Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matahari dan Rindu Bunga Cempaka

4 Oktober 2017   23:55 Diperbarui: 5 Oktober 2017   01:09 3790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah aku yang sebenarnya, Kata Sang ratu Matahari. Akulah sang ratu dari kerajaan langit, sang ratu yang nantinya akan memberikan kehidupan kepadamu para penghuni bumi, akulah sang ratu dari raja langit yang akan memberikan janji kepada kalian, mereka dan kita semua tentang suatu kehancuran yang dahsyat kerena kehangatanku menjadikan panas retak dan terbakar lalu mematikan seluruh sendi hidup dialam raya. 

"Garis-garis jingga membentuk harapan dilangit belahan timur, bukan segudang frsa atau puisi semesta tentang kegelisan dan ketakutan, bak beracun menyerang dengan ganas dedaunan hijau dimuara tebing"

Mendengar celoteh sang ratu dari kerajaan langit ini sekan membelah kelopak dan meleburkan nyali bunga-bunga liar hingga rasa rindu barcampur takut, bertaburan sari madu dari dalam kelopak yang belum sempat mekar. Setangkainya lagi terdiam dan membenci fikirannya seakan kembali tergeletak di atas tanah yang basah dan lembab karena layu dan menjadikannya rapuh sebab teriknya sang ratu dari raja langit. Kiranya panas siang hari sebagai penghukum. Ini ironi, tidak bisa patahkan keyakinan. 

Kesanggupan dan keyakinan untuk mekar sudah mulai redup bak terkubur di dalam dasar tanah yang lembab pagi itu. Harapan-harapan itu sedikit demi sedikit akan sirna, tenggelam menyusuri tebing tajam. Semakin bingung dengan tanyanya sendiri dengan lantang membisikan nada cinta kepada setangkai bunga cempaka bahwa hari ini kelopokmu telah tegar dan kami menjanjikan kepadamu, bunga-bungamu akan merekah dan mekar dengan aroma madu yang dapat di cium oleh hidung ribuan lebah, serengga yang serakah itu.

Mendengar bisikan dari sepasang lebah itu, kekuatan setengkai bunga cempaka itu mulai kembali pulih bagaikan petir telah menyambar air laut yang luas. Ya, secepat kilat wajah meriah merona mewarnai setangkai bunga cempaka. Cinta, sayang, benci dan rindu kini telah bertajuk kemenangan, kerinduan dan kecintaan untuk mekar telah terjawab. 

Rasa sayang mulai mengelabui rasa benci tentang teka teki yang seronoh pagi itu. Perlahan kelopak menarik nafas panjangnya dan memberikan tanda kepada sepasang lebah, saatnya bunga-bungaku mulai menampakkan wajah manis, anggun dan bijak ini kepada para serakah yang menggila.

Ini hanya suatu kerelaan dari kami, namun rasa hormat dan terimakasih yang tak tertandingi. Sebagai gantinya di bolehkan kalian para pasangan lebah yang bijak dan mungil mencicipi sari madu dari bunga cempaka. 

"Keikhlasan berbagi kepada siapapun, nilai ini tidak tergantikan. Sebab, membagi asrmara dari kemuliaan mkna adalah rindu"

Seraya berkata kepada sang ratu matahari, akankah pengorbanan ini memberikan kami lelah yang ganas, juga semangat yang pudar? 

Jika itu kerelaan tentang hadirmu (Matahari) dan kami (Bunga Cempaka) telah melihat arti mekar, mengikhlaskan madu di ramu menjadi nikmat segar dan bertabur hidup untuk mereka yang terlalu serakah (Lebah dan Kumbang) 

Namun jika ini bukan kerelaan maka perintahkan kepada menteri kerjaan langit untuk segera gugurkan kami setelah kami mekar dan berkembang. Agar yang serakah pun tak bisa mengusik kuncup kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun