Mohon tunggu...
Sadiyatul Rahma
Sadiyatul Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya memiliki hobi menari karena dengan menari saya bisa mengekspresikan diri saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

DIBEBASKAN PADA TANGGAL, 28 DESEMBER 2023, KILAS BALIK KASUS GYPSI BLANCHARD, REALITAS GELAP SINDROM MUCHAUSEN OLEH PROKSI

11 Desember 2023   21:43 Diperbarui: 12 Desember 2023   08:20 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DIBEBASKAN PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2023, KILAS BALIK KASUS GYPSI BLANCHARD : REALITAS GELAP  SINDROM MUNCHAUSEN OLEH PROKSI

Hanna Fawza Alfiyah, Sa'diyatul Awaliya Rahma, Zhafira Adna Humaira, Rahmawati Rahmawati 

Pendahuluan tentang Munchausen Sindrom oleh Proksi 

Sindrom Munchausen by proxy (MSBP) adalah varian dari sindrom munchausen yang pertama kali ditemukan oleh Sir Roy Meadow pada tahun 1977. Meadow adalah seorang dokter anak pada saat itu dan menemukan kelainan pada kematian dua anak, anak Sally Clark. Meadow mengamati bahwa Clark membuat pernyataan palsu tentang kondisi kesehatan anaknya dan memalsukan bukti medis yang pada akhirnya memaksa anaknya menjalani prosedur medis yang tidak perlu.

Sindrom Munchausen oleh proksi adalah  gangguan mental di mana pengasuh memberikan informasi palsu kepada seseorang (biasanya anak-anak) atau menyebabkan gejala palsu. Nama "Munchausen" berasal dari Baron Munchausen, seorang tentara dan petualang Jerman abad ke-18  yang terkenal dengan cerita-cerita anehnya..

Istilah "proksi" mengacu pada kenyataan bahwa pasien MSBP biasanya adalah orang tua atau orang dewasa yang bertanggung jawab atas kesehatan  korban, seperti anak  atau anggota keluarga lainnya. Sindrom ini tergolong gangguan menipu dimana seseorang dengan sengaja menciptakan atau menyebabkan gejala atau cedera pada dirinya sendiri atau  orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian atau kepuasan emosional.

Ciri khas MSBP antara lain memberikan informasi medis palsu, menimbulkan gejala palsu, dan bahkan menyebabkan cedera fisik pada korban. Orang yang menderita MSBP seringkali memiliki pengetahuan medis yang cukup  dan dapat menyesuaikan perilakunya untuk mendapatkan perhatian tim medis dan orang di sekitarnya. Mereka mungkin memerlukan perawatan intensif yang sering atau memiliki riwayat kesehatan yang kompleks.

Mendiagnosis MSBP bisa jadi sulit. Hal ini karena pasien sering kali pandai  menyembunyikan perilaku manipulatifnya. Memberikan informasi palsu atau perilaku manipulatif  dapat mengakibatkan berbagai prosedur medis yang tidak perlu, termasuk operasi dan perawatan yang berisiko tinggi. Oleh karena itu, penanganan kasus MSBP memerlukan kolaborasi erat antara tim medis, pekerja sosial, dan profesional kesehatan mental.

Kejadian kekerasan terhadap anak yang disebabkan oleh Munchausen Syndrome by Proxy dialami oleh Gypsy Rose, yang menjadi korban dari ibunya, Dee Dee Blanchard. Insiden ini terjadi di West Volunteer Way, Springfield, Missouri, Amerika Serikat. Sejak kecil, Dee Dee secara sistematis memanipulasi kondisi kesehatan anaknya. Gypsy diperdaya oleh Dee Dee untuk meyakini bahwa dirinya mengidap berbagai penyakit serius, termasuk cacat kromosom, distrofi otot, epilepsi, asma berat, apnea tidur, leukimia, kerusakan otak, dan penyakit mata. 

Gypsy dipaksa menggunakan selang bantu untuk makan yang ditancapkan pada perutnya dan harus selalu duduk di kursi roda dalam jangka waktu yang lama. Pada akhirnya, Gypsy menyadari bahwa ibunya telah memanipulasi kondisi kesehatannya, dan peristiwa tragis berakhir dengan kematian Dee Dee yang dilakukan oleh Gypsy. Kasus Gypsy Rose Blanchard memunculkan diskusi tentang penyiksaan Munchausen oleh wali dan menyoroti urgensi melakukan pemeriksaan serta verifikasi informasi medis yang diberikan oleh orang tua atau wali yang merawat anak-anak yang sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun