Pepatah bilang 'tak ada asap kalau tak ada api'; kalau asapnya perselingkuhan, kira-kira api darimana yang membuatnya muncul ?
Sebuah investigasi terbaru melibatkan hampir 500 responden mayoritas heteroseksual yang ditanyai seputar pengalaman masa lalu mereka saat berselingkuh dari pasangan masing-masing(Selterman, Garcia, Tsapelas, & 2019). Perhatikan bahwa 'terlibat dalam perselingkuhan' adalah kriteria inklusi eksplisit untuk penelitian ini, sehingga semua peserta berbagi setidaknya satu contoh perselingkuhan mereka sendiri sebagai bagian dari penelitian. Terbukti sekitar 95 persen responden memberikan contoh yang mencakup perselingkuhan seksual / fisik.
Para peneliti ini bukan pihak pertama yang mengajukan pertanyaan seputar alasan orang berselingkuh namun karena bukti mengenai motif perselingkuhan sangat langka,maka diperlukan penyelidikan empiris (Psychology Today,18 Oktober 2019).
Selterman dan kawan-kawan (2019) mengajukan alasan mengapa orang berselingkuh lalu memfokuskan analisis mereka pada sintesis dari berbagai motif yang diberikan oleh para responden. Delapan motif utama yang mendorong orang untuk berselingkuh berdasarkan analisis mereka adalah :
Kurang cinta        Â
Kadang-kadang rasa kurang cinta pada pasangan dalam hubungan berkomitmen yang sudah terjalin mendorong orang mencari pemenuhannya di luar. Lebih dari tiga perempat (77 persen) responden menunjukkan bahwa kurangnya cinta untuk pasangan tetap atau cinta yang lebih besar terhadap pria/wanita intim lain adalah alasan yang cukup kuat untuk berselingkuh.
Mencari variasi
Acapkali perselingkuhan terjadi bukan akibat adanya masalah serius dalam sebuah hubungan, melainkan sebagai upaya mengatasi kebosanan. Bagi banyak orang (74 persen), keinginan untuk mencicipi berbagai hal baru di luar hubungan tetap mereka adalah pendorong untuk berselingkuh. Pria lebih banyak melakukan ini dibanding wanita.
Merasa diabaikan
Beberapa orang terlibat dalam perselingkuhan sebagai respons terhadap kurangnya perhatian pasangan sehingga mereka merasa kurang dicintai. Peserta (70 persen) mengungkapkan bahwa perasaan terabaikan setidaknya terikat dengan perilaku curang mereka. Motif ini dominan dimiliki oleh wanita ketimbang pria.
Dorongan situasional