Waktu penetapan pasangan Capres dan Cawapres sudah semakin dekat. Seluruh partai siap siaga dan menggunakan seluruh kemampuan politiknya untuk saling menyatu dalam tubuh koalisi. Tentu masing masing partai memiliki motif dan orientasi yang berbeda beda dalam memandang koalisi berdasarkan pengalaman politik dan koalisi diwaktu waktu sebelumnya.
Pilihan koalisi berdasarkan kedekatan visi dan misi menjadi jalan penemu terjadinya kesepakatan, walaupun pilihan koalisii karena kepentingan jabatan/bagi bagi kursi juga menjadi motif. Namun semuanya akan menuju kesatuantubuh koalisi, setelah itu melakukan pertempuran antar calon presiden yaitu pilpres.
Ada 3 magnit yang menjadi perekat koalisi yaitu Jokowi, Prabowo dan ARB. Ketiga capres ini memiliki potensi meminang dan dipinang partai partai lain. Kedekatan idiologi sepertinya sulit untuk terjadi di Indonesia sebagai dasar koalisi, yang selama ini terjadi masih didukung oleh kedekatan emosi dan bagi bagi jabatan/kursi.
Koalisi kali ini seharusnya sudah harus mengarah pada kedekatan idiologi, visi, misi dan emosi. Sehingga pernikahan/koalisi yang dibangun megarah pada cita cita bersama untuk bangsa bukan untuk partai dan golongan. Sepertinya partai partai tidak ingin salah langkah untuk berkoalisi sehingga akan tidak menguntungkan bangsa dan partainya. Disinilah kecerdasan dan kelihaian partai di buktikan, karena tidak hanya berefek persepsi publik terhadap partai, tapi juga menyangkut masa depan partai kedepan.
Koalisi yang sudah terbentuk sementara adalah koalisi Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera. Saya lebih senang menyebut koalisi Garuda Keadilan. Menurut pengamatan saya, Gerindra lebih memilih PKS dulu karena sudah memiliki 3 hal penting sebagai modal bertarung:
Pertama, PKS memiliki basis masa dan infrastruktur partai yang kuat dan meluas. Hal ini ditandai dengan kuatnya saat menghadapi konsvirasi dari musuh musuhnya, yaitu kasus Misbahun, Arifianto dan LHI dan terjadi tidak mepengaruhi kokohnya struktur/organisasi.Bahkan yang muncul adalah kekuatan baru dengan menyumbangakan suara kurang lebih 7 % di pemilu 2014. Padahal PKS diprediksi akan tenggelam dan hanyut alias tidak masuk dalam ET.
Kedua, PKS memiliki pengalaman koalisi 2 kali dengan SBY. Pengalaman itu mebuat Gerindra semakin percaya diri untuk take and give, apalagi pengalaman tersebut sangat produktif.
Ketiga, PKSselain meiliki kekuatan struktur, pengalaman dari 2 periode memenangkan SBY tidak ditopang oleh kekuatan dana saja, namun kekauatan dan efek kader lebih besar dan berpengaruh untuk mendulang suara. Hal ini akan sangat meringankan beban Gerindra dari sisi pendanaan.Tradisi penggalangan jumlah masa yang sangat besar inisudah menjadi brand PKS yang sulit dilakukan partai lain walaupun sekelas PDIP, Golkar, Demokrat bahkan Gerindra.
3 alsasan ini yang menjadi Prabowo memandang PKS sangat seksi dan cantik, sehingga jatuh hati untuk segera meminangnya sebelum dipinang partai atau capres lainya.
Tentu PKS juga memangdang Prabowo dan Gerindra dengan caranya tersendiri. Yang jelas PKS sedang tidak mabuk dan sakit dalam melakukan jalinan komunikasi dan koordinasi untuk menjadi koalisi permanen. PKS dengan pengalaman koalisi denagn Demokrat dan Partai lain, pasti sudah memiliki rumus jitu dalam memutuskan koalisi. Bahasa yang sering disampaikan politisi PKS Fahri Hamzah adalah Koalisi SENYAP, atau bukan sekedar bertemu, berkomunikasi kemudian koalisi.Berikut petikkanya:
Kalau MS (Majlis Syuro) memutuskan Koalisi PKS artinya koalisi ini untuk bertarung dalam Pilpres.
Perlu diingat bahwa tidak ada satu partaipun yang menggapaipresidential treshold (PT). Termasuk PKS.
PT adalah syarat mengajukan sepasang capres yaitu 25% suara dan 20% kursi setara 112 kursi DPR.
Kalau tak ada partai yang mencapai itu maka dia wajib cari pasangan. Inilah yg memaksanya 'berbagi' sejak awal.
Sayangnya, setiap partai yang ajukan capres ingin juga wapresnya dari partai yang sama tapi tidak bisa.
Inilah anomali pertama presidensialisme dalam multi partai. Jokowi bilang mau dimurnikan.Piye mas?
Maka, ada 3 tahapan yang dilalui: 1. Dengan siapa cukupkan PT 20%, 2. Bagaimana menang dan 3. Bagaimana berkuasa.
Ada yang mengatakan bahwa 3 tahap ini dipisah saja. Menurut saya tahap ini sulit dipisah.
Secara teknis, memperoleh tiket dan memenangkan pertarungan dan mengelola kabinet bisa dipisah.
Tetapi jika kita mulai pisahkan 3 proses yg berkelanjutan ini maka rohnya akan hilang sejak awal.
Semangat membangun Tim untuk menyelenggarakan pemerintahan yang solid harus diutamakan dari yang lain.
Sebab jika semangatnya adalah yang penting menang nanti berkuasa urusan belakang bisa bahaya.
Jika semangatnya yang penting berkuasa maka nanti partai2 akan berpikir yang penting dapat jatah kekuasaan.
Inilah akar dari munculnya pemerintahan yang tidak solid dan tidak bisa selesaikan masalah dalam diri sendiri.
Jika memutuskan 'Koalisi PKS' maka PKS juga memikirkan masalah itu sebagai masalah dasar.
Alangkah baiknya koalisi itu bahkan juga berkomitmen bahwa kalau menang berkuasa dan kalau kalah oposisi.
Jadi koalisi yang akan diputuskan ini adalah koalisi bertarung. Bukan koalisi berkuasa.
Selayaknya semua partai sekarang mulai berpikir demikian agar Dialektika makin tajam. pilihan publik tegas.
Akan sangat baik kalau partai Demokrat juga berpikir demikian, menawarkan tiga tahapan ini pada mitra sejak awal.
Akan menarik kalau ada 4 pilihan bagi rakyat dan sama sama jago sejak awal tawarkan program.
Akan seru kalau ada 4 pasang pemimpin yang berlomba tawarkan program dan berusaha menang.
Memang ada persoalan rumit karena UU Pilpres yang ada tidak berhasil mencegah uang masuk pertandingan.
Maka dapat dimengerti sejak sekarang bahwa yang akan bertarung adalah kandidat yang punya uang besar.
Sayangnya UU tidak membatasi spending dan juga tidak mengatur secara tegas sumber uang.
Maka koalisi untuk pertarungan Pilpres ini juga harus menyelamatkan martabat dan legitimasi.
Jangan sampai yang terpilih adalah yang paling penuh rekeningnya tapi paling kosong otaknya.
Btw, media salah artikanstatemen Pak @aheryawanseolah PKS gak mau oposisi. Padahal ini baru mau tarung.
Maksud statement itu adalah kita koalisi perang dulu. Kalau menang koalisi Pemerintah. Kalah ya koalisi oposisi.
Koalisi PKS akan intensifkan komunikasi dengan Gerindra dan Prabowo. Itu salah satu keputusan MS.
Pertemuan Gerindra dan PKS menjadi view yang bagus dan indah dalam membangun koalisi. Sehingga Prabowo tinggal melakukan kerja keras untuk memikat dan meminang partai lain, misalnya PAN, Demokrat, Hanura dan PPP (rujuk kembali). Jika, Gerindra, PKS, Demokrat, PAN bersatu, maka tidak hanya view yang indah yang terbangun,tapi menjadi kekuatan besar. Koalisi indah dan kuat karena menyatukan kekuatan mantan partai OPOSISI, Partai Islam dan Berpengalaman memimpin (Demokrat).
Jadi tidak perlu ada koalisi poros tengah atau Islam, karena itu hanya akan menimbulan apriori masyarakat dengan terbentuk partai Islam dan Nasionalis. Padahal menurut saya, tidak ada partai yang tidak nasionalis dan religius. Hanya beda bendera saja, namun cita citanya sama, yaitu untuk Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H