Yang bisa kami sampaikan bahwa sampai kembalinya kami ke tanah air, kursi roda tersebut tidak pernah ditemukan. Dan kami juga tidak tahu apakah Menag juga aware akan masalah ini, atau beliau hanya menerima laporan bahwa tidak ada masalah berkaitan dengan penanganan kursi roda (calon) jamaah haji, sehingga tidak perlu ada evaluasi dan perbaikan dalam hal ini.
Paling tidak, yang kami tahu saat kami kejar terus staff tersebut mengenai status kursi roda kami, beliau menyampaikan (tertulis via whatsapp) bahwa hanya kami yang kursi rodanya hilang (tidak ditemukan bahkan setelah mereka menyisir seluruh lokasi di dalam bandara Madinah berkali-kali). Di saat yang sama, kami cek langsung di kloter kami di hari itu, masih ada seorang jamaah lain yang masih belum menerima kursi rodanya. Staf tersebut berkilah bahwa dia hanya menerima laporan bahwa hanya kursi roda kami yang dilaporkan hilang yang sampai kepadanya. Bayangkan bila ketua kloter lainnya melakukan hal yang sama, dan tidak melaporkan insiden kehilangan kursi roda di kloternya masing-masing.
Bila hal terakhir yang terjadi, maka tentu saja Menag tidak akan pernah menganggap ada masalah dalam prosedur penanganan kursi roda di bandara di Arab Saudi sana. Jadi tidak perlu ada evaluasi, dan tidak perlu ada perbaikan lebih lanjut.
Dengan kata lain, (calon) jamaah haji yang berkursi roda dan membawa kursi roda sendiri ke Arab Saudi harus siap mengikhlaskan kehilangan kursi rodanya.
Kenapa harus ikhlas?
Inilah celah dimana petugas lapangan akan berusaha meredam masalah ini tidak muncul ke permukaan, sehingga laporan hasil kerjanya tidak ada yang merah.
Petugas akan mengarahkan bahwa perjalanan (calon) jamaah haji ini adalah perjalanan religi yang banyak hikmah dan cobaannya. Bahwa masalah kehilangan kursi roda ini adalah salah satu cobaannya yang harus dihadapi dengan ikhlas. Kursi roda yang hilang bisa diniatkan sebagai wakaf dan semoga bermanfaat bagi yang menggunakannya, dan menjadi ladang pahala bagi pemilik yang kehilangan.
Bila arahan ini berhasil, maka kasus bisa ditutup. Tidak perlu ada tindak lanjut (mencari kursi roda yang hilang, mencari sumber masalah kehilangan barang, evaluasi dan mitigasi agar kejadian ini tidak terulang di kemudian hari). Petugas tidak perlu membuat laporan lebih lanjut (persis seperti kasus di kloter kami, dari jamaah lain yang juga hari itu masih kehilangan kursi rodanya).
Dan (calon) jamaah haji tidak akan merasa bahwa sebenarnya dia sedang dizholimi oleh petugas yang tidak bekerja dengan benar, atau dizholimi oleh peraturan / perjanjian kerja / prosedur yang tidak dibuat dengan benar oleh petugas yang zholim. Entahlah...
Petugas hanya akan mengingatkan, (calon) jamaah haji sebaiknya tidak berbantah-bantahan (jidal) untuk bisa mencapai Haji yang Mabrur.
Wallahu A'lam bi showab.