Ini bukan tentang Aung San Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian yang kini tengah digugat oleh Gambia di Mahkamah Internasional karena keterlibatannya dalam genosida Suku Rohingya di Birma.
Namun tentang sebuah paper penelitian milik Dr Frances Arnold, seorang dosen di California Institute of Technology yang bersama dengan dua peneliti dari Harvard dan Cambridge meraih Nobel bidang Kimia tahun 2018 untuk riset mereka terkait penelitian enzim, yang membuatnya harus mengerahkan segenap keberanian untuk melupakan sejenak reputasinya sebagai ilmuwan terkemuka dan meminta maaf pada publik.
Frances dengan sangat rendah hati mengumumkan pada para pengikut akun Twitter-nya bahwa sebuah papernya yang dirilis tahun 2019 telah ditarik (The Guardian,  6 Januari 2020) karena hasilnya tidak bisa direproduksi dan para peneliti menemukan bahwa beberapa data penelitian tersebut telah hilang dari notebook  laboratorium mereka.
"(Pada) tweet pertama saya terkait pekerjaan tahun 2020 ini, saya dengan sangat kecewa mengumumkan bahwa kami telah menarik paper tahun lalu mengenai sintesis enzimatik beta-laktam." Cuit Frances mengawali pertanggungjawabannya di twit berikutnya,"Ini sangat menyakitkan untuk diakui, namun sangat penting untuk dilakukan. Saya meminta maaf pada semuanya. Saya agak sibuk saat memasukkan makalah tersebut dan tidak menggarapnya dengan baik." (BBC.com, 3 Januari 2020).
Hal yang dilakukan Frances tersebut membuahkan apresiasi. Dia dinilai telah menguasai seni permintaan maaf yang baik, yang tidak mengarah pada pembelaan diri sendiri, tetapi menerima tanggung jawab penuh dan terus maju. Sebagai balasannya, sebagaimana dilansir The Guardian, dia menerima banyak ucapan terima kasih atas kejujurannya.
Dr Betl Kacar, seorang astrobiolog dari University of Arizona, menulis di Twitter: "Ini adalah hal yang paling sulit dan hanya bisa dilakukan  oleh ilmuwan sejati. Terima kasih telah meluruskannya."
Jonathan P Dowling, seorang akademisi dari Louisiana State University, menjawab: "Anda melakukan hal yang benar! Semua ilmuwan adalah manusia. Apa yang menjadikan kita ilmuwan adalah cara kita untuk menemukan kesalahan-kesalahan (yang) kita (buat). "
Pada momen penyerahan Nobel, seorang jurubicara komite anugerah eksklusif itu menyatakan bahwa kinerja Frances 'terinspirasi oleh kekuatan evolusi dan menggunakan prinsip-prinsip yang sama, seperti perubahan dan seleksi genetik, untuk mengembangkan protein yang memecahkan berbagai permasalahan kimiawi umat manusia'.
Sayangnya tak ada Nobel untuk kategori 'permintaan maaf yang baik', namun apa yang dilakukan Frances bisa menjadi inspirasi : Saat melakukan kesalahan,; akui, minta maaf, dan selanjutnya berjanjilah untuk berbuat lebih baik lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H