Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Negara Lelucon (Menertawakan Kerugian Negara)

7 November 2017   12:08 Diperbarui: 7 November 2017   12:23 1983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kita dengar kasus meme SN, kuarang lebih 32 pemilik akun medsos diseret ke proses hukum dalam tahap pelaporan. Pencemaran nama baik sebagai dasar proses tersebut. 

Negara ini merespon dan bahkan sangat cepat. Lalu, apakabar kasus air keras beberapa waktu silam? 

Apakah kita sependapat dengan Bapak Sudirman Said, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menilai penangkapan satu pelaku penyebar meme SN adalah terlalu berlebihan? 

Kata Pak Sudirman Said "Iya lah. Berlebihan lah. Biarkan masyarakat punya mengekspresikan perasaannya. Itu kan esensi demokrasi" karena "Demokrasi kan memang memberi tempat pemimpin dikritik. Kalau yang mengkritik ditangkap, demokrasi apa ini?"

Dari pernyataan beberapa lembaga menjadi perhatian terhadap kasus meme ini. Bahkan beberapa orang penting negara ini menganggap sebagai pengalihan isu. Dan kalaupun itu benar maka kembali lagi negara ini dalam lelucon dan memertawakan diri sendiri. 

Kita tidak bisa tahu kalau negara ini terus tertawa pada lelucon yang lama-lama merusaki negara. Apa kabar lelucon e-KTP, bagaimana nasibnya ketika ini menjadi tawaan menyita perhatian publik? 

Masihkah negara ini menganggap kasus demikian merugikan negara adalah lelucon? Kalau demikian adanya, sejumpah lelucon lain baru-baru membuat mimik negara mejadi merah entah marah atau karena keseringan tertawa. 

Apakah kasus kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang masih jalan ditempat juga merupakan lelucon? 

Istana belum berkabar tentang lelucon yang demikian sadis. Perkembangan kasus ini hanya berjalan ditempat seakan mentok pada dinding beton yang berlapis baja. 

Lelucon ini masih dalam tahap sketsa wajah sebagai jawaban keresahan publik, sebagai mosi kepercayaan akan diurusi menuju tahap selanjutnya. 

Masih sejumlah kasus dinegara ini akan berakhir menjadi lelucon yang ditertawakan oleh negara. Atau lebih pada acuh dan membiarkan publik menebak bagaimana hasil selanjutnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun