Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akar Kolusi dan Korupsi dari Pemilu

2 April 2014   21:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:10 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karakter Partai Tradisional dan  Modern

Kita percaya dan merasa tidak heran jika dalam kampanye jumlah peserta yang hadir bisa mencapai puluhan ribu bahkan ratusan ribu akibat dari adanya fasilitas untuk bisa hadir dilapangan yang diberikan oleh partai melalui simpul simpul masa berupa uang dan hiburan panggung berupa konser lagu atau adegan menarik lainya (goyang dangdut bercampur musik hotnya).

Namun kita merasa sangat heran dan tidak percaya pada saat yang berbeda masyarakat berduyun duyun menuju areal kampanye dengan jumlah masa lebih besar dari keadaan diatas tanpa menggunakan fasilitas dibayar partai dan adegan dan konser musik namun bisa berkumpul dan sangat antusias dalam ikut serta kampanye dalam keadaan tertib dan disiplin.

Dua fenomena yang berbeda dari dua hal diatas. Yang menjadi pertanyaan besarnya adalah mengapa fenomena kedua bisa terjadi?itulah kiranya yang mebedakan antara partai kader militan terorganisir dengan partai kader terogranisir tapi semu. Ikatan dan hubungan emosional yang terbangun oleh partai karakter 1 berdasarkan kepentingan dan kemanfaatan, sementara partai yang berkarakter 2 ikatan dan hubungan emosional dibangun karena kesamaan persepsi (idiologi-falsafah dasar perjuangan) dan kepentingan jangka panjang untuk bersama.

Tentu untuk melahirkan karakter partai 2 harus melalui proses yang sangat panjang dengan melalui liku liku pengkaderan dan terpaan lapangan serta hubungan sosial yang saling bertautan dan menguntungkan, sementara karakter partai 1, proses melahirkannya tidak perlu memerlukan retang waktu panjang dan proses terpaan lapangan yang menyulitkan karena hubungan interpersonal lahir berdasarkan kebutuhan.

Karakter partai 1 sangat sulit dipastikan komitmen dan loyalitasnya terhadap partai dan garis perjuanganya apalagi diminta komitmen pengorbananya untuk partai karena memiliki sikap “apa yang bisa kudapatkan dari partai”, namun karakter partai 2 sangat kuat untuk berkomitmen terhadap visi dan misi partai serta pada pimpinanya karena mereka memiliki sikap” apa yang bisa kuberikan untuk partai dan bangsaku”, dan mereka juga memilki komitmen besar untuk berkorban untuk partai dan kepentingan perjuanganya.

Oleh sebab itu partai karakter 1 selalu dihadapanpada permasalahan logistik dan keuangan dalam upaya mengendalikan dan menggerakkan basis masa atau simpatisanya. Dalam tatataran ini partai memiliki potensi untuk memiliki beribu cara untuk mampu memenuhi kebutuhan logistik dan keuanganya dengan cara menggerogoti  SDA dan uang negara melalui kolosi tau korupsi akibat tuntutan biaya politik dan sosial partai yang tinggi.

Namun berbeda dengan partai karakter 2, ia tidak disibukkan dengan mengurusi kebutuhanlogistik dan keuangan kader dan simpatisanya dalam even apapaun termasuk kampanye, karena setiap kader dan simpatisan mengorbankan dan mengeluarkan logistik dan uanganya untuk membesarkan partainya. Partai berkonsentrasi untuk menjaga stamina organisasi dan percepatan proses kaderisasi serta penambahan basis pendukung sepanjang waktu sehingga hasilnya dipetik setelah pemilu berikutnya. Pada saat yang bersamaan partai memacu untuk meningkatkan kualitas ferfomancenya di publik dengan berbagai pendekatan yang kreatif sesuai kebutuhan masayarakat dan tidak harus melalui baju partai.

Jika mentalitas dan karakter partai 2 ini hidup dan terus berkembang di perpolitikkan Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan paradigma dan proses pendekatan partai partai di Indonesia akan berubah gayanya dalam menjual partai dan mempengaruhi masayakat MENINGGALKAN GAYA POLITIK TRADISIONAL MENGUBAH GAYA POLITIK MODERN dan gaya politik tradisional inilah yang masih melekat pada partai partai besar di Indonesia. Akibatnya pendidikkan politik dan kualitas pemilih dari pemilu kemilu berikutnya tidak berubah karena pendekatan partai yang masih tradisional MUNCULAH PEMULIH REALISTIS (terdidik) dan PEMILIH IRASIONAL (tidak terdidik).

Pemilih Rasional dan Media Sosial

Jika pemilih rasional/terdidik dihadapan pada sosial media dalam merespon proses politik melalui partai politik yang mempengaruhi pemikiranya, maka pemilih rasional akan memiliki pilihan bukan berdasarkan emosional dan pragmatis, namun ia akan mencari seoptimal mungkin tentang performance partai dan track record pengurus dan kadernya serta fenomennya dilapangan/kehiduoan sehari hari. Jika partai tersebut memiliki point yang posistif, maka pemilih rasional akan menjatuhkan pilihanya pada partai yang dinyakini mampu memperjuangkan keinginanya terutama untuk kepentingan bangsa dan negara.

Sepertinya trendnya kedepan partai akan dihadapkan pada konstituen rasional yang semakin masif seiring dengan perkembangan teknologi dan masifnya pergerakan partai berkarakter 2. Di saat inilah partai berkarakter 1 harus berubah haluan dan habis habisan menguras energi untuk melambungkan partainya.

Kemudian, siapakah pemilih cerdas di republik Indonesia ini ? salah satu jawabannya adalah pengguna internet atau yang biasa online, menurut penelitian pakar online, Adriansyah Dermawan dari Istana Mulia Teknologi (IMTEK PT Istana Mulia Groups), rata-rata mayoritas pengguna online, khususnya SOSMED berumur 17 sd 45 tahun, sehingga wajar jika PKS (50,6%) dan Capres Ahmad Heryawan (37%) menang mutlak di setiap polling dunia online. Karena loyalis dan simpatisan PKS adalah dari kalangan muda terdidik dan religious, disusul PDI Perjuangan (27,3%) dan Jokowi (17,1%) yang diisukan menggunakan jasa SEO atau pakar online bayaran, walau sampai saat ini sulit dibuktikan, namun tidak ada bantahan secara hukum dari pihak PDIP atau Jokowi.

Walaupun PKS tidak memiliki media sebagaimana partai lainnya, namun ratusan ribu kader PKS yang berasal dari kalangan kampus dinilai sangat peduli teknologi dan mampu membangun popularitas dan elektabilitas PKS terus naik dari hari kehari, walau PKS terus di Bully media TV dan Media Cetak yang sudah beraviliasi partai dan Capres tertentu. Tapi kenyataannya, PKS semakin di Bully media, PKS semakin dicintai kalangan menengah muda terdidik religious.



Sumber: www.detik59.com

Berikut adalah hasil polling beritasatu.com sampai tanggal 1 April 2014 jam 06.00. Sebanyak 12 parpol nasional akan bertarung memperebutkan 186 juta suara pemilih dalam Pemilu 2014.

Hapus Korupsi dengan Biaya Politik Rendah

Jika partai politik mampu menempatkan dengan baik dipertarungan media sosial, maka ia akan menuai keuntungan politik yang positif dengan diikuti biasa politik yang rendah. Akibat dari semua ini demokrasi dan pesta demokrasinya tidak selalu dan harus menguras logistik dan biaya yang fantatis hanya untuk memperoleh suara sehingga potensi korupsi dan eksploitasi SDA sebagai biaya politik akan mampu dicegah dengan efektif. Semuanya bermula dari biaya politik yang rendah dengan menempatkan pemilih sesuai fikiran dan hati nuraninya bukan karena dipengaruhi uang dan logistik. Jika biaya politik tetap tinggi maka proses metamorfosa kolusi dan korupsi tidak akan pernah berhenti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun