Bait-bait sejahtera sudah kering
Puisi rupa tangis mengubah pilu yang keseringan
Membakar mental negara yang sudah terkapar
Aku pikir sajak ini, bukan peluru
Tiga dan banyak perkara berakhir di penjara, ah negara
Mereka tidak bisa berkata-kata
Banyak mata ditutup dilarang bicara
Kabar di tahun ini mengecam
Gaung Negara makmur rupa nada tanpa suara
Di jalanan, wabah rupah setan menyantap dengan kejam
Inovasi berjalan masif dari rapat berjam-jam
Kaum kecil menggali semangat dari dalam selokan
Anak-anak mengikat perut karena kelaparan,
Gizi buruk dan busung lapar jadi hidangan
Negara dimana, apakah negara menyapa?
2012 lalu, 166 anak-anak di NTT mati karena busung lapar
Korban kemiskinan struktural adalah luka negara
Konflik sesungguhnya yang perlu diurusi,
Tangis rakyat, sudah nyata nasibnya tidak perlu prediksi
Ingat..!!!
2018 lalu di negara ini, ada 19 juta anak kekurangan gizi.
Status ini sangat buruk, sejalan dengan gizi buruk
Negara harus buru-buru kaji format
mentata hidup rakyatnya, ekonominya, mentalnya dan semuanya
Tahun ini, 2021 bukan lagi mengkhawatirkan
Kondisi kita sangat serius,
Negara harus memberi gizi,
Mental generasi bisa terisi bukan dengan makan terasi
Jangan gengsi, anak-anak mati lapar
Artinya negara tak ada kabar,
Lihatlah !
ada lapar dijung bait, kesejahteraan
"Puisi Untuk merakayan toleransi Manajemen Kompasiana membuka kembali Akun Penulis setelah tidak aktif selama 3 tahun, dan sekaligus Refleksi Hari Pahlawan Nasional, 21 april 2021 Hari Kartini. Btm 21 April 2021"
Terimaksih Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H