Melemah dan rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 di bawah 6% menunjukkan bahwa secara umum aktivitas dan pergerakan sektor tidak membaik. Tentu banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi baik faktor internal atau eksternal. Secara global perekonomian dunia kurang membaik terutama di picu dari instrumen melemahnya harga minyak dunia dan menurunya daya masyarakat internasional terhadap komoditas non pangan. Melemahnya rupiah terhadap dollar yang diikuti juga oleh inflasi (daya beli menurun) akibat kebijakan pencabutan subsidi BBM menjadi pemicu domestik (internal) mengapa pergerakan sektor riil kurang membaik.
Akibat lain dari melemahnya daya beli masyarakat terhadap berbgai produk industri memicu investasi tidak menarik lagi bagi investor, hal ini ditandai oleh hengkang/tutupnya banyak peusahaan besar di Indonesia yang diikuti oleh pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai wilayah, akibatnya pengangguran semakin masif dan tidak terkendali. Dampak dari hengkang dan melemahnya daya beli masyarakat tersebut tidak hanya ke sektor industri dan jasa, sektor pertanianpun mendapatkan imbas dari hal tersebut.
Secara riil imbas dari kurang kondusifnya pertumbuhan perekonomian tersebut menurunya produksi dan nilai jual produk pertanian khususnya komoditas perekebunan terutama sawit dan karet. Sudah tertalu lama harga sawit dan karet memberikan dampak menurunya pendapatan petani, bahkan tidak sedikit dari petani sawit dan karet pasrah akibat penurunan harga tersebut. Tentu harus ada upaya komgkrit dari pemerintah dalam menyikapi situasi tersebut. Berbagai pendekatan harus dilakukan baik melalui pendekatan aspek hulu dan hilir.Â
Aspek hulu harus memberikan isentif input produksi dan harga, sementara aspek hilir harus menghidupan lagi industrialisasi perkebunan khususnya sawit dan karet. Tradisi selama ini semangat ekspor dengan pendekatan penjulan produk produk mentah (bahan baku) harus diubah menjadi ekspor bahan bahan jadi dengan berbagai turunan terutama dari produk sawit, sehingga nilai tambah dari kedua komoditas tersebut tinggi. Menggenjot investasi baik melalui jalur dalam dan luar negeri harus dilakukan pemeritah dengan melibatkan pihak swasta dan asosiasi petani sawit dan karet nasional. Langkah langkah tersebut ditempuh dalam upaya meningkatkan nilai jual produk sekaligus meningkatkan devisa negara.
Memang upaya ini dibutuhkan kerja keras, ketersediaan anggaran, perencanaan yang matang dan visioner serta terintegrasi dengan sektor sektor terkait. Selama ini usahatani atau pergerakan sektor perkebunan cenderung parsial tanpa memiliki kekuatan kolektif, sehingga petani selalu menjadi korban jika terjadi peperangan pasar global. Sektor perkebunan dari 2 komoditas tersebut tentu tidak boleh dipandang sebelah mata atau diremehkan karena faktanya 2 komoditas ini penyumbang devisa tersebar. Jika tidak ada upaya perbaikan dan penanganan maksimal, maka sangat dimungkinkan pertumbuhan ekonomi nasional tidak membaik sepanjang tahun, dan dampaknya terhadap kesejahteraan petani, masyarakat dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H