Mohon tunggu...
Sadam Syarif
Sadam Syarif Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis jalanan

Suka ngopi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Maksud Baik Omnibus Law untuk Siapa?

19 Januari 2020   22:40 Diperbarui: 19 Januari 2020   22:45 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membuka rapat kabinet perdana pemerintahan di periode keduanya, Presiden Joko Widodo menawarkan sebuah gebrakan narasi hukum yang bahkan tidak pernah diucapkannya di masa-masa kampanye pemilu 2019 lalu. 

Sebuah reformasi perundang-undangan, jika tidak bisa disebut sebagai revolusi perundang-undangan yang menuai perdebatan oleh banyak ahli hukum dan ekonom apalagi buruh tanah air. 

Mengingat dampak daripada deregulasi Undang-undang ini akan signifikan memperngaruhi system dan struktur ekonomi nasional.

Konsep yang juga dikenal dengan omnibus bill ini sering digunakan di Negara yang menganut sistem common law seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi. 

Regulasi dalam konsep ini adalah membuat satu UU baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus. Saat ini, pemerintah tengah sibuk merumuskan dan membahas sejumlah RUU Omnibus Law, seperti RUU Cipta Lapangan Kerja; RUU Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM); RUU tentang Perpajakan; dan RUU tentang Perpindahan Ibukota Negara demi menggenjot pertumbuhan ekonomi. 

Presiden Jokowi bahkan memberikan deadline waktu pekan hingga akhir pekan bagi kementrian terkait untuk menuntaskan draf RUU sapu jagad ini. Untuk memuluskan pembahasan omnibus law, pemerintah bahkan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law yang beranggotakan 127 orang. 

Anggota Satgas Omnibus Law terdiri atas perwakilan dari kementerian atau lembaga terkait, pengusaha, akademisi, kepala daerah, dan tokoh-tokoh masyarakat. 

Nama-nama pengusaha besar yang masuk dalam Satgas tersebut, antara lain CEO Lippo Group James Riady, Komisaris Utama Bosowa Corporation Erwin Aksa, Komisaris PT Bakrie & Brothers Tbk Bobby Gafur Umar, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani, hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rahmi.

Dalam membedah legalitas formal dan dampak hukum RUU Omnibus Law, beberapa ahli hukum bahkan berpandangan bahwa omnibus law tidak lazim diterapkan di Indonesia karena menggunakan sistem hukum civil law. Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana menguraikan upaya politik hukum pemerintah ini tidak memiliki dasar hukum, sehingga Omnibus Law akan berpotensi menambah masalah dalam sistem hukum Indonesia. Sementara itu, hal yang paling disoroti oleh public adalah proses perencanaan omnibus law ini juga dinilai sangat terburu-buru dan cenderung tertutup. Maka sangat rasional jika banyak organisasi buruh yang menentang keberadaan RUU Omnibus Law ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan percaya diri mengatakan omnibus law menggunakan basis hukum administratif. Sehingga para pengusaha atau pihak lain yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.

Pakar hukum Tata Negara Jimmy F. Usfunan, dalam salah satu artikelnya menguraikan dampak positif dari UU Omnibus Law. Menurutnya UU hasil konsep omnibus law bisa mengarah sebagai UU payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain. Keberadaan omnibus law ditengarai dapat memberikan sejumlah keuntungan. 

Jimmy dalam artikel yang sama menyatakan bahwa konsep omnibus law bisa digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi dua hal. Pertama, persoalan kriminalisasi pejabat negara. Selama ini, banyak pejabat pemerintah yang takut menggunakan diskresi dalam mengambil kebijakan terkait penggunaan anggaran, karena jika terbukti merugi, bisa dijerat dengan tindak pidana korupsi. 

Kedua, omnibus law bisa digunakan di Indonesia untuk penyeragaman kebijakan pusat dan daerah dalam menunjang iklim investasi. Berkenaan dengan hal ini, omnibus law bisa menjadi cara singkat sebagai solusi peraturan perundang-undangan yang saling berbenturan, baik secara vertikal maupun horizontal, (Hukum Online.com).

Namun, hal yang sangat penting untuk dikritisi dalam konteks perlindungan terhadap para pejabat adalah bahwa dibentuknya UU baru ini untuk mengharmonisasikan dua aturan tersebut, maka jangan sampai UU baru justru disalahgunakan untuk melindungi kepentingan koruptor dan tidak sesuai dengan semangat UU yang diharmonisasi, misalnya pemberantasan korupsi dari UU Tipikor. Di tengah populernya fenomena pemberantasan korupsi yang penuh dengan intervensi politik hari ini, rasanya mustahil tercapainya prinsip good governance dalam tata kelola birokrasi yang terlampau sederhana dan liberal seperti yang diharapkan oleh Omnibus Law. DATA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2014-2019 menunjukan, jenis perkara tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia, didominasi oleh perkara suap yaitu sebanyak 65%. Posisi kedua jenis perkara tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia, yakni pengadaan barang dan jasa sebanyak 21% atau 195 perkara. Sementara terkait persoalan pungutan atau pemerasan, yakni sebanyak 3% atau 25 perkara berada di posisi kelima. Dan keenam tektait tindak pidana perizinan sebanyak 2% atau 23 perkara. Dan berdasarkan profesi atau jabatan dari 2004-2019, didominasi oleh profesi swasta sebanyak 266 orang, Selanjutnya, pejabat birokrasi setingkat eselon (I/II/III) sebanyak 27 orang, (Media Indonesia). Data KPK ini sangat penting untuk dijadikan rujukan pemerintah dan DPR, bahwa liberalisasi ekonomi dan bisnis melalui UU Omnibus Law justru akan menumbuh suburkan praktek suap menyuap dan korupsi antara pelaku bisnis dan para Pejabat Pembuat Komitmen.

Pada titik ini, public wajib mengkoreksi dampak hukum dan ekonomi dari UU klasik Amerika ini. Bahwa benar akan terjadi kemudahan perizinan usaha bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Namun apakah demikian jawaban atas masalah utama yang menghambat perkembangan UMKM Indonesia hari ini? Dalam sebuah kesempatan Presiden Jokowi pada perayaan Ulang Tahun Bukalapak ke-9 di JCC pernah mengungkapkan bahwa, jumlah UMKM saat ini sudah mencapai sekitar 56 juta dengan kompleks permasalahan yang ada di antaranya bagaimana menciptakan brand, desain, kemasan (packaging), modal, dan akses (CNBC Indonesia). Dalam kesempatan yang berbeda Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simongkir menyatakan bahwa peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di perekonomian nasional terhitung cukup besar. Jumlah tersebut mencapai 99,9 persen dan penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen. jumlah usaha kecil di Indonesia mencapai 93,4 persen, kemudian usaha menengah 5,1 persen, dan yang besar hanya 1 persen saja. Akan tetapi, pada prinsipnya angka tersebut tidak menunjukan adanya perubahan setiap tahunnya (Merdeka.com). Di samping itu, pemerintah juga memberikan Bea Perolehan hak atas tanah bagi pengusaha real estate. 

Dan setelahnya hampir sulit kita jumpai manfaat lebih dari UU omnibus Law ini bagi rakyat golongan menengah-bawah yang merupakan entitas mayoritas dalam struktur ekonomi bangsa ini. 

Dengan alasan perluasan lapangan kerja, instrument hukum pembangunan ekonomi nasional dikonstruksi secara liberal tanpa mempertimbangkan material fondasi kebijaksaan sosiologis yang berkeadilan. 

Jika omnibus law ini dianggap sebagai langkah strategis dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional 6 % pada tahun-tahun mendatang, maka di saat yang sama pilihan ini justru sebaliknya akan semakin memperlebar ketimpangan pendapatan dan penguasaan asset masyarakat. Berikut dampak kerusakan ekologi secara massif. 

Karena diakibatkan oleh perpanjangan kontrak tambang batu bara makin mulus dengan adanya RUU Omnibuslaw setelah lama dimoratorium. Di saat yang sama izin Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) akan ditiadakan.

Pada draf omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja misalnya, poin-poin yang diusulkan sangat berpotensi melanggar hak warga negara terutama buruh dan keluarganya yang dijamin konstitusi. Karena Pasal 28D ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menyebut setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri memiliki pandangan berbeda mengenai omnibus law. Ia menilai RUU Cipta Lapangan Kerja akan melemahkan posisi pemerintah daerah dan buruh. 

Karena akan berpotensi menimbulkan shifting,  sementara yang akan diuntungkan adalah pemerintah pusat dan para pelaku bisnis, (Kompas.com). Lebih jauh, Faisal Basri menerangkan bahwa, tujuan omnibus law untuk menciptakan lapangan kerja kurang relevan karena angka pengangguran terus menurun. Sementara pertumbuhan investasi juga dinilai tidak terlalu buruk.

Untuk Siapa?

Dalam upaya memahami tujuan dan niat baik pemerintah yang ngotot untuk menggolkan draf RUU Omnibus Law ini menjadi hukum positif negara, rasanya penting untuk kita renungkan bersama sebuah pertanyaan filosofis Pujangga kritis Alm. W.S Rendra dalam salah satu sajaknya, "Maksud baik Saudara untuk siapa"? 

Pertanyaan serius dan elegan yang bertujuan untuk mengoreksi niat baik atas segala "kebijaksanaan" para pembuat kebijakan. Dalam konteks UU Omnibus Law ini, sebagai warga negara sejatinya kita wajib berprasangka positif dan memberikan dukungan  moral kepada pemerintah yang bahkan telah mentargetkan untuk menyelesaikan UU radikal ini dalam waktu tiga bulan saja. Meskipun sangat mungkin, mengingat mayoritas kursi parlemen hari adalah milik partai koalisi pemerintah. 

Namun, dalam proses pembahasan rancangan Undang-undang yang notabene kompleks dan baru dalam sejarah system legislasi Indonesia, tindakan grasa-grusu sebaiknya dihindari sejauh mungkin.

Public wajib mengapresiasi upaya strategis pemerintah ini, dalam rangka mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional yang sempat gagal meroket pada periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi. Meskipun 16 roket, maksud kami paket Kebijakan Ekonomi sudah ditembakan ke titik-titik macet ekonomi nasional. 

Meski ternyata, jika ditelaah secara detail, akan kita jumpai jenis roket ekonomi bermerk Omnibus Law ini adalah sama atau sejenis material hukumnya dengan roket paket kebijakan Ekonomi yang bahkan pernah gagal untuk sekedar lepas landas. Lantas? Apakah efektif dan jitu menggunakan strategi yang sama dengan situasi ekonomi nasional maupun global yang semakin buruk seperti saat sekarang. 

Namun demikian, Misteri UU Omnibus Law yang penuh tanda tanya dan syarat ketimpangan nalar ini, menjadi wajar adanya jika hanya sekedar menjadi bahan eksperimentasi dan praktek spekulasi strategi pembangunan Ekonomi Nasional. 

Entah siapa yang paling diuntungkan dengan disahkannya UU yang menjadi payung bagi puluhan jenis UU ini. Dengan data dan fakta yang coba kami gambarkan di atas, apakah jurang ketimpangan ekonomi rakyat akan semakin sempit. Atau sekedar membahagiakan hati rakyat dengan iming-iming "niat baik" perluasan lapangan kerja. Patut untuk dipertimbangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun