Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perubahan dan Keniscayaan Pemuda

14 Juli 2016   11:42 Diperbarui: 14 Juli 2016   11:53 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang ekspresi terbuka luas seiring arus reformasi bergulir sejak tahun 1998. Kejatuhan rezim soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun tidak hanya meberikan harapan pada masa depan politik dan demokrasi Indonesia, namun juga memberikan nafas panjang dan energi kuat elemen masyarakat khususnya generasi muda. Perubahan dan masa transisi bergulir kurang lebih 18 tahun masa yang sangat panjang setidaknya sudah 3 kali pemilu atau 3-4 kali berganti kepemimpinan. Lahirnya reformasi harus dibayar mahal, karena harus mempersembakan korban jiwa. Agenda reformasi tidak boleh surut dan berhenti karena ia merupakan amanah rakyat. 

Opini dan isu kepemimpinan muda telah menggelinding begitu cepat di berbagai negara namun gerakan ini menjadi ancaman bagi kelompok tua klasik yang kepentingannya tidak ingin diganggu, berbagai cara mereka lakukan untuk membendung laju pemikiran dan gerakan kaum muda. Langkah langkah demikian tidak hanya merugikan generasi muda, namun negara akan kehilngan kesempatan untuk melakukan perubahan dari berbagai hal. Ide saatnya yang muda memimpin negara adalah ide positif dan konstruktif, namun dalam sepanjang sejarah perubahan tidak hanya ditupukan pada kekuatan anak muda, namun harus bersinergi dengan kaunm tua. Yang menjadi pertanyaan adalah? seberapa proporsionalnya peran tersebut secara operasional dapat terbagi?. Sekali lagi kehadiran pemikiran, gagasan dan langkah langkah anak muda tidak bisa ielakkan untuk suatu perubahan, namun perean kaum tua tidak bisa di nafikkan, ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisahkan.

Indonesia pasca reformasi telah mengalami fase transformasi kepemimpinan dan pengelola negara. Fase tersebut sangat menarik untuk di kaji dan diamati yaitu terkait seberapa besar kontribusi generasi muda dalam perubahan bangsa dan negara. Apakah hanya sebatas pemikiran atau aksi nyata. Sulit memang untuk membuktikan secara data, namun telah terjadi perbedaan nyata antara sebelum dan sesudah bergulirnya reformasi. Generasi muda secara per lahan namun pasti sudah memiliki posisi/peran di lembaga lembaga startegis negara, walaupun jumlah mereka belum signifikan. Kenyataan menunjukkan performance strutur/susunan lembaga eksekutif dan legislatif sudah banyak memberikan ruang pada generasi muda dan ini trend positif. 

Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar pengaruh pemikiran dan gagasan anak muda terhadap perubahan bangsa dan negara. Terus, apakah pemikiran pemikiran anak muda tersebut hal hal yang baru atau gagasan lama? 2 pertanyaan inai sangat penting untuk di jawab. Mengapa?karena untuk mengukur seberapa besar dan signifikanya peran pemuda dalam perubahan bangsa harus terbukti secara nyata bukan hanya klaim semata. Setidaknya ada hal hal yang baru dalam bentuk regulasi/kebijakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun