Mungkin perbedaan tahapan SD sampai SMA dan sederajad adalah berbeda dengan TK sebab guru TK harus berlaku seperti orang tua kedua dari anak-anak usia dini yang bertatus siswa.Â
Setidaknya kehadiran anak usia dini disekolah harusnya bertemu kedua guru, perempuan maupun guru laki-laki. Sehingga mereka sebagai siswa tidak merasa ada kehilangan atau semacam putus komunikasi dari sosok yang mereka rindu seperti sang ayah.Â
Disitulah peran guru laki-laki hadir menggantikan posisi ayah dari anak-anak tersebut. Semua berlaku adil, tanpa justivikasi ba bi atau bu dari pihak manapun tentang sikologi pendidikan yang peka terhadap lingkungan anak usia dini.Â
Prinsipnya tata kelola dan manajemen pendidikan dilakukan sebagai metode terbarukan agar dapat menciptakan iklim pendidikak TK seperti iklim dilingkungan rumah sendiri dari anak usia dini.Â
Maksudnya, perkara minat menkadi hal terpenting untuk lebih jauh memahami kondisi guru dan anak usia dini, selain itu deskriminasi terjadi disebabkan kita terlalu kaku memaknai didikan anak usia dini yang identik dengan anak yang peka terhadap Ibu.Â
Padahal, rasionalnya. Kasih sayang yang diinginkan anak-anak umur 1 sampai 5 tahun tidak hanya dari ibu semata melainkan juga dari sang ayah.Â
Sampai disini, ketidakhadiran atau kurangnya peran guru laki-laki di TK adalah salah diri sendiri atau doktrin pemikiran klasik tentang kasih sayang yang selama ini kita jadikan sebagai bumerang menyudutkan guru laki-laki?
Lalu membendung dan memotong hak anak-anak untuk dapat bersentuh dengan kasih sayang dari guru laki-laki sebagai pengganti ayahnya?
Sejauh sistem pendidikan tidak diperbaiki, sejauh perspektif pemikiran klasik seperti justifikasi dan diskriminasi terhadap guru laki-laki tidak disudahi maka sejauh itu pula kegagalan kita membawa anak-anak menjadi generasi yang baik, bermartabat dan berani menjadi pembaharu dijaman mendatang.
Dunia anak-anak benar tidak bisa terpisah dari ibunya, tetapi memyepelekan kasih sayang guru laki-laki adalah hal paling bobrok yang masih kita temukan sepanjang pemikiran seperti itu masih digunakan.Â
Selama ini, wajah pendidikan indonesia dikenal sebagai mayoritas pengajarnya adalah perempuan bahkan mewajibkan perempuan sebagai guru tidak lebih adalah suatu programnya.Â