Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menata Ulang Serbuan Urbanisasi

7 Oktober 2016   16:00 Diperbarui: 7 Oktober 2016   16:05 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota kota besar selalu menjadi impian para pencari kerja teruatama dari pedesaan. Mereka ibarat pasukan berani mati setiap tahunya terutama setelah lebaran berduyun duyun menuju ibu kota dengan bekal dan kemampuan seadanya melalui sahabat, saudara dan pribadi. Mereka tidak terlalu penting tentang jenjang pendidikan dan kemampuan utamanya yang penting bisa merubah suasana dari jauh dari segalanya menjadi lebih dekat. Tempat tinggal dan pekerjaan sambil jalan mereka pikirkan yang penting sudah melangkah dan bercita cita merubah nasip.

Berdasarkan angka statistik arus perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota cukup besar dan biasanya mereka lebih banyak memutuskan melakukan pekerjaan apa adanya terutama menjadi seorang buruh, berjualan jasa dan juga sebagai pedagang, sedikit sekali dari mereka yang bekerja di sektor formal. Kerasnya ibu kota dan besarnya persaingan tidak menyurutkan langkah mereka untuk mempetahankan hidup dan memperbaiki pendapatan. 

Struktur sosial perkotaan secara nyata berubah, dimana kaum urban memadati perkotaan dengan berbagai jenis pekerjaan yang mereka geluti, sementara sebagian besar penduduk kota bekerja di sektor formal dan memiliki pendapatan yang layak/memadai. Fenomena ini memang terjadi diseluruh ibu kota namun belum ada regulasi dari pemerintah daerah terkait bagaimana menata dan memformat struktur masayakat urban yang memadati perkotaan. Biasanya mereka identik dan bertempat tinggal di lokasi lokasi sudut kota yang belum dijadikan bangunan atau fasilitas pendukung perkotaan. Mereka mendirikan rumah semi permanen dan permanen hanya bermodalkan izin atau legalitas pemerintah tingkat desa, mereka memiliki kesempatan untuk tinggal di Jakarta dan bahakn sebagain besar dari mereka mengontrak/kost.

Pertumbuhan kaum urban pasti dan selalu diikuti oleh pertambahan populasi mereka, pertumbuhan populasi dimungkinkan membutuhkan tempat tinggal baru berikut sarana dan lapangan kerja baru. Disisi lain bagi mereka yang memiliki pekerjaan yang layak dan memadai setelah pindah ke kota mampu memberikan kontribusi terhadap desanya dan juga ibu kota, namun bagi mereka yang ke ibu kota tanpa ada perkerjaan tetap dan memadai, justru yang akan tumbuh adalah kesenjangan dan kerawanan sosial, misalnya berupa kejahatan. Ibu kota berubah tidak nyaman dan aman karena kehadiran mereka dan biasanya mereka memiliki komunitas atau gank tertentu demi menunjukkan eksistensinya dan mengusai wilayah wilayah tertentu demi mendapatkan keuntungan ekonomi.

Bagi kaum urban yang menjadi beban sosial dan menganggu kenyamanan dan keamanan sosial harus mendapatkan sangsi atau pendekatan khusus terutama bagi mereka yang melakukan tidak kejahatan perampokan, pemerkosaan, pencurian, pembegalan, kerusuhan dan penekanan/penindasan terhadap etnis etnis tertentu. 

Mereka harus mendapatkan sangsi berat yaitu harus melakukan proses pembinaan atau dipulangkan kembali ke kampung halaman. Jadi kaum urban yang menuju ibu kota hanya diperuntukkan bagi mereka mereka yang memiliki kesiapan mental, mampu berkontribusi untuk ibu kota dan tidak membuat ketidak nyamanan dan keamanan perkotaan. Atuaran lain adalah adanya syarat khusus, atas kesepakatan pemerintah perkotaan dan pedesaan terhadap mereka yang ingin menuju kota, misalnya dari sisi usia, skill yang mereka miliki, mentalitas dan kesehatan moralitas. JIka hal tersebut tidak dimiliki oleh kaum urban, mereka dinyatakan tidak layak tinggal di perkotaan. 

Sebagai bentuk dukungan terhadap kaum urban pemerintah kota dan desa perlu membauat MOU dengan prinsip TAKE AND GIVE, hal ini penting agar kaum urban memiliki kesadaran dan tujuan yang jelas mengapa meninggalkan desa dan bekerja di perkotaan. Jika memungkinan sebelum melakukan aktivitas pekerjaan di perkotaan kaum ujar harus melalui wawancara atau iterview dengan petugas perkotaan yaitu dinas ketenagakerjaan dengan melengkapi dokumen yang harus mereka penuhi. 

JIka mereka tidak meenuhi syarakat dan ketentuan yang berlalku sebaiknya di hentikan. Pemerintah juga harus mempertimbangkan dan memperhatikan tempat tinggal mereka, yaitu dengan tidak memberikan izin tinggal di susdut sudut kota yang akan menganggu lalu lintas dan kebersihan perkotaan. Setiap kaum urban harus memiliki kartu kendali yang merupakan identitas dan digunakan sebagai kartu lapor ke pemerintah setempat lingkup kelurahan atau kecamatan. Tujuan dari wajib lapor ini untuk mengetahui progres kaum urban selama di perkotaan terutama menyangkut progres aktiviats/pekerjaan mereka. 

Langkah berikutnya yang bisa ditempuh pemerintah kota adalah dengan memberikan jangka waktu bagi kaum urban untuk bisa bisa bekerja di ibu kota misalnya jangka waktu maksimal 5 tahun, 10 tahun dan 15 tahun setelah itu mereka dipersilahkan kembali ke desanya setelah memiliki pengalaman memadai di kota untuk di teruskan di pedesaan. Faktor lain yang menjadi syarat adalah, mereka tidak diperkenankan memiliki rumah/menetap di Jakarta yang dibenarkan adalah mengontrak/menyewa rumah. Jika hal ini tidak dilakukan regulasi arus urban akan semakin tidak terbendung dan perkotaan akan semakin padat sehingga menimbukan kemacetan sistemik, dan saat ini sudah terbukti  diberbai kota di Indonesia.

Jika hal ini dilakukan oleh pemerintah kota sangat dimungkinkan mereka mereka yang tidak produktif atau tidak meberikan kontribusi nyata terhadap ibu kota menadapatkan sangsi di pulangkan dan dicabut statusnya sebagai warga kota. Dengan demikian kaum urban merupakan orang orang yang memiliki mentalitas, skill dan kontribusi terhadap ibu kota bukan sebaliknya. Hal ini menjadi sangat penting agar kaum urban tidak menjadi penghambat dan beban pembangunan perkotaan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun