2017 dini hari. Kita menyoalkan masalah hidup. Hidup ini bergulir mengganti posisi kemarin, sebelumnya dan sesudahnya. Semua dari kita pasti mengalami suatu masalah atau naik satu tingkat pada kemajuan terprogres.Â
Diri kita, sistematisnya seperti linimasa pemberitaan tanah air, kadang meliuk-liuk, sayu, emosi, marah, duka, tekanan, hujatan dan banyak lagi hal dalam aktvitas keseharian kita hampir sama.
Semalam, pukul 02.00 waktu jakarta, aku memantau linimasa pemberitaan. Mengalir deras, aku rasa untuk menjejaki indonesia secara menyeluruh hanya membutuhkan paket 1Gb agak dapat berselancar di media sosial menuju penjuru indonesia. Itu analogi kasar menurut aku.Â
Sampai pada pagi ini, linimasa masih sama. Sibuk, dan super sibuk gonta ganti tema, rating dan ihwal indonesia terpampang jelas.Â
Ritme hidup kita, masa kini. Iya masa kini, bukan abad 15 atau 16 tetapi abad 21 yang kita kenal abad millenial ini. Kita sangat awas menjalankan hidup.Â
Sebagian dari kita ketakutan, semacam depresi tapi tidak akut. Sebagiannya lagi survive saja menjalani hidup. Kerbedaan keadaan hidup seperti itu dapat kita simak dari linimasa, baik itu berita, medsos pribadi dll. Pada beberapa linimasa berita padanan dari time line dini hari dan menganalogikan hidup ini hampir sama dengan jalannya linimasa tersebut, berikut linimasa-nya :
Pertama, aku melihat Genre Fotografi Yang Bikin Keren Instagram Lo. Padahal ini kan soal privat prestasi beberapa orang yang pasrah hidupnya gambar bukan data, bahasa atau suara. Tetapi buat mereka, hidup intinya survive.
Kedua, ada linimasa perkara hukum tajam kebawa dan tumpul keatas. Kasus AAL dan Misteri Dua Merek Sandal Jepit Butut menetskan air mata pertiwi. Siapa pertiwi?Â
Pada kasus ini, pihak wong cilik menanggung hukum dan pasrah pada putusan pengadilan. Toh, sandal jepit dan dua merek merugikan negara berapa triliun sehingga tajamnya hukum menikam dada wong cilik? Yang besar tepuk tangan dan melambungkan asap tembakau kapital keudara.Â
Ketiga, Kapolri Tak Tersinggung Dikirimi Sandal Jepit dan Lima Institusi Dapat Kiriman Sandal Jepit. Masih berpaut dengan kasus kedua diatas, efek wong cilik ditikam dengan tajamnya hukum. Kembali Mabes Polri Terima 1.000 Sandal Jepit yang di kirim warga.Â
Hidup ini seperti keadaan dan linimasa pemberitaan yang aku sebut diatas, kadang hidup berjalan tenang. Tetapi terkadang kehidupan bertemu gelombang dahsyat yang ombaknya dapat menggulung naluri kita sebagai manusia waras.Â
Tekanan dan rasanya, wong cilik menerima, tetapi elit dan penguasa saling melempar muka menghindar mencari cela siapa yang paling kuat akan dibemarkan dan lemah akan disalahkan.Â
Kita lanjut lagi melihat kehidupan kita seperti linimasa berita media yang menjadi analogi diri menjadi manusia survive.Â
Pada linimasa keempat, aku melihat ada KPK Perpanjang Masa Penahanan Mantan Dirjen Hubla Tonny Budiono. Kasus ini tidak akrab di publik. Kalau di analogikan seperti hidup kita, kasus ini sepertinya kurang piknik. Tetapi prinsipnya melewati proses hukum karena ada sabab musababnya.Â
Lihat linimasa ini, bukan ditutupi tapi sengaja ditutupi. Kembali ke diri, ini adalah tipikal orang sedikit ekslusif. Sehingga untuk lingkungan saja dia tidak terlalu akrab.Â
Kelima, Alasan Setya Novanto Usulkan Idrus Marham Jabat Plt Ketum Golkar. Linimasa ini bukan cerita tiang listrik menabrak mobil diatas trotoar dekat jembatan. Kalau hidup kita di analogikan seperti linimasa ini, semacam sebuah rekomendasi cara, langkah-langkah menjadi survaive, bukan menjadi buah bibir publik. Sayang kalo diri menjadi buah bibir, baik kalo bicaranya hal positif. Tapi kalo publik melotot dan umbar negatifnya. Kita tau lah seperti apa akibatnya.
Keenam, pada linimasa ini. Pekerjaan Besar Menanti Panglima Baru TNI Pengganti Gatot. Dalam alalogi hidup kita, seperti linimasa ini. Kita menunggu sebuah keajaiban.Â
Hidup seseorang yang menjadi penunggu setia sudah dapat menyimpulkan makna gagal dan suksesnya penungguan dia. Tetapi keduanya memiliki resiko. Kalaupun sukses penungguannya, survive dalam hidup akan lebih terasa dan kalau gagal, maka nasib kita di tong sampah. Itulah resiko hidup.Â
Ketujuh, ada linimasa pemberitaan Periksa Istri Novanto, Apa yang Ditelusuri Penyidik KPK?. Nah, ini baru ada sangkut paut, kait mengait, ikat mengikat, dengan wisata tiang listrik.Â
Jadi analogi hidup kita dengan linimasa diatas ini, semacam surprise dari seorang sahabat, teman lama atau pasangan, istri atau pimpinan tentang suatu yang akan menguntungkan diri kita.Â
Tapi diatas kan linimasanya kalau dianalogikan tidak begitu ceritanya. Soal pemeriksaan adalah semacam pengujian mental dan fisik diri kita. Kalau ada gejala penyakit jantung dan ketika kita dibentak oleh seseorang.Â
Kita pastinya kejang-kejang, pening, mabok, stres, umpet sana sini akhirnya benda mati menabrak kita. Berakhir pada kecelakaan yang menghebohkan jagad dunia maya dan lingkungan sosial. Jangan salahkan siapa, karena siapapun tidak pernah menyalahi anda bila anda adalah orang baik. Uh,, sedikit bijak.Â
Kita lanjut lagi kelinimasa berikut sebagai analogi hidup kita. Diri kita ini, dari pagi sampai malam dan kembali lagi pagi. Kita tidak dapat menghitung berapa kali emosi kita meluap, senyum pada anak gadis orang (khusus buat cowok), kalau yang cewek senyum pada anak gadis orang artinya AWAS.Â
Berapa kali kita berkedip, kelilipan utang atau gagal, dan banyak hal. Seperti itu sama dengan linimasa berita media. Menghadirkan banyak sekali masalah dinegeri ini. Baik itu pribadi maupun masalah publik. Pada lini masa berikut, analogi kita akan terlihat mengarah pada perintah diri. Berikut linimasanya"
Kedelapan, Pemerintah Akan Luruskan Informasi Simpang Siur soal Pembebasan Sandera. Hal ini terkait saudara-saudara kita di Timur Indonesia Papua. Analoginya pada linimasa ini, kita berhadapan dengan sebuah perintah semacam dari atasan atau orang penting.Â
Sehingga dalam menjalankannya, kepanikan terjadi, terpukul, blunder dalam pikiran, kacau wawasan kita, hilang konsentrasi, tidak focus mungkin kita membutuhkan AQUA.Â
Logika yang kita pakai adalah, survive apapun hidup kita. Ketika ada masalah dan mendapatkan perintah, dan terjadi kehilangan kontrol terhadap diri maka kita harus melakukan pelurusan "Refresh" kembali kekuatan dan cara berpikir positif.
Kesembilan, linimasa berikut Sebelum Ditahan KPK, Setya Novanto Usulkan Idrus Jabat Plt Ketum. Analoginya pada hidup kita lebih membutuhkan seseorang, artinya hal ini lebih pada siapa orang kepercayaan dan paling dekat dengan kita.Â
Orang kepercayaan bertugas menyeimbangi kita dan mengingatkan kita. Tapi pada linimasa diatas, sedikit bergeser karena lebih pada pergantian pemimpin. Logika yang kita pakai adalah, pendekatan persuasif kita dengan seseorang yang akan menjadi penengah jika kita ada dalam kerumunan konflik yang tinggi dan besar kemungkinan kita adalah korbannya.
Kesepuluh, ada linimasa Sejak Dibentuk, Satgas Terima 10.000 Laporan Penyalahgunaan Dana Desa. Ini perkara uang negara yang dimakan orang besar dinegara ini. Masih sama seperti e-KTP yang melibatkan tiang listrik baru-baru ini.Â
Analogi pada linimasa ini adalah, pribadi kita memiliki prinsip. Hak milik orang lain adalah hak orang. Begitupun sebaliknya. Jika kita merampas hak orang lain, maka mereka merasa dirugikan. Kerugian mereka itu kadang diberitahukan dan kadang tidak diberitahukan.Â
Sehingga, jika hak mereka dirampas, dimakan, diambil. Kemarahan muncul dan menghujat diri kita. Kalau sudah begini serakahnya diri kita. Keadilan Tuhan datang menengahi keadilan hukum yang manusia buat. Jadi, kita dikatakan benar padahal orang serakah yang salah.Â
Logika yang kita pakai adalah hak milik orang jangan dirampas jadi mikik kita, fatal akibanya kalau kita lakukan hal demikian.Â
Itu sepuluh linimasa yang dianalogikan seperti hidup kita saat ini. Survive pada prinsipnya tetapi juga dengan hak milik kita karena derajat manusia di bumi adalah setara.Â
Berikut linimasa lain, tetapi masih digunakan untuk analogi hidup kita.Â
Pertama, Kuasa Hukum: Setya Novanto Masih Agak Linglung. Seperti aku sebutkan diatas tadi, logika dalam linimasa ini adalah setelah kepanikan terjadi, blunder, kacau dalam berpikir maka terjadilah linglung.Â
Rada-rada romantik kalau di bilang hidup kita linglung karena tidak bisa bicara sama pacar, Â guru, Â dosen, teman, atasan atau siapa saja. Linglung itu sifat paling tidak konsisten. Bilang ya atau tidak saja membutuhkan tiga abad. Susahnya minta ampun.Â
Kedua, Ujaran Kebencian di Media Sosial Jadi Indikator Baru Kerawanan Pemilu. Linimasa ini kita ambil sebagai analogi hidup kita sedang dalam kebencian besar terhadap sesuatu, orang atau apapun.Â
Dengan ketidakmapuan dan ketidaksadaran diri, membenci adalah membuat diri kita melangkah ketitik rawan kecelakaan. Artinya sesuatu yang tidak kita inginkan akan sangat dekat dengan sifat kita yang membenci (Benci) itu. Maka, kehidupan kita ada dititik paling atas kerawanan gagal dan kalah.Â
Ketiga. Selasa Besok, Golkar Akan Tarik Setya Novanto dari Posisi Ketua DPR RI. Lini masa ini, logika yang kita pakai adalah mosi ketidakpercayaan terhadap kita. Bisa jadi mosi ketidak percayaan datang dari keluarga, teman, sahabat atau atasan.Â
Pada titik kita berada diposisi seperti itu. Kesadaran diri kita akan tampil paling depan dan ngobrol soal kehati-hatian dalam mengambil keputusan atau membuat suatu tindakan. Apalagi tindakan itu merugikan banyak orang.Â
Keempat, Para Politisi Senayan "Goyang" Kursi Seyta Novanto. Logika yang kita pakai adalah masih soal kepercayaan. Teman dekat, saudara dan atasan kita bisa jadi adalah musuh dalam selimut.Â
Orang dekat dan orang yang kita kenal, suatu saat akan membuat kita panik dan terpukul kalau kita tidak hati-hati terhadap mereka. Prinsipnya adalah percaya bahwa hidup ini kepastiannya ada ditangan Tuhan.Â
Kelima, Rapat dengan Komisi II, Bawaslu Segera Selesaikan Enam Peraturan. Kita pakai linimasa ini untuk melogikakan soal nilai, etika, norma dan hal terkait suatu adab. Dalam kehidupan kita ada pegangan hidup, dan panduan hidup.
Pada aturan dan norma serta nilai itulah kita berpegang sehingga tidak ada pihak manapun dapat merasuki kita dengan hal buruk, bidaya, pengaruh, dan banyak lagi yang lainnya.
Keenam, Gubernur Sultra Nur Alam Juga Didakwa Terima Gratifikasi Rp 40 Miliar. Linimasa ini sama seperti linimasa sebelumnya yang menganogikan hak milik orang lain jangan dilahap.Â
Tetapi logika yang kita pakai pada linimasa ini adalah masih soal kepercayaan. Diri kita, sekali berbohong dalam bertutur. Efeknya sangat besar. Dan jangan jangan menggunakan prinsip makan apa saja yang penting kenyang. Akibanya, bangkai katak (milik orang) pun dilahap tanpa kita sadari.Â
Itulah linimasa terakhir yang kita pakai sebagai analogi kehidupan kita, diri kita agar tetap survive maka hindari beberapa analogi diatas yang sifatnya sangat negatif dan berakibat fatal jika kita melakukannya.Â
Terakhir, percaya pada hati dan pikiran kita. Karena sejatinya kedua itu adalah sumber dan mata dari perjalanan lurus untuk manusia.Â
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H