Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kerasnya Dunia Anak dalam 3 Novel Charles Dickens

17 Desember 2019   10:37 Diperbarui: 18 Desember 2019   13:26 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masa kecil yang tak manis menempa Charles Dickens sebagai pendukung loyal bagi anak-anak (doc.Goodreads,India Today/ed.Wahyuni)

Hal itu sangat menyedihkan bagi Charles yang telah mengalami sendiri penderitaan sebagai anak pekerja yang diperlakukan sewenang-wenang.

'David Copperfield', novel kedelapan Charles bisa dibilang paling menyerupai otobiografinya. Berkisah tentang seorang anak lelaki yang lahir enam bulan setelah kematian ayahnya, dibesarkan oleh ibu dan pengurus rumah tangganya. Ketika ibu David menikahi pria yang kejam, bocah itu dikirim ke sekolah asrama yang dipimpin oleh seorang guru sadis. 

Dia melarikan diri dan tinggal bersama Keluarga Wickfield lalu akhirnya jatuh cinta pada putri Wickfield yang bernama Agnes. Akhir cerita David pindah ke Australia, menjadi penulis, dan menikahi gadis itu.

Novel ini dipenuhi dengan berbagai penindasan oleh pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Anak-anak, terutama anak yatim, perempuan, dan orang cacat mental harus terus menerus menderita. 

Satu-satunya solusi, Charles tampaknya menyarankan, adalah bagi yang lemah untuk menemukan sekutu di antara yang kuat agar bisa keluar dari kondisi mengenaskan itu. 

Atau,mungkin lebih tepatnya, mendorong mereka yang kuat untuk meraih, mendukung dan membela yang rentan. Lebih jauh lagi, kekuasaan harus diselaraskan dengan kebajikan jika kaum dhuafa ingin selamat.

Novel kesebelas Charles, 'Little Dorrit', bercerita tentang seorang gadis kecil bernama Amy Dorrit, yang dibesarkan di penjara bagi mereka yang terjerat hutang. Di tempat itu pula dia menghabiskan sebagian besar hidupnya. Meski begitu, Amy berkembang menjadi orang yang cakap dan peduli.

Dia bekerja sebagai penjahit untuk sebuah keluarga yang putranya, Arthur, jatuh cinta pada Amy. Seiring waktu keluarga Dorrit makmur dan keluarga Arthur bangkrut akibat hutang. Kemudian terungkaplah bahwa ibu Arthur telah menipu Amy dan keluarganya, kondisi yang membuat Arthur dan Little Dorrit mendapatkan kebebasan untuk menikah.

Orang-orang seperti ibu Arthur menilai segala sesuatu, bahkan anak-anak, berdasarkan keuntungan yang dapat mereka peroleh. Keadilan, belas kasihan, dan cinta adalah sesuatu yang tidak dapat secara pasti ditimbang, diukur, atau dihargai dalam nominal tertentu. Akibatnya bagi golongan seperti ibu Arthur, nilai-nilai itu dianggap tidak berharga.

Lantas bagaimana anak-anak bisa berkembang optimal di dunia di mana kekayaan, prestise, dan penampilan telah sepenuhnya menutup mata pada aspek kebaikan manusia? Di mana pun ketamakan mendominasi, hampir bisa dipastikan cinta akan berakhir merana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun