Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tedros Ghebreyesus, Sosok Kontroversial di Tengah Pandemi Global

14 Mei 2020   19:37 Diperbarui: 14 Mei 2020   19:49 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tedros Adhanom Ghebreyesus, lelaki Ethiopia yang lahir pada 23 Oktober 1965, adalah mikrobiologis serta periset malaria yang terjun ke dunia politik. Dia pernah menduduki posisi Menteri Kesehatan (Menkes) Ethiopia pada periode 2005-2012 dan lanjut sebagai Menteri Luar Negeri pada 2012-2016.

Semasa menjabat Menkes di negerinya, Tedros mendapat pujian karena telah berhasil mengurangi jumlah kematian bayi dan ibu di Ethiopia. Namun pada tahun 2007, seorang pejabat senior AS telah menuduh Ethiopia menyembunyikan terjadinya wabah kolera yang tentu saja disangkal keras oleh Tedros saat itu (NBC News, 10 Mei 2020).

Sementara sebagai Menlu, Tedros berhasil merajut jalinan hubungan persahabatan antara Ethiopia dengan China yang berjasa membangun infrastruktur jalan dan markas besar Uni Afrika di ibukota negara Addis Ababa.Hal ini rupanya dinilai banyak kalangan internasional yang melatari sikap Tedros, yang sejak 2017 sampai kini menjabat Direktur Jendral World Health Organization (WHO), begitu loyal mendukung dan mengapresiasi kiprah China dalam menangani pandemi coronavirus sampai-sampai ada yang menjulukinya juru bicara rezim pemerintah China.

Setelah tim gabungan WHO-China menulis laporan setebal 40 halaman berisikan temuan yang diperoleh tim saat melakukan inspeksi di negeri yang merupakan sumber awal terjadinya pandemi global, di dalamnya tertera juga pujian yang luar biasa pada China,'... dalam upaya menghadapi serbuan virus yang beleum pernah diketahui sebelumnya, China telah melakukan langkah-langkah pengendalian yang paling ambisius, sigap, dan agresif yang pernah tercatat dalam sejarah'.  

Kritik mengemuka bahwa laporan itu melukiskan gambaran yang terlalu positif, namun ilmuwan AS yang juga anggota tim Dr. Clifford Lane dari National Institutes of Health mengatakan pada NBC News bahwa, "... data dalam laporan itu cukup solid dan, saya pikir, cukup informatif."

WHO juga mendapat kecaman karena menghalangi larangan bepergian seperti yang diberlakukan oleh AS dan pemerintah lain pada awal Februari yang memicu tuduhan bahwa badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) itu diduga tengah menjalankan agenda China. 

Belakangan para pakar kesehatan masyarakat menyatakan bahwa tindakan seperti itu hanya efektif dalam jangka pendek dan harus disertai dengan tindakan lain, termasuk pengujian diagnostik skala besar, agar memiliki dampak yang tahan lama.

Donald Trump sangat gencar menyerang Tedros dan WHO, termasuk menghentikan pendanaan untuk organisasi tersebut dan berusaha menggalang dukungan internasional untuk melakukan penyelidikan independen tentang prosedur yang dilakukan WHO dalam merespon pandemi. 

Sejauh ini baru Australia yang secara resmi bergabung dengan kampanye AS tersebut, sementara negara-negara sekutu AS lain menyukai gagasan untuk mengevaluasi bahkan mereformasi WHO namun takkan melakukannya sebelum kondisi darurat berlalu (NBC News, 10 Mei 2020).

Beberapa anggota parlemen dari Partai Republik, partai asal Trump, telah memfokuskan serangan mereka langsung pada Direktur WHO, Tedros, dengan menggambarkannya sebagai pembela kepemimpinan China.

"Direktur Jenderal Tedros adalah boneka dari Partai Komunis China."Kata Michael McCaul dari Texas, anggota Partai Republik dari Komite Urusan Luar Negeri Senat, pada USA Today. "Dia menggunakan WHO untuk menyuarakan kebohongan mereka tentang virus itu."

Tedros dalam kapasitasnya sebagai Menlu Ethiopia telah memimpin mekarnya hubungan dengan China sebagai investor proyek-proyek infrastruktur besar dan menjadi mitra dagang terbesar negara itu. 

Saat dia, dalam posisi aktualnya sebagai pemimpin WHO, berkunjung ke Beijing pada bulan Februari 2020 lalu mengatakan bahwa China telah menetapkan "standar baru dan pengendalian wabah" dan dia mengatakan pada Konferensi Keamanan Munich bahwa tindakan Beijing telah "membuat dunia bisa menghemat waktu."

Pujian Tedros yang terkesan tanpa pamrih terhadap China telah membuat orang-orang, termasuk di kalangan para pendukung WHO, semakin bertanya-tanya sekaligus khawatir bahwa tindakannya dapat merusak peran organisasi sebagai platform tidak memihak untuk berbagi informasi ilmiah tentang masalah kesehatan global yang mendesak.

Namun Tedros bersikeras mempertahankan kinerjanya dengan mengatakan, sebagaimana dikutip oleh NBC News, bahwa WHO tidak menunjukkan bias terhadap satu negara di atas yang lain. "Kami dekat dengan setiap bangsa, kami buta warna (kulit)."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun