Apabila hakim yang berwenang sudah menyetujui, maka ada kemungkinan Google harus mengeluarkan USD 11 juta untuk penyelesaian legal terhadap klaim yang diajukan oleh 227 orang yang menyatakan bahwa perusahaan berbasis teknologi informasi tersebut secara tidak adil telah menolak mempekerjakan mereka karena faktor usia (Ars Technica, 22 Juli 2019).
Gugatan karena faktor diskriminasi usia ini pertama kali dilayangkan oleh Robert Heath, seorang pria berusia 60-an, pada tahun 2015.Â
Berawal dari proses wawancara kerja yang dilakukan melalui percakapan telpon dengan seorang insinyur Google, Robert mengungkapkan bahwa aksen kental sang pewawancara dan keharusan untuk menggunakan speaker saat berkomunikasi membuatnya kesulitan mendengar secara jelas apa yang dikatakan oleh sang insinyur.
Hal itu menjadi sangat fatal saat Robert harus mencerna pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dia jawab terkait posisi yang dilamarnya.Â
Sembari berusaha mengatasi kendala teknis itu, dia menanyakan apakah pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dikirimkan kepadanya menggunakan format Google Doc dan ditolak.Â
Akibatnya Robert harus berjuang ekstra keras untuk mendengarkan berbagai pertanyaan yang terputus-putus lewat telpon, sebuah proses yang sangat rawan mengundang terjadinya kesalahpahaman.
Proses wawancara yang sedemikian dinilai Robert,"mencerminkan ketidakpedulian total terhadap pekerja-pekerja yang sudah tidak muda lagi dan pastinya lebih rentan terhadap gangguan pendengaran".
Robert pun menyatakan bahwa pewawancara berasumsi kata 'byte' yang digunakan selama percakapan memiliki pengertian 8Â bytes dan itu, dalam pandangannya, adalah asumsi yang sangat bias usia.Â
Sebagaimana diketahui sistem komputer modern memiliki kapasitas penyimpanan sebesar 8 bytes, Â sementara sistem yang lebih jadul bervariasi antara 6 -- 40 bytes.Â
Robert dan Google akhirnya mencapai kesepakatan hukum pada Desember 2015, namun gelombang tuntutan  diskriminasi usia yang lebih besar kembali menerpa perusahaan itu.Â
Cheryl Fillekes, berusia awal 50-an, selaku penggugat utama bergabung dengan ratusan penggugat lain melakukan class action pada tahun 2016.