan bagi peserta didik atau generasi mudah yang tidak ingin melanjutkan pada pendidikan lebih tinggi semisal starta s1, s2 atau s3. Sekolah non formal ini perlu dilembagakan secara masif diberbagai daerah yang memiliki kantong kantong kemiskinan lebih tinggi. Proses operasionalnya bisa melibatkan perusahaan perusahaan yang ada terutama dalam even even praktek atau kerja lapang.
Ketiga, bakti pengetahuan. Program ini lebih diarahkan pada pendistribusian SDM SDM perkotaan yang sudah mapan secara finalsial, pemikiran dan karakter untuk bisa di tempatkan di desa desa atau kantorng daerah daerah miskin dalam upaya untuk memberikan pencerahan dalam berfikir, bersikap dan sekaligus memberikan pengetahuan dan ketrampilan praktis kepada masayakat miskin khususnya generasi mudanya. Program dirancang secara reguler dan fokus bagi mereka yang tidak mampu menyelesaikan jenjang penddikan yang lebih tinggi dan memilki keterbatasan akses. Jika disuatu desa terdapat 1000 generasi muda dan ada sekitar 30 persenya ikut serta dalam program skill dan pengetahuan desa fokus pada pengembangan ekonomi, maka sangat dimungkinkan dampaknya akan besar.
3 langkah tersebut memungkinkan untuk dapat dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan stakeholder atau lembaga non pemerintah dalam upaya mengentaskan kemiskianan masyarakat sekaligus meningkatakan taraf pendidikan dan skill yang dimiliki generasi muda. Memang sulit namun harus dilakukan oleh pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H