Mohon tunggu...
Saddam fattah
Saddam fattah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

well structured

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tingkat Minat Baca Rendah karena Malas Membaca atau Kurang Bahan Bacaan?

3 Juli 2023   20:07 Diperbarui: 3 Juli 2023   20:27 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa tingkat literasi Indonesia bisa sangat rendah? Itu adalah pertanyaan yang cukup sering ditanyakan oleh segelintir orang. Kurangnya bahan bacaan dan praktik literasi yang belum sesuai menjadi faktor penyebab rendahnya literasi masyarakat Indonesia, lalu bisa juga karena rendahnya minat baca masyarakat yang terjadi karena sejak kecil tidak dibiasakan membaca.

Padahal di zaman era digital seperti sekarang ini, membaca buku tidak melulu harus melalui buku cetak saja kok, tetapi bisa juga diakses melalui hp. Dengan hp, kita bisa membaca banyak hal tanpa harus bawa begitu banyak buku. Yang bisa dibaca di hp ada e-book, artikel-artikel, novel dan masih banyak lagi. Buku adalah jendela dunia mungkin kata-kata itu pasti udah sering banget kita dengar, tapi itu gak akan merubah fakta kalo membaca buku itu adalah suatu cara untuk membuka jendela tersebut, agar kita bisa mengetahui lebih tentang dunia yang belum kita tahu sebelumnya. 

Membaca buku dapat dilakukan oleh siapa saja, anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang-orang yang telah berusia lanjut.

Buku merupakan sumber berbagai informasi yang dapat membuka wawasan kita tentang berbagai hal seperti ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial budaya, politik, maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Tanpa disadari manfaat membaca buku dapat memberikan banyak inspirasi bagi kita namun sayangnya kegiatan membaca buku belakangan ini telah diabaikan berbagai kalangan dengan alasan kesibukan. 

Meningkatkan minat baca mau gak mau sudah sangat diperlukan. Keadaan dunia yang semakin mengglobal, secara tidak langsung telah memaksa kita untuk mempertajam pengamatan kita terhadap informasi-informasi yang beredar. Selain itu, keadaan ini juga menuntut kita untuk memperbaiki kualitas diri.

Kurangnya minat baca yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia harusnya mendorong pihak-pihak yang terkait untuk sesegera mungkin memfasilitasi dan menganalisis apa saja yang menjadi penyebab hal tersebut. Dalam hal ini, tentu sangat diperlukan kerja sama antara penulis, penerbit, pemerintah dalam pengadaan sumber bacaan. Tentu jika terus didiamkan seperti ini akan mulai muncul dampak-dampak negatif dari rendahnya literasi, salah satunya adalah banyak generasi muda yang menjadi malas, kurangnya pengetahuan sehingga tidak dapat bersaing dengan daerah lain atau bahkan luar negeri.

Generasi muda pun akan sulit mendapatkan pekerjaan karena minim pengetahuan, generasi muda yang malas membaca akan sulit dalam bersosial karena wawasan yang kurang, generasi muda akan sulit mengembangkan potensi dalam diri karena sempitnya pengetahuan, banyak generasi muda yang tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan cenderung egois karena sibuk dengan gadgetnya.

Kita coba ambil contoh Jepang deh, sejak kecil orang tua di Jepang sudah mengajarkan anak-anak mereka untuk mau membaca buku. Rata-rata orang Jepang memang gemar membaca, atau setidaknya mereka gemar mencari informasi yang kadang dianggap gak penting bagi sebagian orang. Tidak peduli dimanapun mereka berada, baik saat sedang duduk ataupun berdiri kebanyakan mereka akan memanfaatkan waktu pada saat di Densha (kereta listrik) untuk membaca.

Walau era smartphone di Jepang sudah lebih dulu maju daripada di Indonesia, saat di kereta api ataupun tempat-tempat umum yang terdapat antrean, selalu ditemukan orang-orang yang membaca buku. Budaya ini dibangun lewat kebijakan penyadaran pentingnya membaca. Hal ini sengaja direncanakan, ditanamkan, ditumbuhkan dan dikembangkan secara serius dan berlanjut. Kesadaran membaca dituntun melalui disiplin tingkat tinggi. Budaya membaca memang menggelora ke seluruh lini kehidupan bermasyarakat Jepang. Ia diterima dan dipertahankan karena meyakinkan secara logis sebagai obor penerang masa depan. Benar-benar mengagumkan bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun