Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Sajadah Panjang dan Keimanan yang Bolong

22 April 2021   09:27 Diperbarui: 22 April 2021   09:31 2517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indra Sabil menyanyikan lagu religi dengan genre berbeda dari pop balada Bimbo (insert) namun keduanya tetap menggiring pada perenungan makna kehidupan (dok. YouTube, Wikipedia/ed.WS)

Ramadan, khususnya pada tahun-tahun sebelum pandemi, identik dengan hadirnya lagu-lagu religi baik yang bersifat timeless alias tetap dirindukan dari tahun ke tahun maupun yang baru muncul secara khusus untuk memeriahkan penghulu bulan dalam setahun di kalender Islam tersebut.

Lagu-lagu religi bergenre pop balada milik Bimbo bersaudara tergolong kategori pertama yang dikumandangkan secara publik sejak tahun 1980-an namun tetap dapat kita dengarkan alunan lirik-lirik puitisnya sampai Ramadan kali ini. Sebut saja sejumlah judul seperti 'Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya', 'Bermata Tapi Tak Melihat', 'Rasul Menyuruh Mencintai Anak Yatim', 'Rindu Kami Padamu', 'Tuhan', dan bagi saya lagu Bimbo yang berjudul 'Sajadah Panjang' sepertinya bakal menjadi hits yang lestari di hati.

Tempo lambat irama mengiringi vokal Sam yang melantunkan lirik lagu karya sastrawan Taufiq Ismail yang dalam penulisannya berkolaborasi dengan  Djaka Purnama yang juga salah satu anggota Bimbo itu. Kata-kata dan nada membaur dalam harmoni yang tenang sabar menghantar kita untuk mengingat hakikat hidup.

'Ada sajadah panjang terbentang// Dari kaki buaian// Sampai ke tepi kuburan hamba//Kuburan hamba bila mati'

Hidup adalah sajadah yang panjang-lebarnya terukur dari tangisan pertama selepas bunda meregang nyawa melahirkan kita sampai tiba di titik akhir saat kita harus melalui fase sakaratul maut  untuk mengembalikan amanah ruh serta segenap diri kepada Pemiliknya yang sejati.

'Ada sajadah panjang terbentang//Hamba tunduk dan sujud//Di atas sajadah yang panjang ini//Diselingi sekedar interupsi//Mencari rezeki mencari ilmu//Mengukur jalanan seharian//Begitu terdengar suara adzan//Kembali tersungkur hamba'

Layaknya sajadah tempat kita berpijak saat mendirikan sholat, hidup hakekatnya adalah menjalankan fungsi utama penciptaan kita, yaitu beribadah padaNya. Segenap aktifitas duniawi adalah figuran-figuran yang harus dipastikan tidak mengalahkan bahkan harus bisa memperkuat kapasitas peran utama kita sebagai hamba Sang Khalik.

'Ada sajadah panjang terbentang//Hamba tunduk dan rukuk//Hamba sujud tak lepas kening hamba//Mengingat Dikau sepenuhnya//Mengingat Dikau sepenuhnya'

Adzan adalah weker yang membangunkan kita dari kelelapan dalam dekapan selimut tebal pekerjaan, studi, percintaan, interaksi sosal daring-luring, dan segala tetek-bengek semesta yang asyik kita tekuni. Hal-hal yang tanpa manajemen efektif berpotensi menghempaskan kita pada kegembiraan semu yang lambat laun bertumpuk mengubur nurani fitrah kebaikan, membuat kita lelah dan berakhir tidak bahagia. Jedalah untuk berwudhu dan sholat, hempaskan semua sampah di jiwa maupun pemikiran. Kembali menjadi sebaik-baik diri kita sebagai hambaNya.

'Sajadah Panjang' adalah catatan dasar keberadaan manusia yang sebaiknya terus disimpan dalam memori diri siapapun yang masih belum berganti spesies.

Lalu bagaimana dengan fakta bahwa sebagai manusia terkadang kita ada di fase sangat menikmati 'selimut' duniawi hingga amnesia untuk jeda dalam jangka panjang?

Sinetron 'Para Pencari Tuhan' jilid 12 (2019) yang selalu tayang di televisi menemani makan sahur mempertemukan saya dengan 'Menuju SayangMu' yang dijadikan lagu penutup sinetron tersebut.

Lagu hasil kolaborasi Ivanka Slank dan Indra Sabil itu diusung dalam ritme rock yang dinamis dengan sentuhan alunan harmonika di awal-pertengahan-akhirnya. Lirik dan melodinya terasa gue banget bagi saya, juga cara Indra membawakannya yang rada ngegas.

'Aku sudah bosan//Dengan hati yang kosong//Kuingin mengisi ruang//Keimanan yang telah bolong//Hanya padaMu ku memohon//Sang Maha Pengampun dosa//Dan ku yakinkan terjawab//Selamatkan aku'

Pertama kali menangkap liriknya, saya langsung mewek karena sadar memang akan selalu butuh diselamatkan oleh Sang Maha Pengampun sepanjang kehidupan saya yang entah kapan akan bertemu titik finish.

'Kubasuh wajah dan hati ini//Yang penuh keangkuhan//Memohon padaMu Sang Penolong//Tunjukkan arah surgaMu'

Keangkuhan dalam hablum minallahu  seringkali tak tercermin dalam perilaku songong atau semacamnya, dia bisa saja muncul berupa kemalasan sholat di awal waktu atau terlalu perhitungan saat berurusan dengan mengeluarkan zakat-infak-sedekah atau ngotot berkubang dalam hal-hal yang jelas dilarangNya.

'Bahagia yang aku cari//Kesenangan yang abadi//Dengan mengikuti cara Nabi//Hanya Kau yang kuibadahi'

Betapapun saya tetap menginginkan kebahagiaan, jenis yang tidak akan pernah berakhir. Takkan ketemu hal seperti itu di dunia ini, untunglah ada Sang Rasul yang memberikan petunjuk untuk mendapatkannya. Hanya Kau yang kuibadahi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun