Bagi  sebagian orang, kesalahan/kegagalan yang terjadi bisa menjadi begitu traumatis sehingga mereka melambaikan bendera putih. Menciut masuk cangkang untuk melindungi diri agar tak sampai melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan lagi.
Meski terdengar klise, menurut psikolog Barbara Markway, PhD, sebagaimana dilansir oleh Psychology Today (11/8), salah satu cara terbaik membangun kembali kepercayaan diri adalah dengan memandang kegagalan/kesalahan sebagai sarana untuk belajar dari pengalaman. Bagaimana pun kehidupan yang memuaskan dan bergizi lahir-batin tidak dapat dicapai kecuali kita pandai mengelola diri dalam menyikapi kegagalan. Caranya?
Barbara mengungkapkan ada tiga kunci utama membangun kepercayaan diri dengan 'pupuk' berbagai kegagalan/kesalahan yang telah dilakukan, yaitu :
Jangan Mencap Diri Sendiri Sebagai Pecundang
Berbuat salah atau mengalami kegagalan adalah sesuatu yang manusiawi. Menghakimi diri sebagai manusia gagal tanpa harapan karena melakukan sebuah kesalahan adalah sangat tidak adil. Tata kembali proses berpikir agar dapat membuat penilaian secara sehat.
Misalnya, anda gagal dalam ujian semester kali ini. Ketimbang berpikir dalam pola : Saya banyak salah dalam menjawab soal >> Saya tidak lulus ujian >> Saya gagal, bukankah akan lebih sehat dan menguntungkan kalau polanya begini : Saya banyak salah dalam menjawab soal >> Saya tidak lulus ujian >> Saya harus menemui dosen dan membuat rencana untuk memperbaikinya.
Ubah sudut pandang dari penghakiman diri menjadi bagaimana mencari solusi untuk memperbaiki keadaan.
Kenali dan Pahami Perasaan-perasaanmu
Meski sisi intelektual kita tahu bahwa kegagalan adalah proses belajar dari pengalaman, tapi tetap saja hal tersebut tidak menyenangkan. Saat situasi tidak berjalan sesuai rencana, apa yang pertama muncul dalam pikiran anda secara naluriah ?
Mencari kambing hitam? Menyalahkan diri sendiri? Menolak memikirkan apa yang terlanjur terjadi? Atau gila-gilaan makan, belanja, nonton ?
Menghindari perasaan tidak nyaman itu sesuatu yang alamiah, tapi terus-terusan menghindar juga malah bisa bikin tambah sengsara dan proses belajar dari pengalamannya jadi kurang efektif.