Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Melihat Kebahagiaan di Mata Bapak - Bapak Pengendara Becak di Pulau Penawar Rindu

22 Agustus 2024   23:10 Diperbarui: 23 Agustus 2024   03:03 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Becak di Pangkalan dengan Klakson Tradisional dari Kaleng Bekas. Dokpri

Seperti pada cerita sebelumnya, menikmati kopi dan membaca kebahagiaan di mata bapak-bapak yang mengendarai becak di pulau penawar rindu, membuat saya semakin percaya bahwa kerja keras harus dibekali dengan penerimaan, apa pun itu, berapa pun yang mereka dapat, mereka tetap bersyukur untuk rezeki yang datang pada mereka.

Dari obrolan kurang lebih 40 menit bersama 3 orang bapak – bapak pengendara becak (yang tidak mau namanya disebutkan) di  pagi hari, 17 Agustus itu, tutur mereka selembut semangat dan rasa yakin atas jalan rezeki mereka di hari yang menggembirakan, semoga mereka tetap merdeka, mereka merayakannya dari hati, merdeka dengan rasa syukur atas pekerjaan mereka yang halal, pekerjaan yang bersih dari tendensi apa pun.

Dari cerita mereka, saya baru saja tahu kalau tahun 2024 ini tarif  perorang penumpang untuk perahu pompong sudah Rp, 20.000. Sebelumnya, kata si si bapak itu, harga atau tarif perorang dari pelabuhan Sekupang ke Pulau Belakang Padang adalah Rp, 18. 000, kurang lebih naiknya 2000an.

Mungkin hal ini juga punya banyak hubungannya dengan tarif di pelabuhan yang ditentukan pemerintah setelah perbaikan fasiliats pelabuhan, dan juga harga BBM yang mereka gunakan untuk operasionalnya. Untuk bisa menyeberang, kita tidak menunggu pompong sampai tempat duduk full terisi, bisa 6 atau 7 orang penumpang sudah bisa berangkat dari pelabuhan Sekupang ke Belakang Padang atau sebaliknya.

Di hari biasanya, kata bapak pengendara becak, tetap saja ada yang berkunjung, tetap saja ada penumpang yang dari Batam ke Pulau Belakang Padang. Sebab, sebagian masyarakat di Belakang Padang juga bekerja di Kota Batam, atau yang datang sebagai wisata, jadi aktivitas setiap hari tetap ada di pelabuhan pompong pulau belakang padang. 

Untuk tarifnya, sebenarnya bukan tahun 2024 ini baru naik, kenaikan tarif ini sudah lama, hanya saja baru benar-benar normal tahun 2024 setia orang menyeberang dikenakan tarif Rp, 20 000 dan tidak bisa turun lagi, kemungkinan masih akan naik jika fasilitasnya sudah memadai dan wisata di belakang padang dikembangkan lebih baik lagi untuk tujuan wisata di masa yang akan datang.

Biasanya, untuk keberangkatan dari Batam ke Pulau Belakang Padang, tiketnya kita beli di pelabuhan domestik sekupang batam. Karena ada event 17 Agustus, penumpang pompong langsung naik dan bayar setelah tiba di belakang padang. Sedangkan hari biasanya, penumpang akan diarahkan untuk dapatkan tiket di loket yang disediakan di Pelabuhan Domestik Sekupang, Batam.

Di Pelabuhan Sekupang Batam, bukan hanya untuk penumpang yang mau ke Belakang Padang, beberapa pulau lain juga ada rute perahu pompong, ini menjadi pelabuhan yang ramah dan sangat ramai. Seperti centralnya pelabuhan untuk masyarakat yang ada di dekitar batam dan pulau kecil – kecil lainnya di dekat Belakang Padang.

Becak di Pangkalan dengan Klakson Tradisional dari Kaleng Bekas. Dokpri
Becak di Pangkalan dengan Klakson Tradisional dari Kaleng Bekas. Dokpri

Kalau ingin berkunjung ke pulau belakang padang, yang paling tepatnya di musim cuaca lagi tenang. Karena di antara pulau kecil merupakan laut dengan pertemuan arus dari beberapa selat kecil pulau itu, membuat transportasi pompong sedikit lebih sulit menyeberang. Kalaupun terpaksa, maka yang ditanyakan adalah keberanian penumpangnya, tentunya riak – riak kecil gelombang laut akan mengusik keberanian penumpang. Bagi yang sudah terbiasa di laut, itu merupaka hal normal bagi mereka.

Waktu saya menyeberang dari batam ke Pulau Belakang padang, hari itu cuacanya lumayan santai, hujan hanya sebentar setelah itu kembali cerah sampai event 17 Agustusan berakhir. Dari obrolan bersama bapak – bapak pengendara becak, saya melihat senyuman bahagia ketika ada penumpang yang mau naik becak untuk berkeliling di Pulau Padang. 

Meskipun untuk mengambil penumpang berdasarkan urutan nomor parkir, mereka tetap setia menunggu, duduk memantau sekitar mereka dan tak lupa ngobrol sama siapa saja di dekat mereka. Kamu akan temui keramahan melayu yang sejatinya ada disana, ada denyuman melayu yang begitu indah, ada warna bahagia dalam tutur sapa orang – orang melayu dengan gaya bahasa yang lembut.

Saya masihh ingin ngobrol banyak hal dengan bapak – bapak pengendara becak, sayangnya waktu saya terlalu sedikit. Semoga mereka selalu berikan senyuman terbaik dengan khas kesantunan melayu untuk setiap pengunjung yang datang ke rumah mereka (Pulau Belakang Padang).

Setelah orang rumah dan rekan kerja mereka sudah kelar dengan acara makan - makannya, kami memilih untuk berkeliling di pulau belakang padang. Menggunakan 5 becak dari bapak – bapak pengendara yang sempat saya ngobrol dengan mereka tadi.

Kami menyusuri perumahan masyarakat disana, jalan raya di Belakang Padang dibilang sudah lumayan bagus untuk kendaraan becak, dan kendaraan roda dua. Waktu saya disana, saya tidak melihat kendaraan roda 4, tetapi kata bapak si pendara becak, ada kendaraan roda 4 ambulance dan pemadam kebakaran, saya tidak menanyakan terlalu detile tentang hal ini karena sangat menikmati perjalan keliling di Pulau Belakang Padang.

Untuk fasilitas jalan di Pulau Belakang Padang ini, sebagian sudah menggunakan aspal, beton dan sebagian ruasnya lagi menggunakan semacam paving blok dan juga trotoar seperti jalan ditempat lain, tetapi jalannya lumayan mulus menyusuri setiap inci perkampungan disana.

Kata bapak pengendara becak, saat ini mereka menikmati perbaikan jalannnya, mereka sangat nyaman meskipun jalan mereka belum sama seperti jalan-jalan di pulau lain yang mungkin lebih bagus dari itu. Waktu saya menanyakan tentang sumber air minum, kata si bapak, air untuk mereka minum adalah air tampungan dari hujan. Mereka membuat semacam tangki air (bak air) dari beton untuk menampung air hujan. Setiap rumah punya wadah air seperti ini, karena menurut mereka, profil tangki air yang biasanya terlalu kecil ukurannya untuk menampung air dalam jumlah besar.

Saya juga melihat beberapa sumur galian, mungkin sumur ini di gunaknakan masyarakat untuk keperluan menyiram atau keperluan lain selain air untuk kebutuhan minum. Jelasnya, kali ini senyum saya sedikit lebih lebar karena bisa jalan – jalan lagi di pulau kecil sekitar batam. Yang menariknya, tidak ada jalan yang macet.

Setiap 200 atau 300 meter, ada pemandangan indah, si bapak pengendara becak sepertinya sudah membaca isi kepala dan hati saya. Tanpa diminta untuk berhenti, si bapak sudah berisiatif untuk berhenti dan membiarkan setiap penumpang untuk menikmati pemandangan atau sekedar berswa foto untuk keperluan liburannya.

Selain pulau yang ramah, ternyata pulau Belakang Padang ini juga menjadi salah satu tempat favorit untuk sejumlah masyarakat di batam, mereka memilih sarapan pagi di pulau belakang padang. Ini hal yang sangat unik, tetapi sudah biasa saya temukan. Seperti sebelumnya saya berkunjung ke pulau Penyengat di depan tanjung pinang sekita pertengahan tahun 2023, sebagian orang di tanjung pinang juga memilih untuk mencari sarapan ke pulau penyengat, mereka menyeberang dari tanjung pinang ke pulau penyengat dengan pompong, setelah itu kembali lagi ke kota tanjung pinang.

Bagi saya, setelah menikmati perjalanan di Pulau Belakang Padang ini, sebelum kembali menyaksikan event perahu layar 17 agustusan, saya menemukan beberapa hal yang luar biasa, suasana yang masih asri, wangi kebahagiaan bisa tercium disetiap sudut rumah masyarakat disana. Mungkin namanya Pulau Penawar Rindu, setelah pulang dari pulau Belakang Padang ini, pasti ingin kembali lagi melepas rindu dan menikmati kopi sembari melihat mekarnya senyuman orang – orang melayu yang ramah, terimakasih untuk keramahannya bapak – bapak pengendara becak di Pulau Penawar Rindu, Belakang Padang.

Hal yang paling saya sukai, ketika kelar kami berkeliling, kendaraan becak yang kami tumpangi itu tarifnya hanya Rp, 20 000 per sekali keling. Sebelumnya dari obrolan awal saya bersama mereka bertiga soal tarif atau ongkos tadi, mereka sudah sampaikan Rp, 20. 000 untuk 1 penumpang. Yang saya pikirkan, mungkin sekali antar saja dengan tarif demikian, ternyata, tarif itu sudah tarif untuk keliling di pulau belakang padang, ini sangat luar biasa.

Salah satu masjid di Pulau Belakang Padang. Dokpri
Salah satu masjid di Pulau Belakang Padang. Dokpri

Mereka mengayuh dengan keikhlasan, menempuh jarak yang lumayan jauh, tetapi hanya memberikan tarif begitu murah. Kalau ditanya apakah tarif becak ini ditentukan oleh pemerintah, saya belum sempat menanyakan ihwal aturannya. Yang paling pentingnya, saya meliha mereka mengayuh becak dengan rasa cinta untuk menyambut rezeki yang datang pada mereka di hari itu.

Ketika bapak – bapak itu menerima uang ongkosnya, saya meliha senyumah sykur mereka yang sangat tulus. Saya jadi berpikir begitu bedanya dengan orang – orang sekali gajian bulanan bisa 5 sampai 6 jutaan tapi dengan wajah masam. Ini seperti sebuah teguran untuk tetap bersyukur dengan apapun yang menjadi hasil dari upaya kita.

Jelasnya, perbandingan hasil atau pendapatan dari suatu pekerjaan mungkin antara langit dan bumi, tapi bapak – bapak pengendara becak seketika mengajarkan saya tentang kebahagiaan di hati mereka atas berapa pun yang mereka dapat dengan keringat dan kerja keras mengayuh becak untuk beberapa saat membawa pengunjung berkeliling pulau penawar rindu.

Saya sangat jatuh cinta dengan susana yang ramah seperti di pulau belakang padang, sepertinya kembali ke pulau belakang padang menjadi keharusan untuk waktu lainnya. Oke, sampai sini dulu, nanti akan saya lanjutkan lagi Bab berikutnya tentang keramaian event 17 agustusan dan keunikan pulau Penawar Rindu belakang padang, dan juga tentang keramahan dari tutur orang melayu yang membuat kamu jatuh cinta ragam bahasa yang kita miliki di bangsa yang besar ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun