Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Event WIFT atau Penghabisan Keadaban?

31 Oktober 2017   21:43 Diperbarui: 6 November 2017   13:29 1575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai masyarakat Maluku Utara, generasi muda maluku utara. Saya melihat perkara ini sebagai mata rantai yang tidak terpisahkan. Hal semacam ini, perlu disoroti, perlu di kritisi. Sebab jabatan publik bukan alat untuk mengelabui atau tepatnya sebagai alat pembohongan kepada publik, kepada masyarakatnya. 

Kalaupun, mata rantai seperti ini tidak di putuskan oleh kita sebagai generasi muda. Yakin jelas, hal ini berimbas pada pimpinan publik lainnya dan melakukan hal yang sama pada akhirnya masyarakat sebagai korban. 

Disamping tidak dilibatkan masyarakat setempat pada Event tersebut. Kita mengkaji sisi Lain yang bagi saya sebenarnya adalah keji dan sangat narsis di mata publik. 

Kita mungkin lupa, bahwa sekumuh apapun, separah apapun, sereot apapun bentuk suatu bangunan rumah yang sederhana. Didalamnya ada sejuta cinta, sejuta kedamaian, sejuta keadaban dan kearifan.

Toh, hari ini kita lihat kenyataanya yang terjadi dengan dalih Event berkelas yang tengah diselenggarakan ternyata hanya sebagai penggusuran serta penghabisan budaya lokal, penghabisan suatu keadaban yang telah lama dibanguan. 

Semacam ini, kita dapat melihat siapa yang paling keji sikapnya dan siapa yang paling nasris perlakuannya. Sehingga budaya lokal, budaya tanah lahir sendiri. Budaya masyarakatnya sendiri yang pada itu pula keadaban dibangun dengan kokoh diatas fondasi keberagaman, kuat seperti karang, jernih seperti air lautnya telah dipreteli dan gusur dalam Hitungan detik. 

Hanya di tanah Maluku Utara lah hal seperti ini terjadi. Orang-orang menduduki jabatan publik ternyata jauh lebih khilafnya dari pada masyarakatnya sendiri. 

Melakukan penggusuran 15 rumah warga nelayan di pulau widi ini adalah bukti nyata ternyata tidak semua pemimpin publik memiliki moral baik, tidak memiliki iktikad baik, tidak memiliki jiwa kemanusiaan, nasib masyarakat nelayan dipertaruhkan. Coba koreksi kembali, betapa jauh sebelum Event berlangsung, jauh sebelum elit memimpin pemerintahan. 

Masyarakat, terutama pelaut dan nelayan bertaruh nasib membangun sebuah keadaban diatas pulau kecil. Membangun keluarga harmoni, masyarakat yang dengan cinta dan kerukunan. Lalu, sekarang segalanya itu diusik, digusur. Kejahatan seperti mana yang dihitung jahat?

Desa-desa di Gane Kabupaten Halsel Malut ini secara kasat mata memang benar kalau kita melihat hanya dengan cara pandang politis, memang tidak ada sesuatu apapun yang mewah disana. 

Tetapi sekali lagi, mari kita melihat masyarakat, melihat kehidupan masyarakat dari beberapa puluh tahun silam hingga kini, kita lihat dengan cara pandang sebagai maunusia yang arif terhadap Lingkungan. Maka,  yang kita temukan adalah keadaban besar yang itu sendiri bahkan dapat menyaingi peradaban pemerintahan di tanah Maluku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun