Di sebuah kamar rusun yang sederhana, terdapat seorang pria bernama Pak Dodi, yang telah menginjak usia 53 tahun. Meskipun hidupnya tanpa alat elektronik dan kendaraan, beliau tetap mampu menjalani hari-hari dengan penuh kegembiraan.
Anak Pak Dodi bekerja di sebuah cafe sebagai penyanyi, dengan usia sekitar 21 tahun. Namun, jarang sekali pulang ke rusun untuk bertemu dengan ayahnya. Meski demikian, pendapatan dari sang anak menjadi penopang ekonomi bagi Pak Dodi.
Kondisi kesehatan Pak Dodi sering memprihatinkan, beliau sering lupa dan mengalami sesak nafas. Ketika sakit, beliau sering berkunjung ke rumah sakit, meski tidak memiliki BPJS. Keluarganya tetap peduli dan sering mengunjungi Pak Dodi di rusun, memberikan dukungan dan perhatian yang sangat dibutuhkan.
Sebelum tinggal di rusun, Pak Dodi tinggal di jeruju tempat adiknya. Setelah tinggal di rusun selama lebih dari satu tahun, beliau sering menghabiskan waktu dengan ngumpul sore di depan rusun dan berbincang dengan warga setempat.
Meskipun dulunya seorang tukang, kini Pak Dodi tidak lagi bekerja. Namun, beliau tetap aktif dengan diam mondar-mandir di sekitar rusun, mencari hiburan dari interaksi sosial dengan tetangga.
Pendapatan Pak Dodi dari sang anak biasanya sekitar 150 ribu per malam, kadang-kadang bisa turun menjadi 100 ribu. Meskipun terbatas, pendapatan tersebut membantu beliau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Meskipun hidupnya sederhana dan terbatas, Pak Dodi tetap menjalani hidup dengan penuh semangat dan kegembiraan. Kisahnya menginspirasi bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu tergantung pada harta dan kemewahan, tetapi lebih pada kehidupan yang sederhana namun penuh kasih sayang dan kebersamaan.
(Observasi dan wawancara mendalam dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H