Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Mereka panggil saya Achmad a.k.a. Sadewa ~𝐂𝐚𝐭𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐣𝐮 𝐒𝟏~

𝐌𝐚𝐡𝐚𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚 𝐈𝐥𝐦𝐮 𝐊𝐨𝐦𝐮𝐧𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐔𝐈𝐍 𝐒𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐊𝐚𝐥𝐢𝐣𝐚𝐠𝐚 -𝟐𝟎𝟏𝟎𝟕𝟎𝟑𝟎𝟎𝟕𝟒-

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cepetan Linjur Sebelum Terlambat

14 Juni 2021   16:22 Diperbarui: 14 Juni 2021   18:39 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gelaran UTBK-SBMPTN 2021 telah usai, sebanyak 184.942 peserta dinyatakan lolos dari total jumlah pendaftar yaitu 777.858 peserta dari seluruh daerah di Indonesia. Sudah tentu jumlah yang gagal lebih banyak dari jumlah pendaftar. Tahukah teman-teman, bahwa dari sekian banyak peserta seleksi, bukan hanya terdiri dari para lulusan SMA dan sederajat tahun 2021 saja, melainkan terdapat para peserta gap year lulusan 2019 dan 2020.

Terlepas dari diterima di PTN mana dan pada program studi apa, sudah pasti merekalah yang terbaik dari sejumlah pesaing, dengan disertai usaha keras dari masing-masing.

Bicara mengenai kegagalan UTBK-SBMPTN, mengingatkan saya pada masa-masa gap year selama dua tahun, iya saya gagal SBMPTN sebanyak dua kali. Sebenarnya ceritanya agak panjang, tetapi singkatnya, dua tahun tersebut berisi perjuangan, penantian, penyesalan, keikhlasan dan kesabaran.

Perjuangan untuk mendapatkan prodi dan PTN yang diinginkan, yang tak lain tentunya dengan belajar, penantian agar dinyatakan lolos dalam beberapa ujian penyeleksian, penyesalan memilih prodi dan PTN, dan keikhlasan serta kesabaran dalam menerima apa yang sudah Allah tetapkan.

Untuk saat ini, saya memilih untuk menjadikan itu semua sebagai pelajaran daripada terus disesali, toh hidup terus berjalan dan waktu tidak bisa diputar. Dan akhirnya saya membuat tulisan ini sebagai salah satu bahan refleksi untuk teman-teman agar teman-teman tidak mengalami kejadian yang sama.

Bagaimana rasanya belajar suatu materi tetapi sebenarnya teman-teman tidak mencernanya? Apakah teman-teman pernah merasakan, ketika belajar hanya sebagai formalitas untuk menghadapi ujian saja, tanpa tahu betul inti dari materi atau soal yang dihadapi? Apakah teman-teman pernah menghindari salah satu mata pelajaran yang akan diujikan?

Beberapa pertanyaan di atas sebenarnya pernah saya rasakan ketika gap year, tetapi seperti sesuatu yang bisa dibilang tidak saya sadari, mungkin karena ego saya yang tidak bisa dikendalikan, yang akhirnya menjadikan hal itu biasa saja, padahal ada juga salah satu guru yang mengingatkan saya akan pilihan prodi yang saya pilih, bahwa itu sangat mustahil, haha.

Kembali ke pembahasan, untuk teman-teman yang belum beruntung di jalur SBMPTN tahun ini, kira-kira apa langkah teman-teman selanjutnya? Apa saja yang menjadi penyebab teman-teman tidak lolos? Apakah teman-teman akan tetap memilih prodi yang sama dengan sebelumnya, atau ragu karena suatu sebab lalu ingin pindah prodi bahkan rumpun tes? Ingin mencoba ujian mandiri?

Untuk teman-teman yang ragu dalam memilih, apakah akan lanjut di rumpun yang sama atau berbeda dari sebelumnya, berikut ini beberapa indikasi yang bisa teman-teman perhitungkan sebelum melangkah berdasarkan pada pengalaman pribadi saya.

1. Malas Mengerjakan Soal Atau Latihan

Jadi, sewaktu SMA saya mengambil jurusan IPA, di SBMPTN tahun 2018 dan 2019 pun saya mengambil prodi di rumpun IPA atau Saintek. Dalam hal belajar menghadapi seleksi besar tersebut, saya memaksa diri untuk mengerjakan soal dan latihan, tetapi saya tidak benar-benar tahu konsep yang digunakan, pada hasil akhir pun si soal jarang sekali terjawab benar apalagi pada mata pelajaran Fisika dan Kimia. Mungkin karena saya tidak paham betul terhadap konsep dasarnya, jadi ketika bertemu soal malah bingung. Hal itu pun menjadikan saya malas untuk mengerjakan soal-soal yang tidak saya pahami konsepnya, alias hanya asal jawab ketika mengerjakan soal dan try out.

2. Malas Dalam Belajar dan Me-review Materi

Saya sendiri sebagai peserta rumpun Saintek, dalam SBMPTN hanya mengandalkan skor dari bagian tes potensi skolastik dan Biologi, serta Matematika, meskipun hanya sedikit sekali materi yang saya kuasai. Saya lebih sering mereview materi Biologi daripada mata pelajaran Saintek lain karena menurut saya mudah dipahami serta berpotensi menjawab benar lebih besar daripada me-review mata pelajaran Saintek lain, hanya fokus ke Biologi.

3. Skor Try Out Tidak Stabil Alias Naik-Turun

Dampak dari dua poin di atas langsung terlihat pada hasil try out saya karena hanya mengandalkan beberapa mata pelajaran dan menghiraukan mata pelajaran lain. Dan ketika saya bertemu pada mata pelajaran yang bisa dibilang tak disuka atau jarang saya pelajari, saya selalu memblok jawaban karena tidak tahu bagaimana cara mengerjakannya.

4. Berharap pada keberuntungan

Dalam mengerjakan try out, lebih banyak soal yang tidak saya kerjakan daripada yang saya kerjakan dengan teliti. Soal yang tidak saya kerjakan saya jawab asal-asalan, tetapi tetap memakai strategi, tetap dengan harapan semoga banyak jawaban yang tepat.

Seiring waktu saya sadar bahwa ketika saya menghindari salah satu mata pelajaran yang memang akan diujikan maka sama saja dengan menghindar untuk lolos di seleksi tersebut, karena penilaian bukan hanya dari satu mata pelajaran, melainkan ada beberapa mata pelajaran lainnya juga. Jika pun saya lolos saat itu, sepertinya saya tidak akan kuat sampai waktu wisuda tiba, kembali lagi ke awal, bahwa soal SBMPTN bisa jadi gambaran kecil dari materi perkuliahan yang sebenarnya lebih kompleks, ketika saya tidak bisa mengerjakan dengan benar dan tidak lolos tes, berarti kecil kemungkinan saya bisa bertahan dibangku perkuliahannya bukan, karena memang begitu sistemnya berjalan. 

Pada akhirnya saya mengikuti SBMPTN kali ketiga dan memutuskan lintas jurusan ke Soshum setelah dua tahun berturut-turut selinear dengan jurusan ketika SMA. Dan iya, meskipun tahun di SBMPTN 2020 hanya menggunakan tes potensi skolastik saja, saya rasa soal-soal skolastik pun terintegrasi dengan rumpun yang dipilih. Sebelumnya saya pernah lintas jurusan juga, yaitu di ujian mandiri UI atau SIMAK UI pada tahun 2019 tetapi gagal.

Jika teman-teman merasa tidak bisa atau susah bersaing di rumpun yang linear dengan jurusan ketika SMA, lebih baik lintas jurusan, dengan catatan, program studi yang dibidik selanjutnya benar-benar sesuai dengan passion atau kemampuan teman-teman, jangan terlalu lama berpikir tetapi segeralah membuat keputusan, dan juga jangan lupa untuk selalu meminta petunjuk dari Tuhan serta restu dari kedua orang tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun