Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ondel-ondel dan Nilai Budaya Lokal

11 November 2017   22:45 Diperbarui: 11 November 2017   23:59 3084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era modern, di negara ini banyak embel-embel yang hiasi dinamika perkembangan kota. 

Di jakarta, dimanapun tempatnya selalu kita menemukan banyak hal yang terlihat mengikuti irama perkembangan yang setiap orang melihatnya sebagai locus dari buah perubahan jaman. 

Padahal, lain dari pada itu embel-embel terjadi atau mengikuti perkembangan kota bukan hanya sebagai hal biasa dan umum

Disamping embel-embel hanya dilihat sebagai hiasan kota semata. Ada nilai-nilai budaya yang terkandung disana. 

Nilai budaya inilah, sepanjang dinamika perubahan kota yang besar sekalipun tidak dapat menyeret nilai budaya lokal yang terkandung. 

Ondel-ondel, di sepanjang kota jakarta yang ramai ini masih terlihat sebagai buah serta upaya orang betawi memperkenalkannya kepada publik. 

Bukan hanya ondel-ondel saja. Di kota jakarta ini masih banyak lagi nilai budaya yang terkandung dalam banyak hal yang di packing dalam sebuah hiburan. 

Ada angklung, ada seni musik daerah dan sebagainya. Hal inilah yang terlihat masih terdapat jejak budaya serta adat dari daerah masing-masing di bumi indonesia

Ondel-ondel bagi orang betawi adalah bentuk budaya lokalnya. Setiap hajatan selalu saja ada ondel-ondel. Orang melihatnya hanya sebagai buneka. Tetapi tidak bagi orang betawi. 

Ondel-ondel ini terlihat sepanjang kota selalau berpasangan. Ada perempuan dan laki-laki. Kerap ini bukan hanya hiburan, saya melihat dibalik ondel-ondel ada nilai budaya betawi yang besar di dalamnya. 

Ukuran fisik ondel-ondel, hanya sekitar 2,5 sampai 3 meter. Rangkanya bisa dari rotan atau bambu. Tingginya sekitar 1-2 meter. Wajahnya terlihat seperti patung kayu yg dicat warna merah dan putih. Beratnya hanya sekitar 5-10 kg sesuai dengan diameter tubuhnya. 

Ondel-ondel dihiasi rambut dan pakaian berwarna, ada yang biru dan ada juga yang hijau. Ada kembang dikepalanya menghiasi indah penampakan topengnya. rambutnya dibuat dari ijuk. 

Dari tampaknya, banyak anak gadis yang tidak terbiasa melihat Ondel-ondel pasti sangat ketakutan dengan matanya yang melotot. Alisnya sangat tebal, dan terkesan sangat menyeramkan untuk yang tidak biasa melihatnya. 

Orang-orang menyebutnya ada kekuatan mistis yang terkandung. Mungkin saja pendapat orang ini bisa benar, bisa juga salah. Tetapi menurut saya, ondel-ondel ada nilai budaya yang terkandung didalamnya. 

Malam ini ada sepasang ondel-ondel yang diboyong oleh beberapa anak-anak menghiburi pengunjung Taman Ismail Marzuki, Cikini Jakarta. 

Walaupun hanya sebagai hiburan, banyak orang terlihat seperti kagum atau ada juga yang melotot dengan keunikannya. 

Ondel-ondel menurut peneliti kebudayaan betawi, Yahya Andi Saputra : Masyarakat Betawi sebelum kedatangan Islam meyakini ondel-ondel memiliki kekuatan gaib. Atas dasar ini, boneka tersebut kerap disertakan dalam upacara adat, termasuk pesta pernikahan, sebagai pelindung dari marabahaya.

Kekuatan mistis atau umumnya yang mengenal ada kekuatan supranatural. Disamping keduanya itu, memang secara umum orang betawi sangat peka terhadap ondel-ondel. 

Selain itu ada juga pernyataan dari peneliti kebudayaan betawi seperti yang di sampaikan liputan6.com : "Kekuatan gaib ondel-ondel ini diyakini dapat menangkal wabah penyakit seperti muntaber, cacar air, dan penyakit kulit lainnya, serta mencegah gagal panen akibat serangan hama ataupun bahaya yang mengancam"

Banyak hal yang terkandung didalamnya selain kekuatan-kekuatan yang diyakini orang betawi. Hal lain sebagai seni, budaya lokal betawi menampilkan ondel-ondel sebagai kesenian tradisional yang tetap hidup sepanjang zaman. 

Jika difungsikan sebagai pelengkap upacara sedekah bumi, ondel-ondel digunakan mengarak iring-iringan sajen yang diletakkan di empat penjuru kampung. Hal itu diyakini agar acara tersebut dilindungi oleh leluhur demi kelangsungan hidup anak cucu.

Malam ini di TIM, dengan pengetahuan yang minim tentang ondel-ondel ini, saya menulis ondel-ondel sesuai dengan pandangan saya berdasarkan yang saya tahu dan beberapa literaturnya. 

Orang betawi, sangat akrab dengan ondel-ondel ini. Sampai sekarang nyatanya ondel-ondel masih terjaga dan masih terlihat menghiasi beberapa kota di tanah jawa. 

Eksistensi ondel-ondel masih tetap di pertahankan oleh orang betawi sendiri. 

Beberapa waktu lalu, di sepanjang car free day setiap minggu saat saya berkunjung kesana. Saya juga menemukan ondel-ondel. Bundaran HI dan sepanjang jalan Car Free day. Ondel-ondel masih saja menghiasi hari libur masyarakat di kota jakarta. 

Di Car Free day sama seperti di TIM malam ini, ada iringan musiknya. Dan sangat menarik kalau dilihat. 

Dengan pengetahuan terbatas tentang Ondel-ondel. Saya hanya tahu satu iringan musiknya yaitu musik ningnong.

Menurut beberapa literatur yang saya baca. Ondel-ondel yang semula berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan, perlahan mulai sedikit bergeser. 

Dewasa ini, ondel-ondel itu digunakan untuk acara kemasyarakatan. Tetapi tetap memiliki nilai budaya betawi didalamnya. Sehingga dalam dinamika perubahan besar sekalipun ondel-ondel masih tetap mendapat hati ditengah masyarakat betawi dan masyarakat jakarta maupun Indonesia pada umumnya. 

Sebab, nilai lokal budaya dan tradisi adalah penting untuk menjaga eksistensi budaya hidup. Mari menjaga serta melestarikan ondel-ondel dan seluruh bentuk nilai budaya lokal di Indonesia. 

Salam hormat, salam budaya indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun