Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tragisnya Macet Exit Brebes

10 Juli 2016   10:29 Diperbarui: 10 Juli 2016   10:41 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran kali ini istimewa bagi keluarga kami, betapa tidak, karena kami yang sepanjang tahun mudik/lebaran ke Sumatera/Riau kali ini merapat ke Jawa Timur/Tulung Agung bersama keluarga besar.

Mimpi kami adalah? bisa berkumpul bersama keluarga semaksimal mungkin tanpa ada kendala berarti selama menempuh perjalanan. Perjalanan lancar, nyaman dan tenang tentu menyenangkan. 

Menempuh perjalanan via darat sangat mengasikkan, tidak hanya menikmati indahnya pemandangan sepanjang jalan, namun nuansa kuliner sangat menggiurkan, singgah di tempat ibadah dan rekreasi membetikan kesan yang berarti.

Namun sayang, mudik kali ini (2016) dinodai dengan kemacetan sistematis baik saat berangkat dan saat pulang. Tidak ada lagi kepuasan dan kenyamanan saat di kampung bersama keluarga karena dibayangi kemacetan saat pulang. Maka, mudikpun dihantui cemas dan takut macet.

Waktu habis di jalan. Jarak tempuh Bogor-Tulung Agung yang seharusnya kurang lebih 17-24 jam menjadi 48-55 jam. Fasilitas tol belum signigikan memberikan pengaruh terhadap mempercepat perjalanan, namun justru memperlambat perjalanan hingga puluhan jam.

Sepanjang jalan tol khususnya mendekati pintu keluar baik pejagan dan brebes tumpukan kendaraan mencapai ribuan kemdaraan seoanjang 20-30 KM. Tidak hanya kendaraan yang mengalami kelelahan saat macet namun pengendarapun juga mengalami strea karena teetahan piluhan jam di tol.

Kendaraan banyak yang kehabisan bahan bakar. Rest Area tidak di sekitar kemacetan demikian halnya fasilitas kesehatan bagi pemudik. Kondisinya sangat memprihatinkan karena pada saat yang sama pengendara mayoritas menjalankan puasa. 

Sepanjang jalan tol tumpukan sampah melimpah, demikian halnya aroma pesing/bau sepanjang kemacetan akibat bayak yang buang air kecil dan besar. Anak anak banyak yang menangis akibat panasnya suasana ditempat macet.

Pada saat yang bersamaan tidak di temukan tirun tangan negara dalam meredam memanasnya kemacetan, misalnya dengan memberikan informasi kongkrit tentang macet secara reguler ke pemudik, tidak adanya fasilitas umum yang disediakan, tidak adanya distribusi logistik baik makanan dan minuman dari negara, tidak adanya fasilitas kesehatan/mesis saat macet, tidak hadirnya pejabat negara saat macet, tidak adanya kompensasi saat macet, misalnya pemotongan pembayaran tol yang signifikan sebesan 50%, dan yang menyedihkan pemerintah seolah tidak respon cepat terhadap hal tersebut.

Sungguh ini kejadian yang saya saksikan pada saat H - 6, kemacetan sangat mencekam. Peran negara tidak maksimal bahkan ada kecenderungan membiarkan. Lalu sampai kapan maslalah ini berlanjut? Negara yang berkewajiban melayani rakyat seolah tak peduli lagi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun