Pertanian Indonesia sejak dulu hingga saat ini masih menyimpan misteri dan siapapun harus berusaha untuk menemukanya terutama bagi mereka individu, komunitas, lembaga dan negara. Misteri pertanian ini bak cerita lama yang selalu diulang ulang penayanganya hingga bosan untuk melihat dan mendengarkanya.
Sudah berbagai forum diskusi, riset dan investigasi dilakukan oleh berbagai pihak dengan menelan anggaran, waktu, energi dan pemikiran dari berbagai latar belakang dan disiplin ilmu baik dalam maupun luar negeri, namun misteri itu belum juga terungkap, bahkan pencarian dengan berbagai pendekatan dan alatpun hingga sekarang masih dilakukan.
Ini sungguh sungguh misteri. Setiap pergantian pemerintahan dan regulasi/kebijakan, pembicaraan tentang program/kegiatan pertanian tidak pernah luput bahkan terlupakan dengan justifikasi, "bahwa pertanian adalah sektor yang sangat penting karena meyangkut hajat hidup kurang lebih dari 60 % penduduk Indonesia, maka dengan cara apapun pembangunan pertanian harus diperhatikan".
Anggaran sektor pertanian sejak 2004 melalui APBN memiliki kecenderungan meningkat dengan arah dan tujuan program/kegiatan adalah untuk kesejahteraan petani. Trilyunan rupiah anggaran di hamparkan ke seluruh Indonesia melalui mekanisme langsung dari pusat dan dari daerah melalui dekonsentrasi, semua berbau isentif baik pada input produksi atau output produksi serta melalui jalur pemberdayaan dan pembinaan petani melalui mekanisme penciptaan teknologi baru dan diseminasi.
Misteri yang belum terungkap tersebut masih terlihatnya angka kemiskinan, tingkat pengangguran dan rendahnya pendapatan petani pedesaan. Petani masih masih berada pada area kemiskinan, hal ini ditunjukkan dari daya beli mereka yang relatif kecil terutama terhadap kebutuhan pokok hidup yaitu sandang, papan dan pangan (asupan gizi).
Status miskin mempersempit ruang gerak keluarga petani khususnya anak anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi hingga memiliki skill atau ketrampilan tertentu, mereka hanya mampu menyelesikan pendidikan paling tinggi tingkat SLTA. Rendahnya tingkat pendapatan tidak hanya memperkecil peluang petani untuk memperbaiki kualitas hidup namun juga mempengaruhi keberlangsungan usahatani mereka.
Seluruh anggaran, tenaga dan pikiran tertumpu pada pertanian dan pedesaan namun semua itu belum mampu mengubah suasana pertanian menjadi handalan dan harapan petani dan negara. Masih kita dengan petani kesulitan mendapatak pupuk, benih, alat alat pertanian, pestisida, air, tempat menjual dan harga yang layak.
Padahal Tuhan telah mengaruniai Indonesia dari Sabang hingga Merauke lintasan katulistiwa yang mengubahnya menjadi negara agraris, negara yang telah terhampar lautan cahaya matahari sepanjang saat hingga tumbuhan dan tanampun akan hidup denganya. Sungguh Ironis dan disayangkan, seluruh potensi kerahkan namun efeknya belum membanggakan petani, bangsa dan dunia. Indonesia masih mendapatkan negara dengan pertanian marginal atau kurang prosfektif dalam mengahdapi pasar dunia karena misterinya belum terangkap.
Lalu pertanyaan? sedang apakah pertanian Indoensia sekarang dan kemarin dan bagimanakah seharusnya keluar dari misteri itu? Kebangggan kita tentang Indonesia terungkap dan terlihat dari luasan yang membentang sumbedaya alam se nusantara karena memang negeri ini ditaqdirkan sebagai negeri pertanian dan dipersembahkan untuk kesejahteraan siapaun yang ada dalamnya.Â
Misteri itu ternyata senantiasa dan terus menyertai aktivitas pertanian negeri ini dan itu tidak sepenhnya lahir dan muncul dari petani, namun dari pengelola pertanian dan pihak pihak lain yang memanfaatkan dan ikut campur didalamnya bahkan ikut mengerdilkan pertanian dan petaninya. Ia tidak ingin pertanian menjadi sektor besar dan menjadi tumpuan/tulang punggung pembangunan, ia hanya ingin pertanian apa adanya. Ada 3 misteri dalam pemabngunan pertanian yang menghantui petani dan masyarakat.
PERTAMA, pembangunan pertanian sebagai bagian dari sektor penting dan utama tidak pernah menjadi perhatian utama pemerintah dan juga pelaku bisnis atau niaga. Pertanian selalu diasumsikan dan di imajinasikan sebagai sektor yang sulit berkembang dan sulit untuk dipecahkan permasalahanya walaupun masalah pembangunan melekat pada pedesaan yang identik dengan sektor pertanian. Pemikiran pemikiran demikian begitu masif merambah dan melekat pada para pengambil kebijakan terutama kepala daerah dan pimpin pusat.