Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hak Paten Obat Coronavirus Milik Siapa?

8 Februari 2020   18:17 Diperbarui: 8 Februari 2020   18:18 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah coronavirus telah memicu kepanikan di seluruh dunia, memaksa China mengisolasi Wuhan dan kota-kota lain di provinsi Hubei yang merupakan pusat penyebaran virus mematikan itu. Banyak perusahaan terpaksa menutup bisnis mereka di China,kontrol perbatasan diperketat dan pasar global pun ikut goncang karenanya.

Tak heran kalau Presiden Xi Jinping menyatakan bahwa "tugas terpenting saat ini" bagi China adalah perang melawan coronavirus, menurut penyiar CCTV pemerintah Senin (3/2) lalu (South China Morning Post/SCMP, 7 Februari 2020). Saat ini coronavirus telah menewaskan lebih dari 560 jiwa dan menginfeksi setidaknya 27.000 orang, sebagian besar di daratan China.

Upaya pemerintah China untuk segera menemukan obat penangkal coronavirus kini sudah sampai tahap pengajuan hak paten yang nantinya akan berkaitan dengan kepemilikan hak kekayaan intelektual dan hak pemasaran. Masalahnya, formula obat yang diajukan adalah produk yang tengah dikembangkan oleh Gilead Sciences, sebuah perusahaan bioteknologi Amerika dengan spesialisasi obat-obatan.

Institute of Virology di Wuhan, sebagaimana dirilis website-nya (4/2), telah mengajukan paten atas obat coronavirus remdesivir pada 21 Januari 2020 (SCMP,6 Februari 2020).Selain berencana menggunakannya untuk kepentingan dalam negeri, mereka juga mengincar peluang penjualan di pasar global.

Sementara Gilead mengajukan paten pada tahun 2016 untuk metode untuk mengobati infeksi coronavirus, tanpa secara khusus menyebutkan remdesivir. Temuan ilmiahnya tentang efek remdesivir pada coronavirus telah dipublikasikan dalam Science Translational Medicinejournal pada Juni 2017 tentang bagaimana obat tersebut, dengan kode pengembangan GS-5734, menghambat epidemi coronavirus dan zoonosis.

Institute of Virology di Wuhan dan Beijing Institute of Pharmacology and Toxicology , dalam publikasi riset di Cell ResearchJournal, mengungkapkan bahwa sejumlah penelitian yang telah dilakukan terhadap berbagai subyek non manusia menunjukkan bahwa senyawa remdesivir Gilead dan obat malaria chloroquine yang tidak dipatenkan "sangat efektif" dalam pengendalian infeksi coronavirus.

Namun, kepala medis Gilead Merdad Parsey dalam pernyataannya Jumat (7/2) lalu yang dikutip SCMP, menjelaskan bahwa penggunaan remdesivir belum mendapat persetujuan di mana pun secara global sekaligus belum terbukti aman atau efektif untuk penggunaan apa pun.

Gilead kini bekerja sama dengan otoritas kesehatan China untuk melakukan uji klinis pada pasien dengan gejala pneumonia untuk mengetahui tingkat keamanan dan kemampuan menyembuhkan obat tersebut.Data uji klinis terdahulu untuk coronavirus tipe lain, menurut Parsey, cukup memberi "harapan".

Sementara itu terkait pengajuan hak paten remdesivir"Kami mengetahui laporan pengajuan hak paten Institute of Virology Wuhan ," Sonia Choi, wakil presiden urusan publik Gilead, mengatakan dalam email balasan ke South China Morning Post "(Namun) fokus kami saat ini adalah menentukan dengan cepat potensi remdesivir sebagai obat(coronavirus baru) dan mempercepat pembuatannya untuk mengantisipasi potensi kebutuhan pasokan di masa depan".

Tidak diketahui kapan pengajuan institut Wuhan akan mendapat persetujuan otoritas paten China, namun sudah jelas bahwa pengajuan itu berpotensi memancing timbulnya masalah hukum baru .

"Harus dipertanyakan apakah kombinasi spesifik obat atau penggunaan medis spesifik obat itu benar-benar baru, dimana para peneliti penemunya telah mengajukan aplikasi paten mereka sebelum (obat baru itu) diketahui publik," Kata Andrew Cobden, seorang paten dan Pengacara merek dagang di Hogan Lovells di Hong Kong, "Yang lainnya apakah para peneliti (di institut Wuhan) itu memang inventif karena seorang peneliti yang biasa-biasa saja pasti tidak akan kepikiran untuk menggabungkan obat-obatan itu atau menggunakannya untuk mengobati coronavirus".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun