Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Oase Gua Hira di Baitul Muttaqin

30 April 2021   09:29 Diperbarui: 30 April 2021   09:32 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi telah duakali menginterupsi rutinitas Ramadan para penghuni basecamp, yaitu bergegas memburu masjid raya Baitul Muttaqin selepas berbuka dan mendirikan Maghrib di mushola kami. Protokol kesehatan memang mematok masjid-masjid dan tempat-tempat ibadah lain untuk hanya menampung umat maksimal setengah dari kapasitasnya.

Bertahun-tahun lamanya nun sebelum virus corona melanda dunia; seusai wirid dan sholat sunnah bada Maghrib biasanya kami akan segera menggantung mukena mushola, merapikan jilbab, menyambar tas-tas berisi peralatan sholat yang sudah kami siapkan, mengunci pintu, dan mengayun langkah agak cepat menyusuri gang-gang, menapaki sisi persimpangan jalan raya, menempuh  ratusan meter agar bisa mencapai masjid raya yang terletak di jalan Purwakarta (Antapani) itu untuk berjamaah Isya dilanjut Tarawih dan diakhiri Witir.

Kaki kami setel sedemikian rupa agar bisa bergerak dengan kecepatan super pada malam-malam pertama Ramadan karena bisa dipastikan masjid akan full house akibat membludaknya warga kawasan Antapani dan sekitarnya yang hendak menghidupkan masjid di bulan nan berlimpah berkah. Shaf-shaf  meluber sedemikian rupa sampai jajaran Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) harus menggelar karpet-karpet tambahan di pelataran untuk mengakomodir jamaah yang hendak mendirikan sholat dipimpin imam.

Ramadan adalah momen dimana segenap umat Islam sangat antusias memakmurkan rumah-rumah Rabb dengan segenap daya, termasuk dana. Perolehan kencleng Baitul Muttaqin bisa mencapai jutaan rupiah setiap malamnya, begitu pula pasokan aneka hidangan untuk buka puasa terus mengalir setiap harinya. Ma sya Allah.

Berbagai kegiatan ekonomi umat pun semarak dari mulai para penjaja musiman yang menjual makanan khas Ramadan sampai berbagai ajang penjualan yang digelar para pemasar produk-produk sponsor memenuhi area depan masjid yang pekarangannya menyatu dengan Lapang Gasmin alias Gasibu Mini, nama yang terinspirasi oleh sarana olahraga Lapang Gasibu yang jauh lebih luas dan representatif tepat di seberang Gedung Sate.

Di luar acara-acara kagetan tersebut, sehari-hari di pinggiran jalan sekitar Baitul Muttaqin memang dijadikan tempat mangkal gerobak-gerobak para pedagang aneka jenis kuliner dari mulai gorengan, kue putu, bakso, sampai nasi goreng. Sebagian mereka memanfaatkan momen sore hari jelang buka puasa, sementara sebagian lainnya berniaga sampai jelang tengah malam.

Semerbak aroma tumisan bumbu golongan terakhir inilah yang sering meresapi indra penciuman jamaah yang tengah menyimak ceramah atau berusaha fokus pada bacaan imam saat sholat berlangsung. Keharuman yang acapkali menggoda konsentrasi dan memaksa kami rajin menggiring pergerakan pikiran agar kembali ke relnya. Kalau tidak begitu, bisa-bisa dengan gagahnya kami akan berdiri setelah sujud sementara saudara-saudara sepersholatan lain mulai membaca tasyahud akhir.

Doalah yang menjadi penaut kuat batin kami dengan Baitul Muttaqin. Ada masa-masa nun jauh sebelum pandemi dimana basecamp kami mendapat ujian-ujian berat. Masjid raya itu menjadi semacam Gua Hira temporer kami di malam-malam Ramadan, tempat kami mendengarkan ceramah-ceramah para da'i seraya terus membisikkan jalinan doa dalam diam.

Kebersamaan dengan saudara-saudara seiman, yang datang dari berbagai kawasan dan mayoritas tidak kami kenal secara pribadi, menjadi semacam oase yang memelihara harapan-harapan besar kami tetap hidup bahkan mampu bertumbuh-kembang meski berada di bawah tekanan yang rasanya saat itu nyaris tak tertahankan.

Polah anak-anak dengan kelasakan dan kecomelan mereka di masjid anehnya tak terasa terlalu mengganggu. Sebaliknya mereka membuat aliran pemikiran yang semula mentok di satu titik jadi terpicu untuk keluar dari jerat anti-kreatifitas yang mengungkung dan bergerak lepas menuju hal-hal baru yang tak pernah terbersit sebelumnya.

Majelis-majelis zikir dan kajian ilmu seperti malam-malam Tarawih di Baitul Muttaqin adalah bagian dari, seperti yang sering diebut oleh para ulama,  'taman-taman surga' tempat berjihad intelektual dengan ngalap ilmu-ilmu tentang Islam sekaligus momen dimana malaikat-malaikat berkumpul untuk mengaminkan doa-doa kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun