Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dokter UGD Lolos dari Maut Covid-19 Berkat Pengobatan Eksperimental

18 April 2020   18:27 Diperbarui: 18 April 2020   18:24 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era wabah Covid-19 yang mendunia ini, para pejuang sektor medis seperrti dokter, perawat, jajaran manejemen puskesmas/klinik/rumah sakit bahkan pekerja yang mengelola kebersihan merupakan ujung tombak terdepan dalam menangani masyarakat luas baik yang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP), orang tanpa gejala (OTG), maupun mereka yang sudah positif terinfeksi coronavirus.

Puluhan dokter lintas spesialisasi dan, belakangan, para perawat di Indonesia telah tewas akibat Covid-19 dalam perjuangan mereka menyelamatkan bangsa ini dari kemadharatan wabah tersebut.

Coronavirus memang tidak pandang bulu dalam penyebarannya dan seorang dokter unit gawat darurat (UGD) di EvergreenHealth Medical Center, rumah sakit pertama di AS yang merawat pasien Covid-19, belakangan turut terinfeksi juga (Los Angeles Times, 14 April 2020).

Dr Ryan Padgett menyaksikan langsung dua pasien yang pertama masuk UGD, tidak ada seorangpun di antara mereka yang selamat. Butuh waktu lama bagi Padgett dan kawan-kawannya untuk mengetahui seberapa mudah Covid-19 menyebar.

Awalnya para pekerja medis hanya mengenakan masker dan sarung tangan bedah. Kemudian mereka diperintahkan memakai respirator dan peralatan lainnya, tetapi peralatan itu kurang familiar sehingga Padgett tidak bisa memastikan apakah dia sudah memakai dan melepasnya dengan benar setiap kali bertugas.

Padgett dengan sosok setinggi 192 cm dan berat 113 kg yang pernah jadi bintang sepakbola untuk Northwestern di Rose Bowl 1996, semula merasa," ... sebagai pria sehat berumur 44 tahun, tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk mengkhawatirkan diri sendiri (terkait Covid-19)." Katanya dalam sebuah wawancara dengan Los Angeles Times Senin (13/4) lalu.

Nyatanya pada 12 Maret 2020 atau dua bulan menjelang pernikahannya, Padgett tumbang dilabrak coronavirus.

Dia dirawat di rumah sakit tempatnya bekerka akibat demam, batuk, dan kesulitan bernapas sehingga harus memakai ventilator. Lima hari setelah itu dia mengalami komplikasi paru-paru dan gagal ginjal ditambah gangguan jantung yang membuat dokter memperkirakan bahwa Padgett hanya bisa bertahan hidup satu atau dua hari saja.

Begitu rekan-rekannya di EvergreenHealth menyadari bahwa mereka kehabisan cara menanganinya; mereka pun mengontak Swedish Medical Center, salah satu dari dua rumah sakit Seattle yang memiliki ECMO (sebuah alat yang bekerja menggantikan fungsi jantung dan paru-paru).

Setelah diterima, dokter di rumah sakit rujukan harus mencari tahu apa yang sebenarnya memicu penyakit yang diderita Padgett.

Berdasarkan tingkat peradangan astronomis di tubuhnya dan laporan yang ditulis oleh dokter China dan Italia yang telah merawat pasien COVID-19 yang paling parah, para dokter percaya bahwa bukan penyakit itu yang tengah membunuh Padgett tetapi sistem kekebalan tubuhnya sendiri.

Sistem kekebalan tubuh biasanya menggunakan protein yang disebut cytocine sebagai senjata dalam memerangi penyakit. Namun entah kenapa pada beberapa pasien COVID-19, sistem kekebalan tubuh mereka awalnya gagal merespon serangan coronavirus dan kemudian membanjiri tubuh dengan cytocine sehingga menghancurkan pembuluh darah dan mengisi paru-paru dengan cairan. Fenomena yang disebut 'badai cytocine' itulah yang dialami Padgett.

Para dokter selanjutnya mencoba menangani Padgett dengan Actemra, obat yang dirancang untuk mengobati rheumatoid arthritis tetapi juga disetujui pada tahun 2017 untuk mengobati badai cytocine pada pasien kanker.

"Tugas kami adalah menenangkan badai."Kata Dr. Samuel Youssef, seorang ahli bedah jantung. "Dr. Padgett dapat 'membersihkan virus' begitu sistem kekebalan tubuhnya kembali seimbang."

Matt Hartman, seorang ahli jantung, mengatakan bahwa setelah empat hari menggunakan obat penekan kekebalan, ditambah dengan vitamin C dosis tinggi dan terapi lainnya, tingkat oksigen dalam darah Padgett meningkat secara dramatis. Pada tanggal 23 Maret 2020, tim dokter sudah dapat melepaskan instalasi peralatan penyokong hidup yang digunakan Padgett.

Empat hari kemudian, mereka melepas tabung pernapasannya. Dia perlahan-lahan bangun dari koma pembiusannya, lalu segera menjadi lebih sadar akan lingkungannya, dan melakukan percakapan FaceTime dengan anggota keluarga, yang tidak dapat mengunjungi karena menjalani 'lockdown'. 

Ketika Padgett mengenal Youssef, Hartman, dan anggota tim lainnya, mereka memberi tahu dia tentang seorang ibu dari tiga anak yang berada di rumah sakit juga karena mengalami badai cytocine. Dia melihat kegembiraan tim karena mereka telah mencoba penanganan medis yang baru pada dirinya dan dia pulih kembali karena hal itu.

Padgett pulang pada 5 April 2020. Dia menjalani proses pemulihan yang panjang dan lambat baik secara fisik maupun kognitif. Dia berharap menjadi dokter yang lebih baik dalam mengingatkan betapa dahsyatnya penyakit bagi pasien dan keluarga.

Pelajaran dari pemulihan dramatis Padgett diharapkan juga  dapat membantu dokter di seluruh dunia mengobati pasien COVID-19 yang sangat sakit lainnya.

"Ini adalah penyelamatan yang seperti ditampilkan di film-film, yang tidak sering terjadi di dunia nyata."Papar Padgett. "Saya hanya penerima yang beruntung dari mereka yang berkata,' Kami belum selesai. Kami akan pergi ke dunia eksperimental untuk mencoba dan menyelamatkan hidup Anda' ... " (Los Angeles Times, 14 April 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun