Mohon tunggu...
Sadana Felix
Sadana Felix Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa program studi Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keluh Kesah Seorang Pemuda: 9 Bulan Hidup Bersama si Biang Kerok

10 November 2020   23:20 Diperbarui: 10 November 2020   23:38 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak Maret 2020, tepatnya setelah kasus pertama Covid-19 di Indonesia yang saat itu muncul di Kota Petir, Depok, Jawa Barat dan diumumkan resmi oleh Presiden Joko Widodo 2 Maret lalu, selaras dengan perubahan siklus kehidupan seorang pemuda sekaligus mahasiswa yang benci terlalu banyak libur ini. 16 Maret 2020, pemuda ini menerima surat edaran kampus yang berisi pernyataan jika mahasiswa dan mahasiswi di universitasnya resmi dirumahkan atau belajar dari rumah sejak hari itu. 

Tak lain dan tak bukan, penyebabnya pasti covid sialan ini, gumamnya. Biang Kerok baru, berbentuk virus yang dapat menular dari satu inang ke inang lain melalui droplet atau percikan air liur maupun dari permukaan benda yang telah terkontaminasi. 

Penyesuaian baru pun tak dapat dihindari, pemuda ini menjadi rajin mencuci atau membersihkan tangannya. Mencuci tangan setelah makan, setelah buang air besar (tentunya!), dan setelah memegang uang menjadi kebiasaan baru yang sebelumnya jarang ia lakukan, terkecuali setelah buang air besar, itu merupakan kultur lama yang harus, kudu, dan tetap ia jaga dan lestarikan. Back to the topic, instruksi untuk rajin mencuci tangan ini tidak ia makan sendiri. 

Sebagai seorang mahasiswa, pemuda ini memiliki peran untuk mengedukasi atau membagi pengetahuannya kepada masyarakat, tetapi karena menurutnya lingkup yang besar itu dirasa sulit, ya kepada lingkup yang lebih kecil yaitu keluarga dan teman se-permainan. 

Cara ia membangun kesadaran kolektif pun tidak menggunakan hal rumit beserta ancaman. Ia terinspirasi dari sebuah unggahan video yang menunjukkan seorang ibu beserta anaknya seperti tengah melakukan eksperimen pelajaran IPA, di mana mereka bereksperimen dengan lada atau mereka sebut 'kuman' yang berada di dalam wadah dan kemudian si Ibu menunjukkan bagaimana sabun merupakan alat yang ampuh supaya 'kuman' tidak dekat dengan anak-anak di dalam video itu. 

Setelah pemuda itu menunjukkan pentingnya untuk mencuci tangan di kondisi pandemi seperti ini, ibu, bapak, abang dan kakaknya pun mengerti dan ikut-ikutan menjadi rajin.

Instruksi lainnya yang mau tak mau ia patuhi ialah untuk belajar dari rumah. Pembelajaran Jarak Jauh atau yang lebih sering disingkat menjadi PJJ ini sebetulnya memang lebih fleksibel dan memiliki banyak keuntungan tersendiri untuk mahasiswa. Keuntungan yang pertama, mahasiswa yang bertempat tinggal lumayan jauh dari kampus tak lagi perlu bermacet-macetan di jalan atau berdesakan di transportasi umum untuk menimba ilmu di kampus. 

Cukup dengan gadget yang memiliki penyimpanan atau storage yang tidak hampir penuh dan kuota internet saja sudah cukup. Memang, kuota yang dibutuhkan akan lebih banyak dari sebelumnya, tetapi jika ongkos jalan dialokasikan ke paket data ditambah adanya kuota bantuan dari kampus atau pun pemerintah, tampaknya perkara itu tidak perlu lagi dipusingkan. 

Kedua, mahasiswa dan mahasiswi rasanya tidak perlu lagi merasa insecure dan memusingkan penampilan ketika kuliah online. Ya, adanya fitur turn of video dibeberapa aplikasi penunjang PJJ dapat digunakan untuk menutupi muka bantal maupun muka panik ketika hendak presentasi. Walaupun dapat dipastikan dosen akan berbicara dengan nada halus dan perlahan naik ke nada tinggi supaya kita menyalakan kamera, tetapi sebagai pemuda, anda dan saya memiliki 1001 alasan bukan? Tolong, jangan disangkal. 

Tetapi, diluar beberapa keuntungan yang disebutkan di atas, bagi pemuda ini, tampaknya hal tersebut tidak dapat menggantikan kualitas pertemuan tatap muka dengan dosen dan teman sebaya di dalam pembelajaran maupun diskusi, di dalam kelas maupun di luar kelas. Pembahasan yang berat maupun yang ringan terdengar lebih hidup dan menarik ketika bertatap muka dengan orang lain. Secara subjektif, pemuda ini menyimpulkan keresahannya dengan cuitan yang ramai diretweet di media sosial Twitter beberapa waktu lalu, pembelajaran tatap muka > PJJ, valid, no debat. 

Covid-19 pada akhirnya berimplikasi pada hubungan sosial di dalam masyarakat. Masyarakat pada umumnya, atau sekarang bisa dikatakan pada awalnya, melakukan berbagai tindakan preventif untuk memproteksi dirinya beserta keluarga dari si biang kerok ini. Stigma, kecurigaan dan paranoid, serta alienasi oleh orang lain maupun diri sendiri terjadi di era pandemi ini. Bahkan PSBB atau melakukan segalanya dari rumah sekarang ini berarti mengharuskan individu untuk mengasingkan diri dari kehidupan riilnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun