Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), pakta perdagangan bebas yang melibatkan 10 negara anggota ASEAN plus Australia, China,India, Jepang, Korea Selatan, dan New Zealand, yang semula akan ditandatangani pada tahun ini ternyata harus mundur ke tahun 2020 (Channel News Asia, 3 Nopember 2019).
Penundaan tersebut terutama disebabkan oleh keberatan India pada draf kesepakatan yang dinilai tidak mengakomodir kepentingan negara yang memiliki jumlah penduduk kedua terbesar di dunia setelah China itu.
Pakta ekonomi yang melibatkan 40 persen perdagangan dunia, separuh penduduk bumi, dan 30 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global itu merupakan pilar utama strategi perdagangan China di kawasan Asia.
Adanya perang pajak antar AS dan China yang melibatkan nilai milyaran dollar atas produk-produk keduanya berpotensi menyeret pertumbuhan ekonomi dunia sampai ke titik terendah sepanjang dekade ini. Hal tersebut mencemaskan para pembuat kebijakan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik, kecuali India, sehingga mereka berupaya untuk segera mensahkan RCEP.
Bagi Indonesia, menurut Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemendag Iman Pambagyo sebagaimana dilansir oleh Liputan 6.com (12/6), RCEP akan sangat bermanfaat bagi Indonesia terutama pada peningkatan ekspor ke negara yang terlibat di dalamnya.
"Hitungan saya 2 tahun yang lalu, (pada) 3 sampai 5 tahun pertama implementasi RCEP, kita bisa meningkatkan 6-7 persen ekspor ke beberapa negara (seperti) India, China, Korea dan Jepang," Imbuh Iman.
Kementerian Perdagangan, masih menurut Iman,sudah menyiapkan sejumlah produk unggulan, sektor pertanian dan perikanan, untuk ditawarkan. Selain itu komoditas ekspor berupa bahan mentah juga akan dihentikan.
"Jadi (rencananya) kita tidak lagi main di komoditas mentah untuk batubara dan CPO, (semua) harus udah refined. Kemudian juga produk otomotif, karena di RCEP ada Australia dan New Zealand. Aussie (Australia) kan industri otomotifnya sudah mati, kita mau masuk dari situ tapi manfaatkan RCEP."Pungkasnya.
Peningkatan ekspor memang bakal menjadi isu utama yang menjadi tanggung jawab Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto yang baru dilantik pada 23 Oktober 2019 lalu karena ekspor Indonesia saat ini tengah menunjukkan kecenderungan kian menurun (CNBC Indonesia, 23 Oktober 2019)
Penurunan ekspor terus berlangsung selama hampir setahun terakhir. Pada Agustus 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Agustus adalah US$ 14,28 miliar. Turun 9,99% secara year-on-year (yoy). Catatan ini memperpanjang rekor koreksi ekspor menjadi 10 bulan berturut-turut dan merupakan periode terlama sejak Oktober 2014-Juli 2016.
Sementara itu India akhirnya memutuskan untuk mundur dari RCEP bukan karena masalah draf kesepakatannya, namun karena menilai perjanjian yang melibatkan China dan ASEAN itu tidak merefleksikan 'tujuan yang sebenarnya' dan 'tidak terbuka dan berimbang' (India Today, 5 Nopember 2019).
Salah satu kekuatiran India adalah bahwa aliran produk-produk murah asal China bakal membanjiri pasaran dan mematikan industri dalam negeri mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H