Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Taiwan Sukses Meredam Covid-19, Kenapa WHO Enggan Mengapresiasi?

7 April 2020   18:37 Diperbarui: 7 April 2020   18:46 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Taiwan dipandang sebagai salah satu dari sedikit wilayah di dunia yang telah berhasil membendung penyebaran coronaviru tanpa menggunakan langkah-langkah yang represif, namun hal itu rupanya belum cukup untuk membuat negara tersebut diterima sebagai anggota World Health Organization (WHO) karena hubungannya yang rumit dengan China (BBC News, 30 Maret 2020).

Parahnya di tengah keprihatinan global terkait pandemi, para pejabat WHO bukannya mengapresiasi dan merangkul Taiwan untuk bersinergi mengatasi Covid-19 namun malah bersikap diskriminatif karena memandang hubungan dengan China jauh lebih penting.

Hal di atas telah menjadi perbincangan hangat sejak seorang pejabat tinggi WHO dengan sangat kentara menghindar untuk menjawab pertanyaan tentang Taiwan dalam wawancara yang ditayangkan langsung di jaringan televisi RTHK Hong Kong dan sikap itu menuai kritikan luas serta tuduhan bahwa badan dunia tersebut bias secara politik.

Bruce Aylward, asisten direktur jendral WHO, pada Sabtu (28/3) lalu diwawancarai oleh jurnalis RTHK Yvonne Tong melalui video call. Pada salah satu segmen Tong bertanya apakah WHO akan mempertimbangkan kembali kemungkinan Taiwan untuk bergabung dengan organisasi tersebut.

Ada jeda sunyi sangat panjang sebelum akhirnya Aylward mengatakan dia tidak bisa mendengar pertanyaan itu dan meminta Tong beralih pada topik lain. Namun Tong membalasnya dengan mengatakan bahwa dia ingin berbicara tentang Taiwan. Kali ini komunikasi terputus, Aylward tampaknya menutup telepon.

Saat Tong berhasil menghubunginya lagi dan bertanya apakah Aylward bersedia mengomentari langkah tanggapTaiwan (yang dinilai banyak kalangan berhasil) dalam mencegah penyebaran coronavirus, pejabat WHO itupun menjawab,"Ya, kita sudah bicara tentang China."

Jawaban terakhir itulah yang memicu kontroversi publik karena seolah merefleksikan sikap politik China yang memandang Taiwan sebagai sebuah provinsi yang memisahkan diri, sementara Taiwan tegas-tegas menyatakan diri sebagai negara merdeka yang bukan bagian dari China.

Reaksi Aylward secara luas bisa dilihat sebagai indikasi kecanggungan WHO dalam berinteraksi dengan Taiwan yang hingga kini tidak diijinkan bergabung karena keanggotaan WHO hanya diberikan kepada negara-negara anggota PBB yang tidak mengakui Taiwan sebagai negara yang sah atau negara yang pengajuannya disetujui oleh World Health Assembly (WHA, Majelis Kesehatan Dunia).

Kondisi di atas membuat Taiwan tidak dilibatkan dalam pertemuan darurat dan taklimat pakar global yang penting tentang pengendalian pandemi coronavirus. 

Pejabat Taiwan Stanley Kao juga mengatakan negerinya tidak mendapat ijin untuk menghadiri pertemuan tahunan WHA selama beberapa tahun terakhir. 

Itu juga berarti WHO telah menggabungkan statistik coronavirus Taiwan dengan China, sebuah langkah yang dinilai Kao sangat bertentangan dengan kebutuhan dunia akan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai pandemi.

Lebih parah lagi sambil menutup mata atas keberhasilan Taiwan, WHO malah royal mengobral pujian atas respon China dalam menghadapi wabah. Wajar saja kalau para pakar kesehatan masyarakat melancarkan kritik terhadap badan dunia tersebut dan beberapa kalangan bahkan terang-terangan menuduh WHO bias politik terhadap China yang merupakan salah satu kontributor utamanya.

Sebenarnya WHO bukanlah satu-satunya organisasi intersional yang bersikap apriori terhadap Taiwan, banyak organisasi besar seperti International Olympics Committee (IOC)dan International Civil Aviation Organization (ICAO) juga bersikap serupa. 

Namun, menurut wartawan BBC Cindy Sui di Taipei, dari semua organisasi dunia tersebut, apresiasi WHO mungkin yang paling penting bagi Taiwan yang dikenal memiliki salah satu sistem perawatan kesehatan terbaik di dunia.

Taiwan secara konsisten mengajukan keberatan setiap kali dikeluarkan dari badan global dengan mengatakan itu tidak adil dan diskriminatif, termasuk saat ini seharusnya negara itu pun tidak diabaikan begitu saja dimana kerjasama global diperlukan lebih dari sebelumnya. 

Taiwan menuduh WHO tidak menggubris saat pemerintahnya menanyakan seputar penularan dari individu ke individu di awal terjadinya wabah di China yang bisa mengancam jiwa manusia.

"Kami berharap melalui ujian epidemi ini, WHO dapat mengenali dengan jelas bahwa epidemi tidak memiliki batasan nasional. Tidak boleh ada satu tempat pun diabaikan karena bisa menjadi celah (munculnya pandemi baru), jangan sepelekan keunggulan darimana pun asalnya hingga bisa dijadikan kontribusi bagi (kepentingan) dunia." Kata menteri kesehatan Taiwan Chen Shih-chung pada konferensi pers baru-baru ini.

Taiwan juga menunjukkan bahwa mereka telah banyak mendapat pelajaran dalam mengelola wabah coronavirus yang dapat dibagikan kepada dunia. Negara tersebut dipuji karena penanganan epidemi yang cepat dan tegas.

Langkah-langkah tersebut termasuk secara drastis memotong arus penerbangan masuk dari Cina dan memberlakukan karantina pada pelancong sejak dini, yang menurut para ahli adalah kunci dalam menghentikan penyebaran coronavirus di masyarakat, serta pengawasan ketat terhadap mereka yang berada di karantina.

"Mereka juga melakukan pengujian terfokus pada orang yang diduga memiliki coronavirus, pelacakan kontak orang terinfeksi yang sangat baik, dan pemberlakuan jarak sosial. Saya pikir mereka telah melakukannya dengan cukup baik." Kata Profesor Benjamin Cowling, seorang ahli epidemiologi di University of Hong Kong.

Taiwan dengan populasi sekitar 24 juta orang sampai Senin (30/3) tercatat memiliki lebih dari 300 kasus terkonfirmasi Covid-19, yang mayoritas dibawa oleh migran yang baru datang dari luar negeri, dan sejauh ini hanya ada lima kematian (BBC News, 30 Maret 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun