Konflik antara Rusia dan Ukraina telah menjadi topik yang kompleks dan sensitif selama beberapa tahun terakhir. Ini bermula dari pergolakan politik di Ukraina pada 2014, di mana presiden pro-Rusia Viktor Yanukovych digulingkan setelah protes massa. Pasca-penurunan Yanukovych, Rusia mendukung separatis pro-Rusia di wilayah timur Ukraina, terutama di Donetsk dan Luhansk, yang menyebabkan konflik bersenjata.
Selain konflik di Donbas, Krisis Krimea pada 2014 juga menjadi puncak ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Rusia secara militer mengambil alih Semenanjung Krimea dari Ukraina, yang memicu reaksi keras dari pemerintah Ukraina dan komunitas internasional.
Ukraina, yang merupakan negara eks Uni Soviet semakin bersikap pro Barat dengan menandatangani kerjasama perdagangan dengan Uni Eropa (EU). Kerjasama tersebut menawarkan kesempatan kepada semua pihak untuk bekerja sama demi masa depan yang aman, dan memastikan secara tegas keanggotaan Ukraina di dalam EU.
Dinamika antara Rusia, NATO, dan Ukraina adalah bagian dari konflik geopolitik yang kompleks di wilayah Eropa Timur. Hubungan antara Rusia dan NATO telah tegang sejak akhir Perang Dingin. Perlu dicatat bahwa saat Uni Soviet bubar, NATO berjanji tidak akan memperluas keanggotaannya ke wilayah-wilayah eks-Soviet. Namun, ekspansi NATO ke negara-negara bekas Uni Soviet, Rusia menganggap ekspansi ini sebagai ancaman terhadap keamanan nasionalnya.
Di lain sisi, sebagian pihak di Ukraina mendukung keanggotaan negara tersebut dalam NATO sebagai cara untuk melindungi diri dari agresi Rusia. Namun, ini merupakan poin sensitif yang dapat memicu reaksi keras dari Rusia. Ketika Ukraina secara resmi menyatakan niatnya untuk bergabung dengan NATO, itu memicu reaksi keras dari Rusia dan meningkatkan ketegangan di kawasan tersebut. Dengan demikian, hubungan antara Rusia, NATO, dan Ukraina merupakan bagian dari konstelasi geopolitik yang kompleks di kawasan Eropa Timur, dengan banyak faktor yang saling terkait, termasuk sejarah, politik, dan keamanan.
Melihat konflik ini, apakah mungkin perang dunia ketiga akan terjadi? Pertanyaan tersebut seringkali menciptakan banyak spekulasi dan kekhawatiran. Ketegangan di Timur Tengah, persaingan kekuatan antara Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, serta ancaman terorisme dan penyebaran senjata pemusnah massal merupakan "faktor" yang menimbulkan perang dunia ketiga. Dewasa ini, upaya-upaya diplomasi, dialog, dan kerjasama internasional menjadi semakin penting dalam mengatasi ketegangan ini dan mencegah terjadinya konflik besar.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H