Secara kasat mata terlihat bahwa SBY, sebagaimana umumnya sikap orangtua lain di dunia terhadap anak sulung mereka; menaruh harapan yang jauh lebih besar pada AHY ketimbang pada sang adik Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Harapan sang ayah pun dijawab dengan penuh dedikasi oleh Si Sulung.
Daftar panjang prestasi kemiliteran AHY dimulai dengan meraih penghargaan presiden Bintang Adi Makayasa (2000) saat menjadi lulusan terbaik Akademi Militer, disusul sejumlah prestasi skala regional/nasional kedinasan militer, lalu penghargaan internasional pun dikantongi sebagai lulusan terbaik US Maneuver Captain Course di Fort Benning (2011) yang membuatnya dianugerahi medali The Order of Saint Maurice, dan pencapaian berlanjut dengan predikat Summa Cum Laude saat lulus dari US Army Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas (2015). AHY pun dipilih sebagai Komandan Batalyon Infanteri Mekanis 203 Arya Kamuning, salah satu pasukan elit pengamanan ibukota, sampai awal 2016.
Sejujurnya dengan rekam jejak sedemikian mengesankan, wajar kalau mencuat harapan besar bahwa AHY akan bertumbuh menjadi seorang jendral yang berkualitas di masa depan. Nyatanya dia menyetop pendakian karir militernya sampai jenjang Mayor (Infantri) karena atas 'restu kuat' ayahnya dia menceburkan diri ke kancah politik dengan menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2016.Â
AHY gagal menjadi gubernur, namun pengalaman perdana politik praktis itu dijadikannya landasan untuk mengawali keaktifannya di parpol bentukan Sang Ayah. Jika tak ada kejutan berarti, dia akan menjadi Ketua Umum PD sampai tahun 2025 mendatang.
Terbatasnya langkah politik AHY
Kurang legowonya SBY atas tak terpilihnya AHY sebagai cawapres untuk pemilu 2024 mendatang berujung pada penarikan PD dari KPP. Langkah SBY tersebut menempatkan partainya kembali ke posisi mencari-cari parpol yang pas untuk dijadikan mitra di gelanggang pemilu nanti.
Lebih miris lagi, sebagaimana dikutip media luas, di tengah pendekatan gencar jajaran partainya ke berbagai pihak untuk berkoalisasi selepas hengkang dari KPP; media massa luas memberitakan pernyataan beberapa petinggi partai bahwa PD takkan mengajukan syarat terkait posisi cawapres untuk berkoalisi nanti.
Tak beda jauh dengan pernyataan AHY sendiri saat awal pembentukan KPP, sebagaimana dirilis KOMPAS.com (25/3), bahwa,"Kami ingin memberikan ruang yang luas kepada calon presiden kami, untuk bisa menentukan pasangannya."
Komando tertinggi partai yang masih berada di tangan SBY dan jajaran elit senior lainnya memang memberikan batasan yang cukup mengikat bagi AHY untuk bermanuver secara leluasa dalam memimpin PD.Â
Tantangan psikis yang tak bisa dianggap enteng bagi AHY sebagai anak sulung yang umumnya selalu berorientasi hasil, berbicara lugas, keras kepala, mandiri, dan perfeksionis. Kapasitas kepemimpinan yang telah ditempa dalam kiprah militer selama 16 tahun dengan pencapaian prestasi yang terbilang menonjol sebenarnya merupakan modal bagi AHY untuk mengasah lebih intensif model kepemimpinannya sendiri.Â
Bayang-bayang pencapaian dan impian Sang Ayah harus mampu diramu AHY sebagai suplemen dalam perjalanan menjadi seorang pemimpin dengan karakternya sendiri. Di usia menjelang 50 tahun saat ini, AHY dengan kecerdasan dan kecakapan yang dimiliki mau tak mau harus menunjukkan pada sang ayah bahwa dia bukan sekedar prajurit yang taat perintah, melainkan mitra diskusi yang setara.Â