Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menakar Anggaran dan Regulasi Pangan

22 September 2016   08:32 Diperbarui: 22 September 2016   08:42 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah akhir akhir ini dihadapkan pada masalah besar dan serius yaitu terkait keterbatasan anggaran atau penerimaan negara khususnya dari sektor pajak. Hal ini tidak hanya berdampak pada devisit anggaran yang berujung pada efisiensi penggunaan anggaran, namun komponen dari APBN merupakan bagian dari pinjaman atau hutang. Jumlah perolehan pajak tahun 2016 jauh dari target

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 656,11 triliun hingga 13 September 2016. Pencapaian tersebut baru 48,41 persen dari target yang dipatok di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 sebesar Rp 1.355,2 triliun. Penerimaan pajak sebesar Rp 656,11 triliun sepanjang Januari-13 September 2016 tumbuh 4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 631,64 triliun. Jika dihitung dari target APBN-P 2016 sebesar Rp 1.355,2 triliun tahun ini, realisasi penerimaan pajak baru mencapai 48,41 persen. 

Rinciannya, terdiri dari penerimaan pajak non migas sebesar Rp 634,56 triliun dan dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas sebesar Rp 21,56 triliun di periode hingga 13 September ini. Pajak non migas per 13 September ini tumbuh 7 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 594,18 triliun. Tapi PPh Migas anjlok 42 persen dari sebelumnya Rp 37,46 triliun. Pajak non migas terdiri dari, PPh Non Migas yang realisasinya mencapai Rp 374 triliun atau naik 9 persen dari pencapaian sebelumnya hingga 13 September 2015 sebesar Rp 343,07 triliun. 

Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) merosot 3 persen dari Rp 246,69 triliun menjadi Rp 240,17 triliun sampai dengan 13 September ini. Tapi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya masing-masing bertumbuh 1.884 persen dan 39 persen dari Rp 771,07 miliar dan Rp 3,65 triliun menjadi Rp 15,29 triliun dan Rp 5,08 triliun. Realisasi penerimaan pajak ini termasuk uang tebusan dari program pengampunan pajak.

 Uang tebusan yang sudah masuk mencapai Rp 18,8 triliun, ditambah dengan pembayaran uang tebusan susulan Rp 250 miliar dan pelunasan tunggakan pajak Rp 2 triliun karena ikut tax amnesty. Jadi kontribusinya sudah Rp 21,26 triliun. Angka ini dalam dua sampai tiga hari ke depan akan ter-update. Hasil uang tax amnesty ada tiga, uang tebusan, tunggakan pajak, dan pembayaran terkait bukti permulaan. (Sumber)

Mencermati antara target dan realisasi tersebut, pemerintah harus mengambil langkah langkah cepat dan tepat terkait belanja tahun 2017 terutama untuk sektor pertanian. Hal ini menjadi sangat penting karena sektor pertanian memiliki pegang kendali terhadap pertumbuhan ekonomi secara agregat nasional terutama kontribusi komoditas komoditas tertentu sebagai penyumbang devisa. 

Untuk itu arah dan kebijakan penggunaan APBN tahun 2017 harus mampu meberikan sumber sumber pertumbuhan baru ekonomi terutama dalam upaya mengentaskan kemiskinan  perdesaan  melalui peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja ke sektor pertanian. Orientasi dan fokus pertumbuhan produksi lebih di arahkan pada komoditas pangan dan hortikultura, perkebunan serta ternak yang sering disebut 7 komoditas utama dan strategis yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, tebu/gula dan ternak/daging. 

Keterbatasan anggaran tahun 2017 selain harus fokus pada komoditas utama dan strategis, pengalokasian anggaran lebih mengarah pada kegiatan yang memilki nilai investasi jangka panjang seperti perbaikan irigasi, jalan dan perbaikan infrastruktur lainnya pendukung aktivitas pertanian. 

Dukungan riset sebagai sumber inovasi teknologi tidak boleh diabaikan, karena riset selain memiliki nilai investasi jangka panjang juga secara langsung memberikan dukungan langsung terhadap target target produksi seperti perbanyakan benih/bibit, mekanisasi pertanian, pengolahan/pasca panendan teknis budidaya serta manajemen/pengelolaan sumberdaya pertanian. Untuk itu aktivitas riset harus mampu memberikan jaminan terhadap ketersediaan dan keberlangsungan inovasi teknologi pertanian yang mampu meningkatakan daya saing dan nilai tambah petani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun