Mohon tunggu...
Sadam Syarif
Sadam Syarif Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis jalanan

Suka ngopi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Climate Change, Biden dan Masa Depan Peta Indonesia

2 Agustus 2021   10:29 Diperbarui: 2 Agustus 2021   10:34 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu perubahan iklim (Climate Change) seketika muncul ke permukaan saat rekor kasus harian covid Indonesia masih pada posisi puncak dunia. Publik tentu tidak berspekulasi bahwa isu ini sengaja dihembus untuk mengalihkan perhatian dan ketakutan publik atas pandemi yang semakin tidak terkendali saat ini. Karena climate change adalah isu lawas yang selalu dibicarakan dalam rentan 20 tahun terakhir oleh masyarakat internasional. Jauh sebelum pandemi  covid 19 ini mengepidemi dunia, pemanasan  global menjadi masalah yang selalu dianggap sebagai ancaman yang akan dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia.

Adalah Joe Biden, presiden Amerika Serikat yang secara khusus mengirimkan pesan peringatan tentang masa depan Jakarta kepada seluruh dunia internasional. Berbeda dengan Partai Republik, platform politik Partai demokrat AS, partai politik asal Biden ini sangat konsen terhadap isu HAM, Kesehatan, lapangan pekerjaan dan Lingkungan hidup, khususnya pemanasan global. Tak heran bila sejak dilantik, kebijakan luar negeri AS secara khusus mendorong perhatian global dengan agenda "clean economic revolution". Biden tak mengada- ada dengan apa yang dia sebut sebagai ancaman terbesar yang sedang dihadapi umat manusia ini. Ketakutan para pemimpin dunia tentang ancaman climate change ini pun dipertegas oleh menteri keuangan RI, Sri Mulyani indrawati dalam agenda ESG Capital Market Summit 2021 pada 27 Juli lalu. "Global trap", begitulah Ibu Menteri menyebut isu yang juga dideskripsikannya sebagai ancaman global dan konon akan lebih mengerikan daripada pandemi ini.

Sekali lagi, sulit rasanya untuk menuduh isu climate change ini sebagai isu khusus yang disiarkan agar masyarakat bisa melupakan dan memaklumi kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pandemi yang kian ganas. Pemanasan global secara statistik selalu bergerak sejalan dengan meningkatnya geliat pembangunan sosial ekonomi peradaban manusia yang tidak ramah lingkungan. Dan baru kali ini, bahkan seorang menteri keuangan pun turut memberikan perhatian serius terhadap isu tersebut, mungkin karena keterkaitannya dengan kebijakan fiskal dunia dalam menekan laju climate change. Hal ini mengkonfirmasi bahwa, peta dunia akan benar-benar akan diperbaharui dalam tempo yang tidak lama lagi. Terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia, ancaman tenggelamnya pulau-pulau kecil akan menjadikan gugusan zamrud khatulistiwa ini berguguran. Dampak yang sejak lama timbul akibat menipisnya cadangan landscape hutan Indonesia akibat konversi dan eksploitasi hutan.

Secara teknis, krisis pemanasan global akan meningkatkan volume air laut akibat es di kutub yang mencair secara berkelanjutan. Dampaknya tentu tidak hanya akan mengurangi jumlah pulau-pulau kecil cantik nan eksotis pada Wisata bahari 17 Pulau di Riung NTT. Naiknya permukaan laut juga akan mengakibatkan memperlebar jarak antara banten dan lampung. Namun lebih dari itu Indonesia akan kehilangan jutaan hektar ekosistem pesisir akibat menyusutnya garis pantai yang saat ini memegang rekor garis pantai terpanjang nomor dua dunia. Juga ribuan satwa diperkirakan akan terevolusi oleh suhu yang tidak ramah bagi tumbuh kembang satwa. Kehidupan manusia akan berlangsung dengan tabiat iklim yang tidak stabil seperti curah hujan berintensitas tinggi yang turun tidak sesuai jadwalnya saat ini di beberapa negara.

Maka tak heran jika dunia yang sedang berjibaku menyelesaikan bencana pandemi ini, ternyata diam-diam juga menyimpan ketakutan berupa naiknya suhu  bumi bahkan hanya untuk 1,5 derajat celsius. Angka yang cukup untuk mencairkan jutaan kubik es di kedua kutub bumi dan kemudian memperngaruhi kehidupan biosfer akibat kerentanan atmosfer. Perubahan alam yang Bahkan berpotensi mendorong manusia untuk bersaing, bertikai dan saling membunuh memperebutkan air, pangan dan energi.

Jakarta, ibu kota negara RI, secara khusus mendapatkan perhatian Biden dalam pidatonya di lembaga kontra-intelejen AS tersebut. Tanpa ragu Biden bahkan menyebut Jakarta akan karam dalam waktu 10 tahun lagi. Meskipun Secara tersirat, penting untuk kita maknai maksud dari pesan penting orang nomor satu AS sebagai peringatan bahaya bagi Indonesia secara keseluruhan. Mungkin melalui pernyataannya itu, Joe Biden juga sebenarnya berniat menekan laju kedigdayaan ekonomi seteru paling berbahaya AS, Tiongkok. Melalui Jakarta, Biden menggugat Bahwa, batubara murah dan nikel yang selalu diekspor ke Tiongkok dengan harga murah adalah awal bencana bagi Indonesia dan dunia. Berdasarkan data definitif, China mengimpor batubara dari Indonesia selama januari-oktober 2020 sebesar 86,88 juta ton menurun dibanding tahun sebelumnya. China bahkan diperkirakan akan membeli batu bara Indonesia senilai 20,6 triliun Rupiah pada 2021.

Untuk diketahui, Tahun lalu Konsumsi batubara china mencapai 4,04 miliar ton atau sekitar 56,8 persen dari total konsumsi energinya. Dengan kata lain, energi murah batubara asal Indonesia telah berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara dengan rekor paling polusi di dunia itu. Bagaimanapun, Pertumbuhan ekonomi china adalah ancaman bagi superioritas AS. Perang dagang, hingga perang mulut diplomatik telah terjadi antara keduanya. Kampanye clean economic bisa disebut sebagai cara AS mengendalikan geliat ekonomi China di samping menjadi agenda poltik luar negeri AS dalam konteks climate change.

Pesan politik Biden ini diharapkan mampu menekan Aktivitas Pertambangan yang telah merusak jutaan hektar hutan dan lahan Indonesia dalam satu tiga dekade terakhir. Meskipun saat ini batubara memberikan kontribusi positif bagi neraca perdagangan RI dan menjadi penopang ekonomi nasional, namun dalam jangka panjang, menurut LSM Greenpeace Indonesia, salah satu produk tambang favorit Indonesia ini akan menyebabkan Indonesia kolaps. Selain batubara, jutaan kubik nikel Indonesia telah diangkut secara tidak adil menuju China dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data bea cukai China, biji nikel Indonesia yang masuk ke China mencapai 3,4 juta ton pada 2020.

Di samping hendak mewanti-wanti Jakarta dengan konsekuensi tambang dan kerusakan lingkungan, sejatinya Washington melalui gestur komunikasi Biden juga hendak memberikan kode alert akan masa depan kedaulatan RI akibat intimasi diplomatik Jakarta-beijing. Biden tentu tidak nyaman dengan tingginya ketergantungan Jokowi terhadap pemimpin partai Komunis Xi Jim ping. Dengan beban utang yang kian menggunung kepada Tiongkok, bukan tidak mungkin, cepat atau lambat Indonesia akan diintimidasi dengan berbagai proposal bilateral yang merugikan kepentingan nasional.

Kita mungkin perlu mempertimbangkan kembali kutipan menakutkan Prabowo yang mengatakan "indonesia akan bubar pada 2030". Akankah imajinasi fiksi ilmiah novelis asing itu akan benar-benar terjadi? Tentu akan sangat membosankan membayangkan hidup dalam Satu dekade yang penuh dengan krisis. Sebagai bangsa, wajib Kita do'akan Semoga Indonesia akan abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun