Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Event WIFT atau Penghabisan Keadaban?

31 Oktober 2017   21:43 Diperbarui: 6 November 2017   13:29 1575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kieraha.com : Tampak rumah masyarakat nelayan di Pulau Widi.

Sedikit feedback pada perkara Event WIFT diatas, ada dua hal substansial menjadi sangat miris. Entah apa kata mereka, apa kata publik, apa kata Indonesia. Hari ini, jelas adanya kita melihat satu dari rentetan kehidupan masyarakat dijadikan sebagai korban alih-alih pelaksanaan Event. 

Hal pertama adalah ketidak terlibatannya masyarakat pada event, padahal awalnya ada pernyataan dan bahkan ada rencana 300 orang dilibatkan. Buah manis sebuah pernyataan sudah kita dapati paska Event. 

Kedua, perkara penggusuran 15 rumah yang katanya digantikan per unit 10 juta juga sudah kita lihat dengan jelas siapa yang paling rakus. Seharusnya sebagai Gubernur Maluku Utara pimpinan publik, dalam mengambil sebuah kebijakan tidak hanya menggunakan asumsi secara politis yang porsinya dapat berpengaruh dan berefek jauh lebih besar dari Suksenya Event tersebut. 

Pemimpin publik di Maluku Utara sekarang buta dengan keadaan nyata yang masyarakat hadapi. Maksudnya, bukan perkara penggusuran yang dengan dalih demi kelancaran sebuah Event. Hal yang saya maksud adalah keadaban, karifan dan lingkungan sosial yang damai itu tidak bisa digantikan dengan 10 juta. 

Pertanyaannya, apakah 10 juta dapat membangun sebuah peradaban hidup suatu lingkungan? Apakah 10 juta dapat membangun keadaban dan cinta dirumah nelayan yang dibangun dengan keringat mereka? 

Sejauh ini, bukan hanya perkara publik pada Event ini saja. Dibeberapa tempat di Wilayah kita tercinta Maluku Utara semacam terjadi pembongkaran besar-besaran terhadap keadaban ditengah kehidupan masyarakat. Kita lihat di kecamatan Oba, Tidore Kepulauan beberapa waktu lalu. 

Kehadiran sebuah perusahaan yang ditandatangi izin ekplorasinya mungkin oleh pemerintah kota sendiri sebagai langka taktis mendorong pendapatan belanja daerah, atau PAD, hal ini hanya dinpandang dengan pandangan politis sehingga kebijakan yang diambil lebih pada kebijakan politis yang tentunya akan merugikan masyarakat. 

Banyak lagi perkara yang akhir-akhir ini berpaut dengan pimpinan publik di daerah maluku utara. Sebenarnya, dilihat dari sisi pemanfaatan ada porsi tertentu yang itu kemudian mendorong laju perkembangan sebuah daerah. Tatapi disisi lain, tanpa melihat akibatnya dilingkungan sosial. 

Satu hal lagi yang paling miris tidak luput dari buah kebijakan bedalih kelancaran sebuah Event yang hari ini hanyalah tinggal jejak menyakitkan, hanya tinggal tangisan dan nasib berserakan diatas puing penggusuran dan rumah yang dibakar. 

Proses ini, seperti kita mendapat problem yang perkaranya tidak bisa dan tidak mungkin usai kalau hanya dilihat dari sisi politis yang orang-orangnya sudah hilang rasa kemanusian.

Masih ada pertanyaan sebagai buah dari kritisi yang kita tujukan kepada Pemerintah utamanya Gubernur Maluku Utara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun