Bentjok saat ini, menurut catatan CNBC Indonesia, selain menjabat direktur utama Hanson juga menduduki posisi direktur di 20 perusahaan lainnya (matamatapolitik.com, 15 Januari 2020). Jadi bermain dengan MTN pasti sudah jadi makanannya sehari-hari.
Transaksi saham 'gorengan'
Kisah bermula, menurut Dahlan, Â saat Jiwasraya belanja saham Hanson Internasional ketika harganya Rp 1.300/lembar sebanyak Rp 760 miliar. Banyak kalangan menilai itu kemahalan, namun begitulah harga resmi di pasar modal. Setahun kemudian harga saham itu naik drastis menjadi Rp 1.865/lembar. Semestinya saat itu Jiwasraya menjual sahamnya agar biisa meraup untung Rp 100 miliar lebih.
Entah kenapa mereka tidak melakukannya, mungkin menunggu harga naik lebih tinggi lagi. Nyatanya setelah itu saham Hanson terjun bebas menjadi tinggal Rp 50/lembar. Silahkan hitung, berapa ratus milyar uang titipan nasabah Jiwasraya melayang.
Modus ini pula yang dipakai Bentjok memoroti Asabri yang, menurut Warta Ekonomi, memilikisaham Hanson sebanyak 5,4 persen. Bahkan lebih besar dari Bentjok yang merupakan direktur utama perusahaan yang hanya memiliki 3,68 miliar lembar saham atau setara 4,25 persen. Saat harga saham jatuh ke titik terendah, Asabri pun kehilangan modal investasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H