Mohon tunggu...
Sadiq Daffa
Sadiq Daffa Mohon Tunggu... Lainnya - Murid

Bermain game

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Libai Si Jenius

4 September 2024   20:04 Diperbarui: 4 September 2024   20:04 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun, kehidupan istana tidak memberikan kepuasan yang diharapkan oleh Li Bai. Di balik kemewahan dan kehormatan, ia merasa hampa. Politik istana yang penuh intrik dan ambisi mulai menyesakkan jiwa bebasnya. Li Bai merasa semakin terasing dari dirinya sendiri. Di malam-malam yang sepi, ia sering berjalan-jalan di taman istana, ditemani oleh bulan yang setia mengawasi, merenungkan arah hidupnya.

Di istana, Li Bai bertemu dengan Du Fu, seorang penyair muda yang penuh dengan idealisme dan harapan. Meski usia mereka berbeda, keduanya segera menjadi teman dekat. Du Fu, yang masih segar dengan semangat muda, sering mendiskusikan tentang kehidupan, puisi, dan keadilan sosial dengan Li Bai. Persahabatan mereka memberi Li Bai semacam penghiburan, tetapi juga semakin memperkuat keyakinannya bahwa istana bukan tempat untuknya.

Setelah beberapa tahun, Li Bai memutuskan untuk meninggalkan istana. Ia menolak semua hadiah dan jabatan yang ditawarkan kepadanya, dan sekali lagi, ia memilih untuk mengembara. Kali ini, ia pergi ke wilayah selatan, di mana pegunungan yang tertutup salju dan sungai-sungai yang deras menyambutnya dengan kebebasan yang ia rindukan.

Di sana, di kaki Gunung Lu, Li Bai bertemu dengan seorang biksu tua bernama Anqi, yang tinggal sendirian di sebuah kuil terpencil. Anqi, yang sudah menjalani kehidupan sederhana selama puluhan tahun, menunjukkan kepada Li Bai cara untuk menemukan kedamaian batin. Mereka sering berbicara tentang filosofi Taoisme, tentang bagaimana manusia adalah bagian dari alam dan harus hidup selaras dengan hukum alam.

Bersama Anqi, Li Bai belajar untuk lebih menerima hidup apa adanya, tanpa ambisi atau keinginan yang berlebihan. Ia mulai memahami bahwa kebahagiaan sejati datang dari dalam, bukan dari dunia luar. Ketenangan batin yang ditemukan Li Bai mulai tercermin dalam puisi-puisinya, yang semakin penuh dengan kebijaksanaan dan ketenangan.

Namun, kedamaian itu tidak berlangsung selamanya. Ketika Li Bai mendengar bahwa Dinasti Tang sedang dilanda konflik internal, ia merasa terdorong untuk kembali. Meski hatinya berat, ia merasa bahwa sebagai penyair, ia memiliki tanggung jawab untuk bersuara, untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan. Ia bergabung dengan sebuah pemberontakan melawan penguasa yang korup, meski akhirnya gagal dan menyebabkan ia diasingkan.

Dalam pengasingannya, Li Bai kembali mengembara, tetapi kali ini dengan perasaan yang lebih tenang dan menerima. Ia tahu bahwa hidupnya penuh dengan pasang surut, tetapi ia telah menemukan kedamaian di dalam dirinya sendiri. Di tepi Sungai Yangtze, di bawah bayangan bulan purnama, Li Bai menulis puisi terakhirnya, yang menggambarkan keseluruhan perjalanan hidupnya---pencarian kebebasan, cinta, dan kebenaran.

Ketika fajar menyingsing, Li Bai telah pergi, tetapi puisinya tetap hidup, abadi seperti bulan yang selalu bersinar di langit malam.

---

Cerpen ini menggambarkan perjalanan panjang Li Bai, dari masa mudanya yang penuh dengan pencarian, hingga akhirnya menemukan kedamaian dalam kesederhanaan dan penerimaan. Ia adalah seorang penyair yang selalu berusaha untuk hidup selaras dengan alam dan menemukan kebebasan dalam setiap kata yang ditulisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun