Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sejak tahun 2022 menargetkan rasio elektrifikasi mencapai 100 persen atau tidak ada lagi desa yang tak teraliri listrik.
Gubernur Sumsel Herman Deru pada saat itu mengatakan terdapat 33 desa yang belum dialiri listrik sehingga pihaknya meminta PLN untuk mengupayakannya.
Desa yang belum terjangkau pelayanan listrik dari perusahaan listrik negara (PT PLN) umumnya berada di kawasan hutan.
Sumsel, lumbung energi yang menyuplai listrik ke provinsi lain berharap semua pihak ikut serta merealisasikan rasio elektrifikasi 100 persen.
Keandalan listrik Sumsel sudah terbilang mumpuni dengan rasio elektrifikasi pada 2021 sebesar 99,37 persen dengan produksi energi listrik mencapai 8.005.119,68 MW.
Sedangkan kebutuhan dan konsumsi listrik Sumsel hanya setengah dari kapasitas pembangkit.
Kehadiran listrik di desa yang belum terjangkau PLN sangat dibutuhkan demi peningkatan taraf hidup masyarakat.
Oleh karena itu, Perusahaan Listrik Negara (PT PLN Persero) Unit Induk Distribusi Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu (UID S2JB) mulai 2024 ini melakukan berbagai percepatan untuk mewujudkan rasio desa berlistrik 100 persen di wilayah Sumatera Selatan.
General Manager PLN UID S2JB Adhi Herlambang mengatakan rasio desa berlistrik di Sumsel sudah mencapai 99,01 persen, dan melalui berbagai upaya percepatan pengembangan pelayanan listrik desa, diharapkan dalam satu atau dua tahun ke depan bisa dicapai 100 persen.
Pengembangan jaringan listrik ke desa-desa selama ini dihadapkan berbagai masalah seperti melintasi kawasan hutan suaka margasatwa sehingga tidak dapat dilaksanakan sesuai rencana.
Kerja sama BKSDA
Guna mengatasi masalah itu, pihaknya menjalin kerja sama dengan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sumsel agar PLN bisa menggunakan lahan untuk membangun sistem kelistrikan bagi masyarakat desa yang ada di sekitar kawasan hutan suaka margasatwa. Jaringan listrik mau tidak mau harus melintasi kawasan hutan suaka margasatwa untuk menjangkau desa yang terpencil.
Kerja sama dengan BKSDA Sumsel merupakan komitmen bersama dalam menyediakan layanan listrik yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh masyarakat di provinsi dengan 17 kabupaten dan kota itu.
Sementara Kasubdit Direktorat Perencanaan BKSDA Sumsel Toni Anwar menjelaskan bahwa kerja sama dengan PT PLN itu sebagai upaya pihaknya mendukung kepentingan masyarakat.
Namun, dalam pelaksanaannya BKSDA mewanti-wanti agar PLN dapat tetap menjaga kelestarian alam di sekitar jaringan listrik yang dibangun.
Sambil menunggu proses pengembangan jaringan listrik ke desa yang belum terjangkau PT PLN, Pemprov Sumsel dan pihak terkait lainnya mengupayakan menyediakan energi listrik bagi seluruh masyarakat hingga kawasan pelosok dengan memanfaatkan potensi alam seperti air dan sinar matahari.
3
Pemanfaatan potensi alam sebagai upaya menyediakan energi listrik bagi masyarakat desa dengan memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) seperti mengembangkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), tenaga mikro hidro (PLTMH), dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Pembangkit listrik EBT atau sumber energi berasal dari alam yang dapat diperbarui secara alami tanpa batas, berpotensi dikembangkan di desa-desa yang belum terdapat jaringan listrik PLN.
Energi baru terbarukan yang juga dikenal sebagai energi hijau memiliki beberapa ciri di antaranya berasal dari sumber daya alam yang melimpah, seperti matahari, angin, air, biomassa, ramah lingkungan, tidak menghasilkan emisi karbon atau polusi lainnya.
Menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang lebih rendah dibandingkan sumber energi fosil yang kini masih banyak digunakan pembangkit listrik di Tanah Air.
Indonesia khususnya Sumsel memiliki potensi yang besar untuk memanfaatkan EBT, namun, pemanfaatannya belum optimal karena biaya instalasi juga cukup besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H