Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Aung San Suu Kyi, Dapatkah Dihukum Atas Genosida Rohingya?

27 Agustus 2019   15:34 Diperbarui: 27 Agustus 2019   15:52 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aung San Suu Kyi konon berada di balik genosida Muslim Rohingya (doc.South China Morning Post/ed.Wahyuni)

Dua alasan utama yang mereka kemukakan. Pertama, Myanmar tidak menandatangangi kesepakatan bernaung secara hukum di bawah ICC dan itu berarti ICC tak punya yuridiksi di sana. Namun argumen ini berhasil dipatahkan ketika pada September 2018 lalu, ICC melakukan langkah yang mengagumkan dengan menetapkan Myanmar bisa dituntut atas kejahatan mereka terhadap suku Rohingya, menurut  The Guardian,  dengan 'argumen baru bahwa meski tindakan kejahatan yang memaksa penduduk Rohingya pergi diduga terjadi di Myanmar, kejahatan tersebut dianggap terus berlangsung sampai para pengungsi memasuki Bangladesh, dan perjanjian Roma (Rome statute) akan digunakan untuk melaksanakan peradilan.'

Kedua, para pembela Suu Kyi menyatakan bahwa sebagai pemimpin sipil pertama paska 49 tahun pemerintahan militer. Karena itu Suu Kyi tidak punya kendali atas kekuatan militer Myanmar hingga tidak bisa bertanggungjawab atas serangan brutal mereka pada Rohingya.

Argumen terakhir ini ditangkis oleh Maung Zarni, seorang Budha nasionalis seperti Suu Kyi yang kini aktif di Genocide Documentation Center di Kamboja, yang juga mengenal secara pribadi sosok pemimpin Myanmar tersebut bahkan pernah jadi pendukungnya.

Dia mengungkapkan bahwa Suu Kyi mengendalikan empat kementrian sipil yang telah lama terlibat dalam upaya menekan Rohingya, yaitu kementerian informasi, kementerian urusan agama, kementerian imigrasi, dan kementerian urusan luar negeri; masih ditambah kantor konsulat pemerintahannya sendiri.

"Menurut catatan saya, pada April 2017, kantor konsulat itu menuduh para perempuan Rohingya telah mengarang cerita-cerita tentang kejahatan seksual yang mereka alami dan meletakkan kata 'fake rape' dalam format judul  headline di website resminya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun